Aku masih mencintaimu, hanya saja aku berhenti mengejarmu
***
Empat orang yang tengah duduk mengelilingi meja itu terperanjat kaget saat salah satu dari mereka menggebrak meja. Lelaki yang menggebrak meja itu hanya menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menatap layar ponselnya. Dengan ekspresi takjub yang terkesan berlebihan dengan mulut yang menganga.
"Wagelaseh!!! Demi apa lo komen kayak gini di postingan Rallin?!" pekiknya histeris.
Didan, lelaki yang telah membuat kehebohan itu tidak habis fikir. Ia membaca berulang kali komentar Nadiv di postingan Rallin. Ini untuk pertama kalinya loh Nadiv mau komen di postingan Rallin. Biasanya mah boro-boro. Mau di mention sebanyak apapun gak pernah di respon.
"Iya, anjir. Tumbenan amat. Kesambet apaan lo?"
Gimana kalo ternyata orang yang lo hancurin hatinya adalah orang yang hidupnya bener-bener penuh dengan kehancuran?- Henggar Pranadipta***"Pagi-pagi dapet pemandangan seger gini bikin semangat belajar gue makin membara," celetuk Didan kala melihat Rallin yang baru saja memarkirkan mobilnya. Gadis itu tampak membawa gitar di tangannya.Sementara Nadiv yang berada disamping Didan hanya berdecak kesal. Kenapa di dunia ini seolah-olah hanya berisikan Rallin. Apapun yang di bahas pasti ujungnya ke Rallin juga. Nadiv sampai bosan mendengarnya.Didan melirik Nadiv sebentar. "Ya, gue kek gini cuma mau bikin lo sadar aja, sih. Dan bikin lo bisa buka mata lebar-lebar buat liat mana yang baik dan mana yang bu
Ingin bersikap sok gak peduli, tapi tetep aja kepikiran- Nadiv Dirgantara***Keadaan kafe yang bernuansa out door ini sangat ramai. Mengingat kafe ini baru beberapa hari yang lalu di buka. Dekorasi nya sederhana namun menarik. Dengan beberapa lampion yang di gantung di masing-masing sudutnya. Ada juga beberapa tanaman bunga yang tertata rapi disana. Dengan kursi yang terbuat dari kayu gelondongan yang di potong bulat. Menambah kesan alami di kafe ini. Juga banyaknya pohon-pohon yang cukup rindang membuat kafe ini teduh tanpa adanya atap buatan. Namun jika kondisi hujan, kafe ini juga menyiapkan tempat in door. Jadi para pengunjung tidak perlu khawatir.Tepat di meja nomor 28, ada dua pasang remaja dengan seragam putih abu-abu nya tengah sibuk
Move on itu pilihan. Gagal move on itu cobaan. Pura-pura move on itu pencitraan**Dua tahun yang lalu...Seorang gadis berseragam putih biru tengah berlarian mengelilingi lapangan lantaran ia mendapat hukuman dari guru karena terlambat sekolah. Raut wajah gadis itu terlihat masam. Sesekali tangannya menyeka keringat yang mulai berjatuhan di pelipis dan dahinya. Bibir mungil nya itu menggerutu. Seolah tengah mengomeli sesuatu."Coba aja tadi Rehan mau bareng gue, kan gue gak akan telat," kesalnya jika teringat dengan Rehan yang menolak untuk berangkat bersama. Lelaki itu beralasan kalau ia akan menjemput temannya."Ck! Temen lebih penting daripada adiknya sendiri," decaknya lagi."Woi!" teriak seseorang yang mampu mengalihkan perhatian gadi
Aku mencintaimu tanpa berfikir jika takdir ku adalah kehilanganmu- Nadiv Dirgantara H.***"Ke kantin dulu, ya?" ajak Adelia yang langsung di anggukk oleh Nadiv."Kita duduk disana aja, ya?" ajak Nadiv kala melihat bangku kosong di ujung dekat stand. "Ayo," lanjutnya sambil menarik pelan lengan Adelia.Namun dikejutkan dengan hempasan yang cukup keras. Nadiv menoleh, menatap Adelia bingung. "Kenapa?" tanyanya."Kita putus!" ucap Adelia lantang membuat seluruh murid yang ada di kantin memusatkan perhatiannya kepada mereka.Nadiv ter
Lain kali jangan kenal cinta, ribet anjing***Henggar terdiam sebentar. Menyusun beberapa kalimat yang mungkin tidak akan melukai sahabatnya itu. Sementara Nadiv, lelaki itu setia menunggu jawaban dari Henggar. Demi apapun, ia yakin kalau kedua manusia itu memiliki hubungan."Gue gak pernah ada hubungan sama dia," jawab Henggar tenang.Nadiv memincingkan matanya. Sedikit tidak percaya dengan jawaban Henggar. Terlebih sikap Adelia tadi yang memang benar-benar menyatakan kalau mereka memiliki kedekatan.Henggar menghela nafas panjang. Merasa terintimidasi dengan tatapan tak percaya dari Nadiv. "Gue gak bo
Tenang, Tuhan punya banyak cara untuk membuatmu bahagia***Rallin berjalan santai ke arah parkiran. Tangannya menenteng gitar berstikernya itu. Matanya memincing saat melihat Nadiv sedang duduk di atas motornya sambil memainkan ponselnya. Seringaian muncul di bibir Rallin. Keberuntungan berpihak kepadanya saat ini."Pangeran gue belum pulang ternyata," gumamnya lalu berjalan ke arah mobil untuk meninggalkan gitar kesayangannya sekaligus meninggalkan kunci mobilnya didalam kemudian menghampiri Nadiv untuk melancarkan aksinya.Dengan mengendap-ngendap, Rallin berjalan pelan di belakang Nadiv. Berniat ingin mengagetkan lelaki itu. Namun baru saja ia ingin beraksi,"Gue udah tau," ucap Nadiv datar tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.Rallin terpaku sesaat, ia terkekeh karena
Lucu rasanya ketika ikatan darah itu tak lagi memiliki arti, jika nyatanya bersama orang asing jauh terasa lebih aman dan menyenangkan hati***Tak butuh waktu lama, Nadiv sudah sampai didepan gerbang rumah Rallin. Rumah yang mewah namun terlihat sepi dari luar. Lelaki itu menolehkan kepalanya ke belakang, kemudian mendengus kesal karena mendapati gadis itu tengah tidur sembari menyandarkan kepalanya di punggung Nadiv. Bisa-bisanya dia tidur padahal perjalanan tidak sampai sepuluh menit. Pantas saja sejak tadi punggungnya merasa berat dan ia tidak mendengar ocehan dari gadis itu.Tangan Nadiv terulur menepuk pelan paha Rallin, berharap gadis itu mau bangun."Udah sampe, nih. Cepet bangun, gue mau pulang," kata Nadiv sambil menepuk agak keras karena gadis ini pulas sekali.Gadis itu bergerak kecil
Aku menyayangi seseorang sampai pada titik dimana aku tidak tahu caranya berhenti***Tampak seorang lelaki berkaos navy tengah duduk termenung di pembatas balkon apartemennya dengan kaki menjuntai ke bawah. Seolah tidak ada rasa takut kalau bisa saja ia terjatuh dari ketinggian lantai lima belas ini. Angin malam berdesir menerbangkan rambut bagian depan yang sudah mulai memanjang. Lelaki itu enggan memotongnya agar lebih rapi dengan alasan penampilan rambut seperti ini akan tampak lebih keren.Pikirannya berkelana tentang gadis yang tadi siang diantarnya pulang. Satu fakta yang baru ia ketahui kalau gadis itu hanya terlihat ceria dari luar namun rapuh di dalam. Tatapan nyalang serta tangisan itu mampu mengusik ketenangan hatinya. Membuatnya bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi di keluarganya.Sela