Share

Penghinaan Bertubi-tubi

Sesuai kesepakatan, Adimas dan Karina akan tetap tinggal bersama Markus dan istrinya di rumah keluarganya. Alasannya adalah agar mereka bisa memantau langsung perkembangan Adimas. 

Kini, pertanyaan dan peringatan dari David masih mengiang-ngiang di kepala Adimas. Hingga ketika keduanya tiba di rumah, Karina langsung pergi ke kamar untuk beristirahat, sementara Adimas masih merenungi pertanyaan yang sama. 

"Ada apa, Adimas?" Siska, ibu Karina, tiba-tiba datang dan menghampiri Adimas yang menunjukkan wajah serius. Wanita itu juga berada di tempat pernikahan mereka dan sudah mengganti busananya dengan pakaian yang lebih santai. 

Adimas belum terlalu mengetahui seluk-beluk keluarga ini, tetapi sejauh ini, Siska menunjukkan sikap yang baik. 

Adimas menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya tiba-tiba penasaran. Bagaimana awal mula Karina bisa menjadi seperti ini?” tanya pria itu. 

Sejak awal, Markus dan Bella hanya terus meyakinkannya bahwa Karina menjadi seperti ini karena David. Namun, apa yang dilakukan David sampai Karina nyaris kehilangan akal sehat? Dan, mengapa David justru memperingatkan dirinya akan keluarga ini?

Kecurigaan Adimas semakin beralasan saat wajah Siska tiba-tiba berubah. Menjadi tegang dan janggal. Ia yang baru saja duduk pun langsung kembali berdiri dengan resah. 

“Sepertinya, sudah saatnya kita memandikan Karina!” ucap Siska, mengubah topik secara tiba-tiba. Ia langsung berlalu pergi, dan Adimas tidak bisa mencegahnya, tetapi ia akan menyimpan ini untuk diselidiki. 

Bella membantu Adimas menceritakan bagaimana biasanya kakaknya mandi. Rupanya, masih sama seperti orang biasa. 

"Kakak sudah tidak mandi selama berhari-hari. Tidak ada satu pun dari kami yang bisa memandikannya,” tutur Bella seraya membimbing Adimas ke kamar Karina. 

Alis Adimas mengernyit. Tidak heran jika rambut Karina terlihat begitu kusut.  Ia tidak akan heran jika Karin bahkan tidak mandi pada hari pernikahannya. 

“Mengapa?” Adimas bertanya. 

Bella menunjukkan senyum yang mencurigakan. “Kau akan segera mengetahui alasannya.” 

Pintu terbuka dan memunculkan sosok Karina yang tengah memandang keluar jendela seperti biasa. Adimas menyiapkan air hangat di bath tub sebelum mulai menghampiri gadis itu. 

"Karina …,” panggilnya dengan lembut. 

Tiba-tiba ….

PLAAKK 

Adimas kembali ditampar oleh Karina. Bahu Adimas sedikit terlonjak kaget, tetapi raut wajahnya tidak berubah. Sepertinya, ia akan terbiasa dengan tamparan dari seorang wanita. 

"Maaf, apakah aku mengejutkanmu? Kita harus membersihkan dirimu,” tutur Adimas dengan lembut. Berusaha membujuk dengan kasih sayang. "Aku sudah menyiapkan air hangat agar kau menjadi rileks. Ayo, aku bantu naik ke bath tub.” 

Dengan gerakan amat perlahan, Adimas mulai menyentuh bahu lemah Karina dan ….

PLAAKKK 

Adimas kembali ditampar. Kali ini, lebih kuat. Tidak hanya itu, Karina juga menepis tangannya dan membelalak takut ke arah Adimas. 

"Jangan mendekat! Jangan menyentuhku! Pergi! Pergi!" Karina menjerit-jerit. 

Adimas terkejut. Ini adalah kalimat pertama yang ditunjukkan kepada Adimas dan gadis itu tampak amat ketakutan. 

Ia terus berjalan mundur seraya memeluk dirinya sendiri seakan berusaha menenangkan diri. 

"Aku tidak akan menyakitimu. Aku janji. Aku hanya ingin membantumu. Aku akan melakukannya perlahan.” Adimas kembali membujuk dengan lemah lembut. 

"Tidak! Pergi!" bentak Karina dengan nada tinggi. Ia masih berjalan mundur hingga makin lama mendekati bath tub khusus itu. 

Kebetulan sekali, airnya sudah cukup dan Adimas amat berharap Karina akan terus berjalan mundur hingga tiba di bath tub. 

Benar saja, Karina berhenti karena terpojok dan tanpa sadar tubuhnya jatuh ke dalam bath tub berisi air hangat tersebut. Adimas langsung memanfaatkan kesempatan emas dan berharga seperti ini. Dengan cepat dan perlahan ia menghampiri Karina. 

"Gadis pintar. Sekarang, kita harus membersihkan rambutmu terlebih dahulu,” ujar Adimas, mulai membasahi tangannya dan ia sudah mengeluarkan samponya saat tiba-tiba sebuah tamparan kembali mendarat di wjah Erina. 

PLAAKK! 

Pipi Adimas terasa panas, tetapi pria itu berusaha keras untuk tetap tersenyum menghadapi ujian ini hingga tiba-tiba Karina bangun dan berjalan cepat keluar ruangan. 

“Gawat! Dia melarikan diri!” gumsm Adimas, “Seseorang, bantu aku!!” ujarnya sembari bergegas pergi. 

Karina berlari sangat cepat. Dalam kondisi setengah basah, ia membuat rute yang dilaluinya menjadi becek dan Adimas mengikuti jejaknya. Hingga Karina berjalan cepat menuju luar dan saat Adimas menyusul, ia sudah melihat David dan Kamala di sana. 

“Dia mengejutkanku! Penampilannya semakin mirip dengan orang gila!” kecam Kamala yang dengan erat menggenggam tangan David yang kini berstatus sebagai suaminya. 

Karina mendengarnya, tetapi dia tidak bereaksi. Matanya tertuju pada David seorang. 

"David! David!" Karina memanggil-manggil seraya berjalan mendekatinya. Kedua tangannya terulur untuk menyentuh pria itu. 

Akan tetapi, Kamala menghempasnya begitu saja dan mendorong tubuh Karina menjauh.

"Berhenti memanggil-manggil kekasihku! Akh!" Kamala terkejut saat tiba-tiba Karina melompat ke arahnya dan seakan ingin membalas perbuatannya. 

"David! Jauhkan gadis gila ini dariku!" jerit Kamala dengan panik. 

Mendengar itu, David langsung menarik bahu Karina dan mendorong tubuh gadis itu. Ia mendorongnya dengan cukup kuat hingga tubuh Karina terhempas di tanah. 

Adimas melihatnya dan dia sedikit terhenyak melihat Karina hanya menerima perlakuan kasar itu tanpa memprotes. Apakah Karina begitu cinta hingga menerima saja saat diperlakukan kasar oleh pria berengsek itu? 

Adimas melangkah maju dengan kesal. "Apa yang kau lakukan?! Jangan menyentuhnya!" sergah pria itu.  

"Kekasih gilamu yang menyentuh kekasihku lebih dulu!" David membalas dengan tidak kalah sengit. Ia memandang hina pada Adimas yang rela berlutut di sisi gadis berpenampilan berantakan itu. 

Adimas mengecek kondisinya. Tidak ada luka ataupun lecet. Syukurlah. Adimas mengembuskan napas lega. Ia mungkin akan langsung menghajar David jika Karina terluka meski sedikit.  

"Apa-apaan ini, Adimas? Mengapa penampilanmu seperti ini? Kau benar-benar menjadi pengasuh wanita gila ini?!" Kamala bertanya. Ia memandang dengan tidak percaya pada Adimas yang mengenakan kaus dan celana jins lusuh, penampilan yang biasa ia tunjukkan saat berada di rumahnya. 

"Dia adalah istriku, jangan menyebutnya sebagai wanita gila! Aku memperingatkanmu,” kecam Adimas dengan serius. Ia menatap pasangan itu bergantian. "Apa yang kalian lakukan di sini?"

Kamala tersenyum sinis dan mendelik tidak senang. Nada bicaranya terdengar sedikit kasar saat ia menjawab, "David bilang ada sesuatu yang harus dia kembalikan." 

Saat itu, David mengeluarkan kantong yang dibawanya dan menumpahkan semua barang di dalamnya kepada Karina begitu saja. 

"Ini milikmu, Karina! Aku kembalikan! Aku tidak akan menyimpan apa pun pemberianmu," ucap David dengan raut menyeringai. 

Tatapan Adimas menjadi lebih tajam. Tidak seperti dirinya yang selalu mendapat tamparan, Karina bahkan tidak menolak saat David memperlakukannya dengan kasar. Apakah sebesar itu cinta Karina pada laki-laki berengsek itu? 

"Lepaskan dia!" sergah Adimas. "Bisa-bisanya kau bersikap kasar pada gadis yang pernah menjadi kekasihmu!" kecamnya dengan rahang mengeras dan mata menatap tajam.  

"Kau membelanya?" Kamala bertanya dengan tidak percaya, kemudian menyeringai tipis. "Kalian benar-benar serasi. Benar-benar pasangan gila!" hinanya dengan senyum penuh kepuasan. 

"Sudah, ayo kita pergi dari sini, David. Lama-lama, kita bisa ketularan gila seperti mereka,” ejek Kamala dengan kasar. Ia menggandeng mesra tangan David, kemudian mengajaknya beranjak pergi. 

Tahu-tahu Karina bergerak dan langsung memeluk kaki David begitu saja. Membuat semua orang terkejut, bahkan Adimas tidak menyangka Karina akan melakukan hal senekat itu. 

"Lepaskan aku! Lepaskan!" sergah David dengan panik seraya menggerakkan kakinya berusaha melepaskan diri. Kamala turut memandang ke arah Karina dengan sorot kesal. Tidak terima suaminya disentuh begitu saja.

Akan tetapi, Karina tidak langsung melepaskan. Gadis itu bersikeras memeluk lutut David untuk menahannya agar tidak pergi. Adimas berlutut di sisinya dan berbisik pelan.  

"Jangan lakukan ini, Karina. Kita harus membiarkan mereka pergi. Dia bukan lagi David yang kau cintai," bujuknya dengan lembut. 

Perlahan, Adimas menyentuh tangan Karina dan berusaha melepaskannya. Karina menurut meski setetes air mata lolos membasahi pipinya. Kamala mendengkus tidak percaya. 

"Ternyata orang gila bisa menangis juga," sindirnya, kemudian melenggang pergi meninggalkan keduanya. 

Rintik-rintik hujan mulai jatuh membasahi bumi, semakin lama semakin deras. 

"Kita harus segera ke dalam Karina," ucap Adimas pada Karina yang masih berlutut di tanah. 

Gadis itu tidak bereaksi. Bahkan, bibirnya tidak terbuka, tetapi Adimas bisa melihat air mata yang menyatu dengan air hujan. 

Pada akhirnya, Adimas bergegas pergi untuk mengambil payung yang tersedia di sisi pintu. Saat itu, ia melihat Markus, Bella, dan Siska berada di sana. Tampaknya, mereka menyaksikan semuanya dan alis Adimas mengernyit heran. Mengapa mereka hanya diam saja saat putrinya direndahkan? 

Adimas berjalan kembali dan memayungi Karina serta dirinya di bawah derai hujan. Menit demi menit, Adimas menunggu dengan sabar, tanpa memprotes. 

Hingga beberapa saat kemudian, akhirnya Karina tergerak untuk menoleh ke arahnya. 

Adimas menyambutnya dengan senyum hangat. "Kamu sudah selesai? Sekarang, ayo kita kembali ke dalam. Nanti kamu bisa sakit," tuturnya. 

Ia berlutut dan merangkul tubuh Karina untuk membantunya bangun. Karina tidak menolak. Ia menurut saat Adimas membimbingnya masuk. 

“Setelah ini, kamu harus mandi, ya? Seluruh tubuhmu basah. Kau bisa sakit jika tidak mandi. Aku akan membantumu.” Adimas membujuk dengan lembut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status