Share

Kun Shian

Jenderal Kun menemui Putra Mahkota yang sedang berlatih bersama Hoya. Wajah Jenderal Kun terlihat kesal, dan penyebabnya tak lain adalah anak bungsunya, Shian. Tak hanya sekali, Shian sudah sering membuat Jenderal Kun marah. Kemarahannya sampai pada titik di mana Jenderal Kun mengurung Shian selama seminggu. Kala itu, Shian benar-benar telah melampaui batas. Ia datang ke Kamp Militer dan mengajak semua anggota militer minum arak hingga mabuk.

“Yang Mulia!” sapa Jenderal Kun saat menemui Putra Mahkota yang telah menepi ke pinggir arena memanah.

“Jenderal!” balas Putra Mahkota.

“Apakah Anda akan bersiap kembali ke istana?” tanya Jenderal Kun.

“Ah, iya. Aku akan kembali sekarang!” jawab Putra Mahkota.

Putra Mahkota sadar bahwa Jenderal Kun datang bukan hanya untuk menyapanya, ada maksud lain di balik kedatangan Jenderal Kun. “Apa ada sesuatu yang..”

Putra Mahkota tidak melanjutkan ucapannya karena dihentikan oleh Jenderal, “Tidak.. Tidak ada, Yang Mulia!”

“Saya hanya ingin meminta tolong agar Shian berangkat ke Istana bersama Anda. Saya sedikit khawatir jika dia tidak berangkat hari ini, maka dia akan berulah di ibukota,” lanjutkan Jenderal Kun.

Putra Mahkota terkejut mengetahui bahwa Shian saat ini tidak berada di kediaman Pangeran Kesebelas, namun ia menyembunyikan keterkejutannya dengan tawa kecilnya. “Kalau begitu, aku akan menunggunya,” jawab Putra Mahkota, memenuhi permintaan Jenderal Kun.

Pada saat itu, Shian dari jauh melihat ayahnya sedang mengobrol dengan Putra Mahkota. Ia dapat melihat ekspresi ayahnya dengan jelas dari kejauhan. Mungkin terlihat santai, tetapi sebenarnya Jenderal Kun sedang menahan amarahnya yang belum usai ia lupakan pada Shian.

“Tidak bisakah kakak meminta ayah untuk tidak mengirimku hari ini?” tanya Shian pada Guha yang berdiri di sisinya. “Aku sudah diusir olehnya, tidak mungkin aku kembali sekarang!”

“Menurutku lebih baik kau jujur saja pada ayah,” Guha memberi saran kepada Shian karena ia sama sekali tidak memiliki jalan keluar.

Putra Mahkota dan Jenderal Kun berjalan bersama menuju paviliun Jenderal, di mana saat itu Shian dan Guha berdiri di serambi Paviliun Jenderal. Shian segera menundukkan kepalanya ketika Putra Mahkota dan Jenderal Kun semakin dekat, ia tidak berani menatap mereka. Putra Mahkota berjalan masuk ke dalam Paviliun lebih dulu, sedangkan Jenderal Kun menghentikan langkahnya tepat di hadapan Shian.

“Kau kembali hari ini juga bersama Putra Mahlota!” perintah ayahnya, “semua barangmu sudah dalam perjalanan kemari!”

“Apaa??” Shian terkejut.

“T-tapi..” Shian tidak melanjutkan ucapannya karena ayahnya mengabaikannya. Jenderal Kun masuk ke dalam paviliun, ia tidak ingin mendengar alasan apapun dari Shian.

“Sudah kukatakan, sebaiknya kau jujur saja!” Guha kembali menasehati Shian.

Shian merenungi ucapan kakaknya. Saat ini, memang benar dirinya tidak memiliki jalan keluar sama sekali, selain mengakui bahwa dirinya telah diusir oleh Pangeran Kesebelas dari kediamannya. Selain itu, segala rencananya belum ada satupun yang bisa ia laksanakan karena Raja belum memberikan keputusan kepada ayahnya mengenai permintaan agar Shian bisa membawa prajuritnya ke kediaman Pangeran Kesebelas. Jadi, tidak memungkinkan baginya untuk kembali ke istana sekarang.

Ia menarik napas sedalam mungkin, mengumpulkan keberanian untuk berkata jujur kepada ayahnya. Ia segera masuk ke dalam dan langsung berlutut di hadapan ayahnya, disaksikan oleh Putra Mahkota yang saat itu bersama dengan ayahnya.

"Ayah, aku ingin mengatakan sesuatu!" ucap Shian dalam posisi berlutut.

Jenderal Kun tidak menjawab dan hanya menatapnya sambil menunggu ucapan selanjutnya keluar dari mulut Shian, yang entah alasan apalagi yang akan ia katakan kali ini.

"Se-sebenarnya.." Shian tidak melanjutkan ucapannya, ia sedang mengumpulkan keberanian.

"Aku diusir oleh Pangeran Kesebelas dari kediamannya," lanjutnya Shian dengan suara pelan.

"Apa??" Jenderal Kun membelalakan matanya, mendengar ucapan Shian. Ia sebenarnya sudah menduga bahwa anak bungsunya ini akan membuat masalah di kediaman Pangeran Kesebelas, tetapi ia tidak pernah menyangka bahwa anaknya akan diusir.

Jenderal Kun segera meraih tongkat besar yang tak jauh darinya dan melayangkan pukulan pada Shian. Tidak ada perlawanan apapun dari anak bungsunya itu.

"Jenderal Kun!" panggil Putra Mahkota.

Jenderal Kun menghentikan aksinya. Ia sadar bahwa Putra Mahkota tidak memanggilnya tanpa alasan, tak lain untuk menghentikannya memukul Shian.

"Kau ini!" ucap Jenderal Kun kepada Shian, tongkat yang ia pegang ditangannya segera ia lepaskan hingga jatuh ke lantai. Ia sudah tidak bisa berkata-kata karena ulah Shian, mengingat ia sudah menemui Raja atas permintaan Shian. Entah bagaimana dirinya akan menghadapi Raja jika masalah ini sampai ke telinga Raja.

"Masalah ini.." Putra Mahkota menengahi Jenderal Kun dan Shian, "untuk sementara sebaiknya tidak ada orang lain yang mengetahuinya, dan mengenai Nian, aku akan mengurusnya." Putra Mahkota tidak terkejut mendengar Shian telah diusir oleh Pangeran Kesebelas, sejak mengetahui bahwa Shian tidak berada di Istana, ia sudah menduga inilah yang terjadi. Ini bukan pertama kalinya Pangeran Kesebelas mengusir orang di kediamannya, ini sudah yang kesekian kalinya.

Jenderal Kun bernapas dengan lega karena Putra Mahkota membantunya menangani masalah Shian.

Hari mulai gelap saat Putra Mahkota kembali ke Istana, sementara Shian bersama kedua kakaknya dan para pengawalnya menuju kembali ke rumah mereka. Kedua kakaknya mengikuti perintah Jenderal Kun, yang khawatir bahwa Shian akan menyebabkan masalah lagi. Sepanjang perjalanan, Shian hanya diam, entah sedang menahan sakit di punggungnya atau tengah merenung. Hoya dan Guha saling bertukar pandang, melihat Shian yang diam tak bergeming. 

Selama beberapa hari setelah kejadian di Kamp Militer, Shian mengurung diri di kamarnya. Ia tidak pernah keluar dan hanya menghabiskan waktunya untuk membaca semua buku yang ada di rak. Kejadian di Kamp Militer beberapa hari yang lalu membuatnya sadar bahwa ia sudah melakukan terlalu banyak hal yang seharusnya tidak perlu dilakukannya. Nyonya Kun sebagai ibu Shian sangat khawatir melihat anaknya mengurung diri begitu lama. Setiap kali ia mencoba membuka pintu kamar Shian, hanya mendapat jawaban singkat. 

Pada saat yang sama, Pangeran Kesebelas diam-diam meninggalkan istana melalui jalur yang biasanya ia lalui. Seperti biasa, pakaiannya tidak mencolok dan ia terlihat seperti orang biasa. Kali ini, ia hanya ingin berjalan-jalan untuk menghilangkan rasa suntuknya di istana, terutama di kediamannya yang hanya dihuni oleh dirinya sendiri dan seorang pengawalnya, Ahan. Seandainya Pangeran Kesebelas tidak mengusir Shian, maka kediamannya saat ini seharusnya dihuni oleh tiga orang, termasuk dirinya sendiri. 

Pangeran tiba di Kota Huan, matanya terpaku ke berbagai tempat hingga akhirnya menaruh perhatiannya pada salah satu toko di kota itu. Toko tersebut menjual berbagai macam aksesoris, yang membuatnya teringat pada saat Shian memberikannya sebuah gelang, meskipun pada saat itu ia enggan menerimanya. Pangeran masih menyimpan rasa bersalahnya karena telah mengusir Shian dari kediamannya.

“Apakah anda ingin memberi sesuatu?” tanya Ahan yang berada di samping Pangeran.

Pangeran menggeleng.

Setelah melihat-lihat suasana kota, Pangeran pun memasuki Restoran Teratai. Restoran dua lantai ini juga menjadi tempat di mana shian dan pengawalnya berkumpul. Pangeran memilih untuk berada di lantai dua, tepatnya di serambi restoran, agar bisa melihat pemandangan kota Huan.

"Dengar-dengar, Shian sudah beberapa hari ini tidak keluar dari kediamannya," bisik seseorang di sudut restoran, tanpa sadar suaranya terbawa oleh angin dan sampai kepada Pangeran.

"Apa?!" Wan Feng melayangkan pandangannya ke sekeliling restoran, mencari-cari tahu apa yang terjadi. Seperti biasa, dia mencari Shian di semua tempat yang sering dikunjungi oleh Shian, termasuk Restoran Teratai dan Kedai Arak Embun.

"Menurut kabar dari pelayan kediaman keluarga Kun, beberapa hari yang lalu Shian pergi ke Kamp Militer. Ketika kembali, tubuhnya penuh dengan luka," sambung pelayan Wan Feng, tanpa menyadari bahwa Pangeran sedang mendengarkan pembicaraan mereka.

"Sepertinya dia sangat rajin berlatih. Tidak bisa dibiarkan!" ucap Wan Feng dengan penuh keprihatinan, berpikir bahwa luka yang diderita Shian adalah akibat latihan keras di kamp militer. Namun, yang sebenarnya adalah luka-luka akibat pukulan dari Jenderal Kun.

“Wan Feng, Apa kau tidak punya pekerjaan lain selain mengganggu Shian? jika kau ingin mengetahu seberapa hebat dirimu,  lebih baik pergi menemui ayah shian dan menantangnya.” Ucap seseorang yang duduk di dekat meja wan feng, nada suaranya mencerminkan ejekan.

Wan Feng memalingkan wajahnya Ketika Ayi ikut dalam pembicaraan dan menasihati dirinya ia tidak ingin berdebat dengan Wanita.

Pangeran dan Ahan, yang berada di serambi restoran, masih mendengarkan percakapan antara Wan Feng dan dua bersaudara dari keluarga Noh. Tiba-tiba, perhatian mereka teralihkan oleh kehadiran seseorang di antara kerumunan di jalanan kota Huan. Shian telah keluar dari kediamannya, mengenakan pakaian khasnya yang serba hitam. Di tangan kanannya, ia menggenggam pedang kesayangannya, sementara sesuatu yang dibungkus dengan kain berwarna putih tergantung di punggungnya. Barang yang dibungkus itu panjangnya seperti sebuah tombak.

Wan Feng dengan cepat mendapat kabar bahwa Shian berada di dekat restoran, membuatnya segera beranjak dari restoran dan tak lupa membawa sebuah pedang yang tampak masih baru. Pangeran dengan jelas dapat melihat Wan Feng yang baru saja keluar dari restoran sedang berlari menuju ke arah Shian. Ia segera berdiri memandangi Shian dan Wan Feng yang berada di antara kerumunan di tengah jalan kota Huan.

“KUN SHIAN!!” teriak Wan Feng yang berlari ke arah Shian.

Shian hanya menatap Wan Feng tanpa menghindarinya. Kali ini, ia akan menghadapi Wan Feng.

“Tuan Mudah Wan, berhentilah melakukan hal kekanakan seperti ini!” pinta Shian dengan nada suaranya datar, begitupun ekspresinya.

“Aku ingin kau menerima tantanganku.” Ucap Wan Feng sambil mengarahkan pedang miliknya yang masih berada di dalam sarung pedangnya.

Shian perlahan mengarahkan tangan Wan Feng agar menurunkan pedang miliknya yang diarahkan tepat di depan matanya sambil berkata, “Sangat kekanakan!”

Pertama kalinya bagi Wan Feng melihat Shian menanggapinya seperti ini. Ekspresi dan nada bicara Shian juga berbeda dari biasanya, membuat Wan Feng terkejut. Biasanya, Shian lebih memilih untuk menolak secara halus atau menghindarinya, tidak seperti saat ini.

“Ingin menantangku? Melawan Bei saja kau tidak akan mampu!” ucap Shian membuat Wan Feng tidak bisa berkata apa-apa.

Ucapan Shian tadi sangat menusuk bagi Wan Feng hingga membuatnya terdiam. Ia merasa direndahkan oleh Shian, tapi juga disisi lain dirinya sadar apa yang dikatakan oleh Shian benar adanya. Untuk melawan Bei, pengawal Shian, dirinya belum tentu mampu, apalagi melawan Shian. Selama ini, dirinya hanya ingin mencari cara untuk bisa dekat dengan Shian, niatnya adalah berteman. Akan tetapi, cara yang dilakukannya salah, malah membuat Shian tidak nyaman.

“Dia tampak berbeda,” ucap Yenu pada Ayi. Mereka berdua menyaksikan Shian dan Wan Feng dari serambi restoran, di tempat yang sama di mana Pangeran dan Ahan berdiri.

Pangeran melirik ke arah Yenu yang berada di sampingnya. Ia tidak sadar kapan kedua orang ini berada di dekatnya, mungkin karena dia terlalu fokus melihat Shian dan Wan Feng.

“Mungkin dia ingin membuat Wan Feng sadar.” Ayin menanggapi ucapan kakaknya, Yenu.

Sementara itu, raja telah mengetahui bahwa Pangeran Kesebelas mengusir Shian. Informasi ini disampaikan oleh Pangeran Kelima, yang berniat menjadikan Shian sebagai bawahannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status