Diperbatasan desa dekat hutan Cachtice, seorang pria yang sudah sejak sepuluh hari sebelumnya selalu berjaga dengan mendirikan tenda darurat, terus berusaha terjaga dari tidurnya.
Ini adalah salah satu akses yang paling mungkin untuk dilewati oleh orang yang ingin pergi secara diam-diam. Sebab jalan ini menuju hutan yang akan mengubur setiap aktivitas di dalam rimbunnya dedaunan.
Meskipun demikian, hutan tersebut relative aman, hampir bisa dipastikan tidak ada binatang buas yang berbahaya di dalamnya, selain itu, ada banyak tanaman buah dan sayuran yang bisa di makan.
Pria itu menatap langit dengan gelisah, "aku sudah berhari-hari menunggu di sini, kumohon, beri aku kesempatan, untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas apa yang telah kuperbuat. Biarkan aku menjaganya dengan seluruh jiwa dan ragaku."
Itu adalah ucapan dan doa yang selalu dia sampaikan ke langit di setiap malam.
Dia berhitung, jika memang rencana yang akan dijalankan oleh kekasihnya berjalan, maka saatnya adalah dalam minggu ini. Maka dia memutuskan untuk berjaga setiap hari, berusaha semampunya untuk bisa memperjuangkan apa yang menjadi miliknya, kembali dalam pelukannya.
Telinganya menangkap langkah kaki, dan dengan waspada, dirinya segera bersembunyi dibalik semak-semak. Tampak dua orang dengan tudung yang menutupi seluruh wajah berjalan ke arah jalan setapak menuju hutan. Salah satu dari mereka tampak seperti sedang menggendong sesuatu di dadanya.
Dengan mengendap-endap dia berusaha mendekati dua orang tersebut, lalu mencoba menyerang dari belakang, namun dengan sigap orang yang diserang tersebut menangkis, dibantu oleh rekannya yang menggendong sesuatu.
Tranggg.... suara pedang beradu. Dua orang bercaping tersebut nampaknya merupakan orang terlatih dalam ilmu pedang. Membuat si penyerang kewalahan.
"Siapa Kamu?" salah seorang bercaping bertanya kepada si penyerang.
"Aku bukan siapa-siapa, aku hanya menginginkan apa yang ada di dalam gendonganmu."
Pria bercaping itu saling berpandangan, lalu dengan santai terus melangkah, si penyerang mengejar, berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya, "sabarlah nak, ayah akan memperjuangkanmu. Kita akan hidup bersama. Tunggu ayahmu nak!" si penyerang bermonolog dalam hatinya.
Dengan berani dia berlari mengejar dua orang bercaping tersebut, meski dia menyadari bahwa kemungkinan dia akan kalah, "aku punya uang emas yang cukup banyak, berikan saja bayi yang ada di dalam gendongan kalian, dan kalian boleh membawa uangnya" sekantong koin emas dilemparkan kehadapan dua pria bercaping tersebut, "ambillah, kalian akan menjadi orang yang kaya raya dengan uang ini, namun berikan bayi itu padaku!"
Kedua pria tersebut berhenti sejenak, saling menatap, lalu kembali melangkah tanpa perduli dengan pria yang memohon tersebut. Sang pria menjadi kalap, lalu kembali menyerang membabi buta. Dia sungguh tidak bisa membayangkan bayinya terengut dari dirinya setelah kekasihnya juga direngut paksa dari sisinya. Ini adalah kesempatan yang tidak boleh di sia-siakan untuk mendapatkan bayi mereka.
Dia memiliki uang cukup banyak yang diberikan oleh kekasihnya, putri seorang bangsawan yang kaya raya. Sesuai rencana, dia akan menggunakan uang tersebut untuk hidup bersama bayi mereka, sampai situasi membaik, dan mereka bisa hidup bersama sebagai sebuah keluarga. Kepalanya terus saja dihantui ketakutan akan kehilangan bayi mereka, dia terus menyerang tanpa lelah kepada dua pria bercaping yang melayani serangan dengan sekedarnya saja.
Tiba-tiba, benda dalam gendongan pria bercaping terlempar, pria penyerang sangat panik dan berusaha menyelamatkan benda tersebut yang dia kira adalah seorang bayi, "oh, tidaaaaaakkkkkk....!" si pria penyerang dengan suara baritone tersebut berteriak frustrasi, ngeri membayangkan bayinya mati karena terlempar. Namun setelah gendongan tersebut menyentuh tanah dengan cukup keras, semuanya senyap. Tidak ada suara tangis bayi atau sesuatu yang menandai adanya kehidupan. Pria tersebut terpaku, menyadari bahwa dirinya telah berada cukup jauh dari titik awal dia menunggu, dan diapun sadar, bahwa dirinya telah tertipu.
Sesaat kemudian, pria itu telah dilumpuhkan dan dibawa ke suatu tempat tersembunyi, ditinggalkan sendirian dalam kondisi terikat kedua tangan dan kakinya serta mulut terikat kain. Tidak ada perlawanan yang cukup berarti dari pria tersebut, hatinya sudah terlanjur kelu menyadari semua ini hanya tipuan belaka. Dia paham, bahwa dirinya akan segera menjadi pria kesepian, kehilangan semua yang dia cintai.
Setelah kedua pria bercaping pergi meninggalkannya dalam keadaan terikat, seseorang yang misterius dengan kain hitam menutupi seluruh tubuh dan wajahnya datang menghampiri, lalu menunduk di hadapan pria tersebut, "Gustav, berhentilah berharap. Ini tidak akan membantu dirimu, Ellie, dan juga anakmu. Ingat, Ellie sudah dijodohkan dengan orang yang memiliki tingkat kebangsawanan cukup baik. Jangan bermimpi untuk bisa memiliki Ellie."
Pria yang dipanggil Gustav tersebut bergerak mencoba melepaskan diri. Dia ingin berteriak tetapi mulutnya tersumpal kain. Orang misterius dihadapannya kembali berkata, "anakmu berada dalam asuhan orang yang tepat. Dan dipastikan mendapatkan kasih sayang yang cukup, serta kehidupan yang layak."
Orang misterius itu kemudian berdiri, melemparkan sekantong koin emas, lalu berkata, "pergilah sejauh-jauhnya dari kehidupan Ellie, kecuali jika kamu ingin membahayakan hidupnya. Uang ini lebih dari cukup bagimu untuk memulai kehidupan baru yang nyaman. Kamu bahkan bisa menaikkan derajatmu dari seorang petani menjadi bangsawan kelas rendahan. Tetapi setidaknya, kamu tidak akan terlalu dianggap remeh. Berusahalah menaikkan derajatmu jika ingin bertemu Ellie." Ada intonasi mengejek pada nada suaranya yang membuat hati Gustav nyeri.
Gustav berusaha untuk mengenali suara orang yang sedang berbicara dihadapannya, sepertinya dia seorang wanita, tetapi dia tidak terlalu yakin, karena orang itu bicara sangat pelan, dengan intonasi sangat lambat yang diberatkan.
"Mulailah kehidupanmu yang baru, lupakan Ellie dan putrinya. Karena Ellie akan segera menikah." Orang misterius berbalut pakaian hitam tersebut lalu pergi, meninggalkan pria yang dipanggil Gustav dalam keterpakuan, sambil melemparkan sebilah pisau kecil yang agak jauh dari jangkauannya.
Airmata meleleh di pipi pria tersebut, "ya tuhan, aku memiliki seorang putri. Oh Ellie, terima kasih karena telah memberiku seorang putri."
Setelah beberapa saat, dia tersadar, dan berusaha menjangkau pisau yang di lempar di dekatnya. Butuh usaha untuk meraih pisau tersebut. Sampai akhirnya dia mampu mengambilnya, lalu membebaskan diri dari ikatan ditubuhnya.
Sepertinya orang misterius itu telah memperhitungkan segalanya, saat ini, pasti dia telah pergi jauh dengan kudanya. Untuk mengejar adalah sesuatu yang sia-sia. Lalu dia kembali menuju tendanya, tidak ada jejak langkah kaki kuda maupun kereta yang menuju hutan. Sepertinya dia memang telah kehilangan segala kesempatan terakhir yang mungkin bisa dia dapatkan.
"Ellie, maafkan aku, karena tidak bisa membawa putri kita bersamaku." Kali ini Gustav tidak mampu lagi menahan gejolak bathinnya. Dia melangkah lunglai sambil menangis, menuju sebuah rumah pohon yang terletak di dalam hutan, lalu membenamkan dirinya dalam rasa frustasi. Semua yang terjadi sekitar setahun yang lalu di rumah pohon ini masih terpatri erat dalam pikirannya.
Ellie-nya yang sangat cantik, telah memberinya kebahagiaan hidup. Hingga akhirnya hubungan mereka diketahui karena perut Ellie yang semakin membesar, membuat Ellie dikurung di dalam kastil sampai saat kelahiran putri mereka yang belum sempat dia kenal, namun sudah pergi, jauh dari jangkauannya.
Gustav tidak tahu harus bagaimana, dia hanya mampu menangisi takdirnya yang dipenuhi kemalangan, sendiri, kesepian, jauh terpisah dari orang-orang yang dia cintai.
Pesan dari Countess Klara dan Elizabeth Bathory de Ecsed sangat jelas bagi pasangan suami-istri Gerda dan Gergely, "Bawalah bayi ini bersama kalian sejauh-jauhnya, bersembunyilah. Kehidupan kalian tidak akan pernah kesulitan keuangan. Di dalam kereta kuda tersebut, terdapat harta yang cukup untuk menopang kehidupan kalian, selain dari harta yang sudah kami berikan tiga bulan lalu untuk kalian mempersiapkan tempat tinggal rahasia kalian. Setelah dia dewasa, bawalah kembali bersama kotak ini, di dalamnya ada identitas dirinya sebagai keturunan dari keluarga de Ecsed. Gergely dan Gerda mengangguk, "baiklah, kami mengerti." "Segera berangkat, kalian harus berhati-hati, karena kalian tidak akan mendapatkan perlindungan dari pengawal dalam misi rahasia ini. Di dalam kereta ada perbekalan yang cukup dan juga senjata untuk melindungi diri kalian. Sekarang pergilah." bagaimanapun, Klara tidak ingin apa yang sudah mereka rencanakan hancur berantak
Gerda memandang suaminya yang berada di atas atap rumah dengan senyum, sedikit berteriak dia memanggil suaminya "Gery, beristirahatlah, aku membawakan kudapan kesukaanmu." Gergely yang sedang berada di atap untuk menguatkan posisi atap rumah kayu mereka, mengelap peluhnya. Dia tersenyum menatap istrinya yang berada di bawah sambil menggendong Benca."Letakan saja di atas batu, dekat pohon besar itu. Aku akan turun sebentar lagi" matanya menatap gadis kecil dalam gendongan istrinya yang sibuk menata makanan di bawah pohon, tatapan matanya menjadi redup, hatinya berdesir dipenuhi rasa kasih, "apakah gadis cantik kesayangan merindukan ayahnya?" Gergely berteriak dari atap.Gerda berteriak menjawab suaminya, "dia tidak merindukanmu, dia hanya ingin makan bersama ayahnya" balas Gerda, mencoba memaksa suaminya untuk turun dan beristirahat.Menggunakan Benca untuk memaksa Gergely melakukan sesuatu, terbukti selalu sukses. Sedet
Dua orang pria bertarung dengan sangat lihai disaksikan dua orang gadis yang saling memberi semangat."Arpad, kamu yang terbaik, kalahkan dia, jangan beri ampun" seorang wanita dengan semangat memberi dukungan sambil terus bertepuk tangan setiap pedang Arpad mengayun memberikan serangan telak pada lawan.Wajah wanita itu bulat bagaikan bulan, dia selalu mampu membuat orang-orang disekelilingnya merasa bahagia, senyumnya menampilkan barisan gigi yang rapih berjajar bagaikan deretan mutiara. Rambutnya yang pirang bergelombang digelung ke atas, diberi hiasan manik-manik dan topi kecil yang mempermanis penampilannya."Tenang Erza, kakakmu yang tampan ini pasti bisa menumbangkannya." Pria yang dipanggil Arpad menyahuti sambil mengedipkan matanya yang teduh berwarna biru samudera kepada satu-satunya adik perempuan yang sangat disayanginya."Kamu tidak mendukungku, Erza? awas ya, jangan menangis dan mengadu padaku jika G
Lorant mengerang menahan sakit di kakinya, dia telah mencoba menghentikan pendarahan dengan mengikat kakinya erat-erat, namun darah masih saja mengucur. Sementara tubuhnya semakin lemah karena haus dan lapar."Ya tuhan, sungguh aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak tahu siapa mereka, dan mengapa mereka menyerang kami. Apakah pertempuran di Sisak semakin melebar hingga mencapai Moslavina?" Lorant bergumam sendiri, mencoba menganalisa situasi ditengah rasa sakit yang menderanya.Bagaimanapun dia adalah seorang prajurit terlatih yang sudah terbiasa menahan sakit akibat serangan dari musuh. Namun ini adalah di tengah hutan, dan dia tidak terlalu mengenal wilayah ini, jadi saat dia lari dari gempuran musuh yang tidak dikenalnya, dia hanya mengikuti insting untuk menyelamatkan diri."Semoga keluarga Baron Vladislav bisa diselamatkan oleh para pengawalnya..."saat Lorant sibuk bermonolog dalam hati
Tiba di rumah, Benca membuka pintu kayu dengan hati-hati, "bu, ibu... ibu di mana?" Benca memanggil ibunya sambil memapah Lorant untuk duduk di pembaringan. Dengan telaten Benca membantu Lorant untuk mendapatkan posisi rebahan yang cukup nyaman. Setelah itu, dia ke dapur mencari ibunya, tetapi Benca tidak menemukan ibunya. Lewat pintu belakang Benca ke luar. Di sana ibunya tampak sedang menjemur gandum. Cahaya matahari di bulan Oktober tidak terlalu bagus untuk menjemur, tetapi setidaknya, gandum-gandum tersebut tidak akan busuk karena lembab saat musim dingin nanti. Benca menghampiri ibunya "ibu..." Benca memanggil dengan suara lirih. Ibunya menoleh, sedikit terkejut "hey, Kamu sudah pulang, sayang. Cepat sekali. Apakah ayahmu sangat lapar, sehingga menghabiskan makanannya dengan kilat?" Benca menggeleng, lalu duduk dihadapan ibunya. Benca memegang tangan ibunya, lalu menceritakan tentang Lorant. Gerda terbelalak,
Para pengawal menunduk dihadapan seseorang yang sedang duduk sambil mengetukkan jarinya di tangan kursi. Wajahnya yang tenang, namun tegas, memancarkan kharisma yang kuat. Gurat-gurat di keningnya menandakan usia yang semakin menua, namun sesungguhnya dia tidak terlalu tua, hanya saja dia sering tampak murung dan sedih. Meskipun sisa-sisa ketampanan yang dimilikinya masih terlihat, namun terkubur oleh ekspresi datar di wajahnya. Padahal jika diteliti cukup dalam, hidung kokoh diantara alis tebal seperti parang yang menaungi bola mata hazel dalam bingkai berbentuk almond itu memiliki sorot mata setajam elang. Semua bagaikan pahatan sempurna mahakarya sang pencipta. Bibirnya yang tipis dan hampir tidak pernah tersenyum, masih memerah segar karena tidak pernah tersentuh tembakau. Ya, meskipun dia tidak terlalu mengurusi penampilan, namun dia selalu berusaha untuk menjaga kesehatan serta kebugaran tubuhnya, sebab dia bertekad untuk bisa terus hidup sampai bertemu dengan putri satu-satun
Ellie menatap nanar ke luar jendela dari dalam ruangan pribadinya, tubuh polosnya masih berada di dalam selimut tebal, sementara Klara sedang sibuk merapihkan diri. Bertahun-tahun mereka melakukan hubungan yang intim lebih dari sekedar sebagai keponakan dan bibi tanpa dicurigai, karena mereka tinggal dalam satu atap di kastil Cachtice ini. Klara yang lembut penuh perhatian telah menjadi tempat bersandar bagi Ellie yang rapuh dan penuh dengan kekhawatiran. Moment disaat dia harus melepas bayi perempuannya --hasil hubungannya bersama Gustav-- merupakan skenario yang dilakukan oleh Klara dengan sangat rapih. Kenyataannya, delapan belas tahun berlalu, semuanya seolah-olah berjalan sebagaimana mestinya, seakan-akan memang tidak pernah ada seorang anak yang pernah terlahir dari rahimnya. "Klara, apakah ada kemungkinan aku bisa bertemu dengan Sweety --begitu Ellie menyebut anaknya dihadapan Klara--?" Ellie bertanya dengan nada sedih kepada bibinya. Sesungguhnya Klara bosan dengan rengekan
Lorant membantu Gergely memotong kayu untuk persediaan di musim dingin yang akan segera tiba. Tubuhnya yang atletis dan dipenuhi banyak bekas luka, seolah menunjukan bahwa dia bukan sekedar tuan tanah, namun juga seorang ksatria yang mengerti teknik bertempur. Cara Lorant memegang kampak dan mengayunkannya sangat lihay dan terlatih. Benca memperhatikan, bahwa kayu yang dipotong oleh Lorant memiliki presisi yang mengagumkan. Seolah Lorant telah mengukurnya. Keringat yang membasahi tubuh Lorant berkilat diterpa sinar matahari pagi yang lembut. Benca tanpa sadar mengaguminya, lalu tersipu sendiri. Dengan senyum sumringah, Benca menghampiri mereka sambil membawa kudapan palacinky dan selai blueberry kesukaan Lorant. Entah bagaimana, ibunya seolah menguasai banyak hal meski mereka hidup terasing di pinggiran desa Csetje. Semua makanan yang diolah oleh ibunya, akan menghasilkan sensasi yang nikmat di lidah siapapun yang mencicipinya. Bahkan Lorant terang-terangan memuji masakan Gerda.