"Kak, katakan, apa yang terjadi?" "Arra, setelah kamu kecelakaan, kamu mengalami pendarahan hebat. Sehingga janin kamu tak bisa diselamatkan."Mendengar penjelasan kak Adi, aku serasa tak percaya, walaupun aku telah menduganya."Tidak kak, anakku tidak mungkin pergi, kakak pasti salah,"Aku menangis terisak, betapa sakit rasanya, aku harus kehilangan anakku yang masih dalam kandungan. Ya tuhan, kenapa bisa seperti ini, mungkinkah ini karma untukku, dulu aku hampir melenyapkannya, dan kini anakku benar benar pergi, disaat aku mulai menerimanya."Arra, kamu yang sabar ya, semua sudah kehendaknya, mungkin dia sudah bertemu Hani di alam sana," kata kak Adi.Kutarik nafas panjang, lalu kuhembuskan perlahan, aku berusaha untuk lebih tenang. Aku harus ikhlas, ini memang sudah kehendaknya, dia anakku yang tak kuinginkan kehadirannya dulu, tapi karena kak Hani yang menginginkannya untuk merawatnya, aku mencoba mempertahankannya, kini dia telah pergi, menyusul kak Hani.Air mataku tak dapat t
"Ra, mungkin nanti aku pulangnya agak telat, kamu jangan lupa makan, jangan lupa minum obatnya juga ya," Pamit kak Adi."Iya kak, hati hati ya." balasku.Sudah tiga hari sejak kepulanganku dari rumah sakit, kak Adi dengan telaten merawatku, sekarang aku merasa sudah lebih baik. Hari ini kak Adi kembali masuk kerja, kak Adi bilang, rumah sakit lagi banyak pasien, tenaga kak Adi sangat dibutuhkan, mungkin ini alasannya kak Adi akan telat pulang.Tok!Tok! Tok!"Masuk aja Bik," Kataku, saat kudengar pintu kamarku di ketuk."Permisi Non, itu didepan ada tamu Non, katanya mau ketemu."Tamu, mau ketemu, aah pasti bukan denganku, paling juga temannya kak Adi."Bik, kak Adi kan lagi nggak dirumah, bilang aja kak Adi belum pulang." "Katanya mau ketemu Non Arra kok," ucap si bik Inah."Ketemu aku Bik?""Iya Non, ya sudah Bibi pamit dulu ya," Bik Inah langsung keluar begitu saja.Siapa ya? lebih baik aku tengok dulu, tapi kalau itu Andre bagaimana? Tapi nggak mungkin, kata Bibi si Andre kan u
"Aku ingin pulang Kak,""Apa Ra?!" kak Adi terkejut mendengar keinginanku."Iya Kak, aku ingin ketemu dengan mereka, aku kangen mereka kak," ucapku lirih.Kak Adi hanya menatapku, seraya mengela nafas panjang. Sepertinya dia sedang berpikir."Ra, kita bicarakan lagi nanti ya? Sekarang aku berangkat dulu, nanti aku akan pulang cepat. Kamu jangan kemana mana, tunggu aku pulang!" Kak Adi langsung pergi setelah berkata begitu. Aku akan tunggu kamu pulang kak, semoga saja kamu mengerti keinginanku, aku bukan hanya ingin pulang kerumah orang tuaku saja, tapi sekaligus ingin pergi dari kehidupanmu, aku tak mau lagi menjadi beban bagimu kak, lebih baik kita tak bersama, biar kita sama sama bebas melangkah tanpa ada yang menghalangi.Ting.Pesan notifikasi terdengar di ponselku. Segera kuraih ponselku diatas nakas, siapa tau itu pesan dari kak Adi.[ Ra, ini aku, Angga, kamu lagi apa?][Maaf ya, kalau aku mengganggu]Mas Angga, darimana dia tahu nomorku. Sejak kak Hani membelikan ponsel bar
"Apa kau bahagia, jika berpisah denganku?" Pertanyaan kak Adi membuatku bingung. Bahagia katanya, dengan atau tanpa dia pun, perasanku tetap sama. Aku tidak pernah merasa bahagia. "Setidaknya, aku tidak membuatmu repot Kak." jawabku apa adanya."Ra, aku ini suamimu, sudah sepantasnya, aku menanggung semua kebutuhanmu, jadi jangan jadikan itu sebagai alasannya." "Kak, kita suami istri hanya diatas kertas, nyatanya hubungan kita tak lebih hanya sebatas kakak beradik saja, iya kan?"Tak kuhiraukan lagi rasa sakitku, aku ingin meluahkan perasaan ini, yang selama ini menyiksaku."Iya Ra, memang ku akui, aku belum bisa menjadi suami yang baik buat kamu. Tapi tolong, jangan lagi katakan, kalau kamu ingin pisah denganku," kak Adi menggenggam erat tanganku."Terus aku harus bagaimana kak? "Aku capek hidup begini terus, kenapa sih kak, dulu nggak biarin aku mati saja." Aku benar-benar kecewa dengan nasibku ini."Ra, aku ingin kamu tetap disini, menjadi pendampingku, menjadi istriku selamany
"Ra, aku boleh tanya sesuatu nggak?" Ucap kak Adi sembari menatapku."Kakak mau tanya soal apa?" Aku pura pura bersikap biasa, padahal hatiku berdebar tak menentu, melihat tatapannya."Ra, apa kamu menyukai Dokter Angga?"Aku terkejut mendengar pertanyaan kak Adi, aku kira kak Adi akan menanyakan tentang perasaanku padanya, tapi malah soal mas Angga."Kak, bisa nggak sih jangan bahas Mas Angga, aku lagi males ngomongin orang lain," Kuharap kak Adi lebih peka dengan jawabanku ini, ya aku hanya ingin ngomongin tentang kita, tentang aku dan kak Adi."Maaf Ra.""Kak, sekarang aku yang tanya, bolehkan?" Kuberanikan menatap wajah kak Adi, pria yang sudah kembali membuatku jatuh cinta, pria tampan dengan hidung yang mancung serta mata yang indah, aku berharap dapat memilikinya, untuk selamanya."Mau tanya apa Ra?"Kak Adi balas menatapku, kali ini lebih mesra, ya ampun detak jantungku semakin tak beraturan."Kamu mau tanya apa? Kok malah diam sih?" Ucapnya seraya memencet hidungku."Iih sa
"Minta apa Kak? Jangan mesum deh," ujarku merasa sedikit takut. Takut kak Adi berbuat sesuatu di luar batas, bukannya apa, ini kan temodt terbuka."Nggak sayang. Masa di sini mesum. Mesumnya nanti saja, kaldu sudah di ksr," bisik kak Adi tepdt di telingaku. Membuat bulu kuduku terasa merinding."Kak, serius ya," pintaku sedikit cemberut. "Iya sayang, kali ini aku serius. Aku ingin, kau tidak lagi memanggilku kakak, tapi panggil Aku Mas, oke!" ucapa kak Adi, menatapku serius. "Hemm, baiklah Kak. ehh maaf, Mas." balasku sambil terkekeh. Ya, jujur aku merasa lucu saja, mungkin karena belum terbiasa.Hari ini, aku benar benar merasa sangat bahagia, sepanjang perjalanan pulang, kita selalu bergandeng tangan, tak perduli walau berpapasan dengan orang lain, toh mereka juga pernah merasakannya. Merasakan yang namanya jatuh cinta.Sampai didepan rumah, kami dikejutkan oleh kehadiran Mas Angga. Mungkin dia mau mengajakku jalan jalan, seperti janjiku tadi pagi, duh maaf yak kak, kalau aku
"Mas Adi?" ucapku lirih.Ya ampun, sejak kapan mas Adi tidur disini, kok aku sampai tak tahu kehadiran mas Adi.Ku lepaskan tangan mas Adi perlahan, lalu segera bangun dari tidurku. Kubuka jendela kamar, rupanya hari sudah pagi, namun sepertinya mas Adi masih terlelap. Sepertinya dia kelelahan.Ku selimuti kembali tubuhnya, sambil sesekali, aku memandangnya. Sekalipun mas Adi sedang tidur, dia tetap terlihat sangat tampan, tak hanya wajah tampan, dia juga sangat perhatian, betapa bahagianya hatiku saat ini.Puas memandang suamiku, aku berniat untuk mandi, namun tiba tiba mas Adi terjaga. "Mau kemana sayang?" Tanya mas Adi."Aku mau mandi Mas," Jawabku jujur."Sini Ra, Mas kangen tau," Mas Adi menarik tanganku, hingga aku terjatuh dipelukannya.Jantungku berdetak kencang, aku takut mas Adi, akan melakukan sesuatu padaku. Ya, aku merasa belum siap."Mas, aku..."Ssstttt, jangan banyak bicara,"Ucapnya seraya meletakan jarinya di bibirku.Aku hanya terdiam, sembari menatap mas Adi."Ra
"Ra, kamu kenapa? apa aku menyakitimu?" Mas Adi terlihat seperti merasa bersalah. Aku menarik nafas panjang. Ada rasa sesak yang mengganjal di hatiku. "Mas, apa kamu tidak menyesal, telah menikah denganku?" pertanyaan ini yang selalu melintas di kepalaku. "Kenapa bertanya begitu sayang?" Mas Adi menggengam erat tanganku. "Mas, aku bukan wanita baik-baik, aku merasa tidak pantas, untuk mendampingimu," ujarku lirih. "Ra, tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga, aku dan dirimu. Aku mencintaimu tulus, jadi mulai sekarang, lupakan masa lalu, kita mulai semuanya dari awal, kamu mengerti." "Iya Mas. Maafkan aku ya," Aku sangat terharu, mendengar ucapan mas Adi. Ya, semoga saja, mas Adi memang, tulus menerimaku.*** "Ra, boleh Tante minta sesuatu sama kamu?" tanya Tante Dina, saat aku baru saja menyeduh kopi untuk mas Adi."Mau minta apa Tante?" jawabku lirih. Aku yang penasaran, ingin segera mendengar apa permintaannya. "Tante mau, mulai sekarang, kamu jangan panggil Tant