Alma tiba-tiba merasa bersalah. Apalagi apa yang dikatakan Firman ada benarnya. Dia sudah lama tidak melayani Firman selayaknya suami istri.
"Apa semua memang salahku ya?" tanya Alma. "Apa karena aku tak memenuhi kewajibannya sehingga Mas Firman kembali seperti ini?" tanya Alma lagi.Dulu Alma masih melayani suaminya saja Firman sudah selingkuh dengan Sania. Apalagi saat ini Alma sudah lama tak menjalankan kewajibannya.Firman keluar dari kamar, dia sudah dandan rapi. Dia sama sekali tak melihat ke arah Alma."Mau kemana, Mas?" tanya Alma."Mau jajan, minta sama istri aja gak dikasih," jawab Firman ketus lalu membuka pintu dan segera pergi menaiki mobilnya.Alma semakin sedih, dia tak mau jika disalahkan lagi. Namun, untuk kembali seperti dulu dia masih bimbang. Dia takut kalau Firman kembali lagi menghianati dia.Firman, hanya ingin membuat Alma merasa bersalah. Dia hanya pergi ke rumah Dewita. Dewita terkejut dengan keSelang beberapa jam setelah Kurnia pulang dari warung, Juragan Marta datang. Kurnia terkejut dengan kedatangan Juragan Marta yang secara tiba-tiba."Maaf juragan, ada apa ya?" tanya Kurnia heran. Kurnia memang punya hutang pada juragan Marta cukup besar tapi belum waktunya jatuh tempo. Jadi tak mungkin jika itu berurusan dengan hutang."Kita bicara di dalam, aku harap kamu setuju," kata Juragan Marta.Mereka lalu masuk ke dalam rumah, Sementara Sania masih di dalam kamar asyik dengan ponselnya."Kurnia, hutang kamu kan banyak. Aku yakin kamu gak akan mampu untuk mengembalikannya. Bagaimana kalau kamu izinkan aku untuk menikah dengan Sania?" tanya Juragan Marta.Kurnia terkejut mendengar tawaran juragan Marta. Memang benar, Kurnia belum tentu bisa mengembalikan hutangnya. Hanya saja dia tak mungkin tega menjadikan Sania sebagai istri ketiga juragan Marta.Sania yang baru saja keluar kamar langsung saja menolak tawaran ju
Alma tak berani melihat lebih jelas lagi, karena dia sudah mengenali siapa pria yang ada di depannya. Pria yang pernah mengisi hatinya saat mereka masih sekolah dulu."Kamu...kenapa nunduk?" tanyanya.Inara yang berada di dekat Alma menyenggol lengan Alma."Ma, kamu diajak bicara Pak Bos," bisik Inara.Perlahan Alma mendongakkan kepalanya, dia tak berani menatap wajah pria yang ada di hadapannya. Ada keterkejutan dari wajah pria itu saat melihat Alma."Kamu, setelah ini ke ruangan saya," ucapnya santai namun tegas."Baik, Pak," ucap Alma.Setelah pria itu pergi, Alma merasa tenang. Namun, dia akan kembali gugup saat nanti bertemu dengannya lagi."Alma, apa kamu mengenal Pak Satria?" tanya Inara. "Dia tadi terkejut saat lihat wajahmu," sambung Inara.Belum sempat Alma menjawab, asisten pribadi Satria memanggil Alma agar masuk ke ruangan Satria. Alma masuk perlahan dengan membuka pintu pelan."Ma
Paginya Alma berangkat kerja seperti biasa, malam nanti Firman akan pulang. Alma merasa tenang karena Satria jarang berada di kantor. Setidaknya dia tidak setiap hari dibuat jantungan."Kalian udah tahu belum, dengar-dengar Pak Satria sekarang akan menetap di kantor ini," kata Desi."Hah, menetap di sini," ucap Alma terkejut.Seketika Desi dan Inara melihat ke arah Alma. Mereka melihat ekspresi Alma yang berlebihan itu."Kamu ngapain kok kaget gitu?" tanya Inara. "Jangan-jangan kamu takut naksir Pak Satria ya," goda Inara."Ah gak ah, kan udah nikah kita," sanggah Alma. Padahal dia memang ketakutan dengan menatapnya Satria di kantornya.Alma kembali fokus ke pekerjaannya. Tidak berapa lama Satria datang. Alma menunduk diam, padahal teman-temannya berdiri memberi hormat.Semua orang menatap aneh pada Alma, hingga Alma sadar karena di senggol Inara. Akhirnya Alma berdiri dan memberi hormat.Setelah kepergian Satri
Pagi itu Alma diantar Mas Firman ke kantor. Ternyata sampai di kantor sudah ada Satria yang menunggu. Alma takut jika Satria akan berbicara macam-macam pada Firman."Maaf, Pak," ucap Alma saat Satria mendekati mereka."Tak apa," ucap Satria. "Oh ini ya suami kamu," kata Satria. "Kenalkan saya Satria, pemilik perusahaan tempat istri anda bekerja!" Satria memperkenalkan diri."Saya Firman, suami Alma," jawab Firman sambil menjabat tangan Satria.Setelah itu Firman pergi, Alma merasa lega. Lalu Satria mengajaknya untuk bertemu klien di luar. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam saja. Sesekali Alma melihat ke arah Satria.Duduk berdekatan dengan Satria membuat Alma menjadi ingat saat dulu. Dimana dia selalu menjemput Alma dengan sepeda motor buntut yang terkadang mogok.Sampai di restoran tempat meeting, Satria mengajak Alma masuk. Meskipun canggung, tetapi dia harus profesional.Di dalam ruangan rapat itu terdapat beberap
"Ada apa, Sania?" tanya Firman sambil melepaskan pelukan Sania karena ada Alma mendekatinya."Mas, tolongin Sania! Ibu punya hutang sama juragan Marta, udah jatuh tempo," jawab Sania."Memang berapa hutang Bu Kurnia?" tanya Firman."Katanya 30 juta, Mas. Tolong aku, Mas!" Pinta Sania.Firman menoleh ke arah Alma, namun Alma tak memberi jawaban apa-apa. Uang 30 juta bukan jumlah yang sedikit. Apalagi mengingat perbuatan mereka Alma masih sakit hati."Sania, maaf ya aku gak punya uang sebanyak itu," ucap Firman."Mas, ayolah tolong aku! Aku gak mau kalau sampai nanti di nikahkan sama Juragan Marta," kata Sania memelas.Firman merasa tak tega melihat Sania yang tampak sedih. Biar bagaimanapun, Sania pernah mengisi hatinya.Akhirnya Firman menemui Juragan Marta, Alma tak mau ikut serta. Dia memilih untuk di rumah saja."Maaf juragan, apa tidak ada cara lain lagi," kata Firman."Tidak ada, Kurnia su
Firman merebut surat itu dari tangan Alma, dia terkejut saat tahu jika benar Sania tengah hamil. Dia merasa kalau Sania telah membohongi dia."Tidak mungkin, kamu pasti bohong. Dia tak mungkin anakku," bantah Firman. "Jangan membuat fitnah kamu!" bentak Firman."Mas, aku gak bohong. Ini anak kamu, Mas," ucap Sania menangis di depan Firman dan Alma. "Aku harap kamu mau menikahi aku sebelum perutku membesar," kata Sania."Aku tak akan mau mengakui anak itu," kata Firman. "Alma, kamu jangan percaya pada Sania. Dia pasti membohongi kita," kata Firman membela diri."Selesaikan urusan kalian, Mas!" pinta Alma lalu pergi begitu saja.Di saat Alma sudah memberikan kesempatan kedua pada Firman justru Alma mengalami sakit hati lagi. Rasanya dia tak bisa bila harus dimadu. Namun, jika benar itu anak Firman dia juga tak sanggup untuk mengabaikannya.Sementara Firman dan Sania di ruang tamu tengah beradu mulut. Firman mengelak jika itu buah h
Wibowo mengajak Sania untuk bertemu secara diam-diam. Dia tak mau jika Firman atau yang lain tahu."Ada apa, Om? Apa Om sudah berhasil membujuk Mas Firman?" tanya Sania berharap lebih. "Firman tak merasa itu anaknya. Jadi dia pantas kalau tidak mau bertanggung jawab. Aku akan beri kamu yang, tapi aku mau kamu gugurkan kandungan itu," kata Wibowo.Di luar dugaan, Sania tak mau menggugurkan kandungannya. Dia hanya ingin agar Firman bertanggung jawab atas kehamilannya."Berapapun uang yang kamu mau akan aku berikan. Asalkan kamu gugurkan kandungan kamu dan pergi dari kehidupan Firman," ucap Wibowo lagi."Tidak, aku tidak mau, Om. Aku hanya ingin tanggung jawab Mas Firman," bantahnya. "Apalagi sudah banyak yang tahu kalau aku hamil anak Mas Firman, tak mungkin aku melakukan hal itu," bantah Sania dengan berani."Maaf kalau kamu gak mau, terpaksa aku menggunakan cara lain," ucap Wibowo. "Pikirkan dulu tawaranku tadi," kata Wibowo lal
Sania dibopong oleh pria itu menuju mobil. Belum sempat dibawa pergi pembantu Alma melihat aksi pria itu."Hey siapa kamu," teriak pembantu Alma yang sedang membuang sampah di depan rumah. "Tolong...tolong...," teriak Pembantu Alma sembari mendekati pria itu dan memukulnya dengan sapu.Beberapa warga mulai berdatangan, sehingga pria itu terpaksa melepaskan Sania dan kabur dengan mobilnya. "Ada apa, Bi?" tanya seorang pria."Ada yang mau nyulik Sania, lihat Sania tak sadarkan diri. Sepertinya dia kena bius," jawab Pembantu Alma.Karena rumah Sania sepi, maka Pembantu Alma membawa Sania ke rumah Alma. Sania tak kunjung sadar sehingga membuat pembantu Alma panik."Kenapa gak sadar sih ini orang? Jangan-jangan mati," ucapnya sambil mondar-mandir.Hari sudah sore, sampai Alma pulang ternyata Sania belum juga bangun. Alma merasa aneh saat melihat Sania berada di rumahnya dalam keadaan tak sadar."Bi, dia kenapa di si
Sudiro dengan terpaksa menceraikan Sania, meskipun begitu Sudiro masih memberi Sania sebagian hartanya. Namun, Sania justru menolak pemberian Sudiro."Aku tak pantas mendapatkannya, berikan saja pada anakmu," kata Sania.Setelah surat gugatan sampai di tangan Sania, Sania memutuskan untuk pindah ke rumah Kurnia lagi bersama Ibra. Sania akan menjalani hidup berdua saja dengan Ibra. Dia ingin menjadi Ibu yang baik untuk Ibra mengingat dulu dia tak pernah mengurus Ibra.Sementara itu, kesehatan Firman memburuk. Dia menderita penyakit lambung. Pagi itu dia di temukan tak berdaya oleh anak buah bosnya. Bukan dibawa berobat, Firman justru di buang di pinggir jalan."Buang saja dia, gak ada gunanya lagi," kata Bosnya.Mereka membawa Firman dengan mobil saat malam hari. Dan meninggalkannya di jalanan yang sepi."Jangan buang aku!" lirih Firman.Mereka mengabaikan Firman dan meninggalkan Firman sendirian. Firman yang merasakan sakit di perutnya mencoba untuk berjalan mencari tempat istirahat.
Sampai di rumah sakit, Alma sudah masuk ruangan bersalin. Satria segera masuk untuk mendampingi Alma. Satria tak akan membiarkan Alma di dalam sendiri.Tidak berapa lama, Suara tangis bayi terdengar. Bayi laki-laki lahir dengan lancar dan sehat. Satria mengumandangkan adzan di telinga sang buah hati.Sebagai orang tua baru, Satria sangat antusias dalam menjaga buah hatinya. Bahkan dia tak mengizinkan Alma untuk melakukan aktivitas rumah tangga lagi."Sayang, apa kira perlu baby sitter?" tanya Satria setelah mereka pulang dari rumah sakit."Gak usah, aku sudah biasa melakukannya sendiri," jawab Alma.Dulu saat melahirkan Naomi, dia menjaga dan merawat Naomi sendiri. Firman gak mau jika mereka menggunakan jasa baby sister. Apalagi saat ini marak dengan kabar yang beredar balita di aniaya baby sisternya, hal itu membuat Alma takut."Aku ingin menikmati menjadi ibu, mengasuh dan merawat anakku," kata Alma."Iya benar, tapi aku tak mau kamu kecapean. Paska melahirkan itu sangat melelahkan,
Sania dilarikan ke rumah sakit, lukanya sangat parah. Sudiro menemani Sania dan menunggunya di depan ruang operasi. Satria dan Kurnia datang bersamaan."Dengan keluarga Ibu Sania?" tanya Dokter."Iya, Dok. Saya suaminya, Dok," jawab Sudiro."Keadaan Bu Sania sangat mengkhawatirkannya, Pak. Janin yang ada di dalam kandungannya tidak bisa tertolong. Dan karena lukanya sangat parah rahimnya harus di angkat segera," kata Dokter.Mendengar hal itu, Sudiro langsung lemas. Dia takut mengambil keputusan yang salah."Ini surat yang perlu ditanda tangani, Pak. Supaya segera kami angkat rahimnya, semua demi kebaikan Bu Sania," kata Dokter."Sudiro, lakukan saja. Yang penting saat ini nyawa Sania tertolong," kata Kurnia."Bagaimana kalau nanti dia marah, Bu. Dia sangat menginginkan kehamilan ini," kata Sudiro."Dia sudah punya Ibra. Untuk apa punya anak lagi. Semua demi kebaikan dia, ayo tanda tangani," kata Kurnia.Berkat dorongan Kurnia, Sudiro menandatangani surat itu. Dan operasi segera dilak
"Selamat, Pak. Istri anda hamil," jawab Dokter.Sudiro terkejut sekaligus bahagia, akhirnya apa yang diinginkan Sania terkabul. "Di kehamilan trisemester pertama, Ibu hamil memang mudah sekali capek. Jadi saya sarankan untuk tidak melakukan aktivitas yang membuat lelah," lanjut Dokter.Dokter meminta Sudiro menemui Sania, di dalam Sania tampak senang sekali. Apa yang dia harapkan telah menjadi kenyataan."Aku hamil, Mas," kata Sania."Selamat ya, Sayang," ucap Sudiro."Mas, aku mau minta hadiah," kata Sania. Sikap manjanya seketika dia tunjukkan pada Sudiro. Sudiro hanya menganggukkan kepala."Aku mau sebagian harta kamu nantinya akan menjadi milik anak kita," kata Sania.Sudiro terkejut, pasalnya semua harta sudah 3/4 milik Satria. Namun, dia masih punya seperempatnya lagi."Ya," ucap Sudiro.Setelah itu mereka diperbolehkan pulang, Sania harus banyak istirahat agar kehamilannya tidak mengalami masalah.Seminggu setelah pulang dari rumah sakit, Sania meminta agar Sudiro memberikan s
Setelah mendapatkan uang dari Naomi, Firman segera pergi ke club'. Dia menghabiskan uang itu untuk bersenang-senang."Enak sekali ternyata hidupku ini," kata Firman.Firman mabuk berat, dia pulang dengan mengendarai sepeda motor. Firman tidak dapat menguasai diri, dia menabrak sebuah mobil yang melintas dari arah lain.BraaaakkkkFirman jatuh terguling di aspal, dia langsung tak sadarkan diri. Pemilik mobil langsung saja melarikan diri. Suasana jalan saat itu sangat sepi.Paginya saat tersadar, Firman berada di sebuah rumah sakit. Dia hanya bisa menggerakkan matanya namun susah untuk berbicara."A...A..ku d..i...ma...na...?" tanya Firman ."Pak Firman berada di rumah sakit, kami sudah memberi kabar pada keluarga Pak Firman," jawab perawat.Tidak berapa lama pintu terbuka, Firman kira itu adalah orang tuanya ternyata dokter datang memeriksa keadaannya.Keadaan Firman sangat memprihatinkan, dia susah berbicara dan kakinya satu terpaksa diamputasi karena lukanya sudah sangat parah. Denga
Satria merasa aneh dengan sikap Naomi, dia menjadi pendiam sejak Firman di pecat. Bahkan Naomi jarang berbicara dengan Satria."Naomi, bagaimana sekolah kamu?" tanya Satria."Alhamdulillah baik," jawab Naomi singkat."Kamu kenapa kok jadi pendiam seperti itu? Apa ada masalah? Kalau ada cerita sama Papa," kata Satria.Naomi menggeleng, setelah sampai di depan gerbang Naomi segera turun dari mobil dan berjalan ke sekolahannya. Satria segera pergi, namun ada panggilan sehingga dia berhenti di dekat sekolahan Naomi.Saat Satria menerima panggilan, dia melihat Firman ke arah sekolahan Naomi. Dia menelfon sembari melihat ke arah Firman berada. Tidak berapa lama Naomi datang dia mendekati Firman.Satria yang merasa penasaran langsung mengakhiri panggilannya dan mendekat. Namun, dia bersembunyi agar Naomi dan Firman tidak tahu."Sayang, Mana uang yang Papa minta?" tanya Firman. Satria yang mendengar pertanyaan Firman, terkejut sekali."Ini, Pa. Ini terakhir kalinya ya, Pa. Naomi tidak mau men
Safira melihat Maisya datang, dia tampak senang sekali."Safira...Safira...jangan melamun," panggil Dimas.Seketika Safira tersadar, ternyata dia hanya mengkhayal kalau Maisya datang. Dia tampak kecewa karena anak semata wayangnya tidak hadir."Aku kepikiran Maisya, Mas," ucap Safira."Kamu kan bisa hubungi dia, aku juga merasa khawatir. Sepertinya suaminya tidak ingin Maisya menemui kita," kata Dimas.Acara tujuh bulanan Alma segera di mulai, mereka maju ke depan mengikuti serangkaian acara. Banyak para tamu yang datang, mereka rata-rata kenalan dari Sudiro dan Satria.Sementara itu, Maisya di rumah hanya bisa mengkhayal. Mengkhayal bertemu kedua orang tuanya. Dia sudah merindukan kedua orang tuanya. Walaupun dia sering berkomunikasi tetapi beda jika bisa bertatap muka.Khayalan memang lebih indah dibandingkan kenyataan. Karena khayalan sesuai dengan apa yang kita inginkan."Maisya, jangan harap kamu bisa hadir di acara Alma," kata Satya. "Perutmu mulai membesar jadi kamu harus diam
"Aku gak mau ikut papa," ucap Naomi sambil menarik tangannya dan berlari ke arah Alma.Firman mengejar Naomi, namun ditahan oleh Satria."Kamu dengar sendiri, Naomi tidak mau ikut dengan kamu. Kamu tidak sadar kalau tadi kamu telah bersikap kasar padanya," kata Satria.Firman tetap tak terima dia mendekati Naomi yang berdiri di belakang Alma. Dia menarik tangan Naomi tetapi anak itu enggan ikut dengannya."Firman, hentikan," teriak Sudiro."Tidak ada yang bisa menghalangi aku, Naomi anakku. Aku berhak atas dia," ucap Firman marah. "Kalian semua tidak siapa-siapa bagi Naomi, aku adalah Papanya. Kalian hanya orang lain yang berada di hidup Naomi," kata Firman."Tapi aku Mamanya, aku yang melahirkan dia. Jadi aku yang lebih berhak atas Naomi. Pengadilan sudah mengesahkan hak asuh Naomi padaku, kalau kamu mau ambil Naomi kita tempuh jalur hukum," kata Alma."Tidak perlu, aku akan bawa dia," kata Firman.Firman dengan kasar mendorong Alma, Satria langsung saja membantu Alma gar tidak trler
"Ma-maafkan aku, Mas," ucap Sania. "Aku memang bukan ibu yang baik untuk Ibra tetapi aku akan berusaha memperbaiki diriku. Aku akan berusaha untuk menjadi ibu yang baik pada anak-anakku," kata Sania sedih."Aku tidak mau kalau sampai anakku nanti bernasib sama seperti Ibra. Kamu harus membawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro."Iya, Mas," ucap Sania.Sania senang Sudiro mau menerima kehadiran Ibra. Sania semakin mantap untuk merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik.Makan malam usai, mereka kembali ke kamar hotel untuk istirahat. Besok pagi mereka akan kembali ke rumah."Sebelum pulang ke rumah, kita ke rumah ibumu. Kita bawa Ibra ke rumah kita," kata Sudiro. Sania hanya mengangguk, dia terharu sekali.Sementara itu, Alma mulai gelisah. Naomi tak mau tidur ditemani Alma. Dia memilih untuk tidur sendiri saja."Mama sama Om Satria aja, aku berani tidur sendiri. Selama ini Mama kan lupa sama Naomi," kata Naomi.Sedih hati Alma mendengar apa yang Naomi katakan. Padahal selama ini Alma ya