Dua orang pria bertarung dengan sangat lihai disaksikan dua orang gadis yang saling memberi semangat.
"Arpad, kamu yang terbaik, kalahkan dia, jangan beri ampun" seorang wanita dengan semangat memberi dukungan sambil terus bertepuk tangan setiap pedang Arpad mengayun memberikan serangan telak pada lawan.
Wajah wanita itu bulat bagaikan bulan, dia selalu mampu membuat orang-orang disekelilingnya merasa bahagia, senyumnya menampilkan barisan gigi yang rapih berjajar bagaikan deretan mutiara. Rambutnya yang pirang bergelombang digelung ke atas, diberi hiasan manik-manik dan topi kecil yang mempermanis penampilannya.
"Tenang Erza, kakakmu yang tampan ini pasti bisa menumbangkannya." Pria yang dipanggil Arpad menyahuti sambil mengedipkan matanya yang teduh berwarna biru samudera kepada satu-satunya adik perempuan yang sangat disayanginya.
"Kamu tidak mendukungku, Erza? awas ya, jangan menangis dan mengadu padaku jika Gyorgy pergi dan tidak memberimu kabar." Pria yang menjadi lawan Arpad melancarkan protes dan melotot kepada Erza.
"Ada aku, Lorant." Wanita di sebelah Erza dengan dandanan mewah dan make up tebal segera melemparkan senyum termanisnya pada Lorant, pria yang selalu mencuri hatinya.
Hari ini dia sangat bahagia, karena orang tua mereka telah merencanakan perjodohan antara dirinya dengan Lorant, rasanya mimpi hanya tinggal selangkah lagi untuk menjadi nyata. Selanjutnya dia bisa memamerkan Lorant kepada seluruh gadis bagsawan di Arva sebagai suaminya. Dan tidak ada seorangpun lagi yang akan berani membual untuk bertaruh tentang berapa banyak jumlah bekas luka di tubuh Lorant. Karena pada akhirnya, cuma dia yang tahu tentang hal itu. Membayangkannya saja sudah membuat wanita itu sangat bahagia.
Erza yang melihat wanita disebelahnya senyum-senyum sendiri langsung menyikunya, "aku berani bertaruh, pasti karena pertemuan keluarga semalam yang membuatmu selalu tersenyum sumringah seperti ini. Iya kan, Ivett?"
Yang ditanya hanya melirik dan tersenyum semakin lebar, sementara Lorant yang diberi dukungan oleh Ivett seperti mengacuhkan begitu saja, dan terus bertarung melawan Arpad. Bahkan dengan sengaja membuat dirinya menjadi pihak yang kalah. Perisai Lorant jatuh terkena serangan pedang dari Arpad, lalu dengan sigap Arpad mengarahkan ujung pedangnya ke leher Lorant yang langsung mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.
Ivett segera berlari menghampiri Lorant, dan Erza bertepuk tangan semakin keras atas kemenangan Arpad, "kakakku memang yang paling hebat," lalu dia mencium kedua pipi kakaknya.
Arpad berbisik pada Erza, "kak Lorant tidak suka di dukung oleh Ivett, jadi dia sengaja mengalah." Keduanya lalu tertawa cekikian.
Mereka sudah sama-sama tahu, sejak kecil Ivett selalu berusaha mencari perhatian Lorant, namun Lorant tidak pernah menggubrisnya. Lorant tidak pernah menyukai Ivett. Namun sebagai keluarga bangsawan yang masih memiliki darah kekerabatan cukup dekat, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Sebagai keluarga bangsawan, memang tidak mudah untuk bergaul semaunya, harus dengan yang setaraf dengan tingkat sosial kebangsawanan mereka.
"Apakah ada yang sakit, Lorant?" Tanya Ivett penuh perhatian, "di mana yang luka? biar aku obati."
Lorant menghindari sentuhan Ivett, "aku baik-baik saja, Ivett. Tadinya aku hampir mengalahkan Arpad, tetapi karena kamu mengganggu konsentrasiku dengan teriakkanmu, maka Arpad-lah yang menjadi pemenangnya. Kalau kamu diam saja, mungkin aku sudah menang dari tadi" jawab Lorant ketus.
Tetapi Ivett justru salah sangka, "apakah kehadiranku selalu mengganggu konsentrasimu, Lorant?" Lorant mendelik menatap Ivett yang masih saja tersenyum tersipu, "maafkan jika aku membuatmu selalu memikirkan aku, mungkin setelah kita menikah, kamu akan lebih tenang, tidak perlu selalu memikirkan dan mengkhawatirkan aku setiap waktu."
"Apppaaaa...?" Lorant mengaum, membuat Erza dan Arpad berjengkit kaget, sementara entah mengapa, Ivett masih saja tersipu menatap Lorant. Wajahnya yang tirus dengan alis tipis bagai bulan sabit tanggal satu, bersemu merah, "aku tidak pernah memikirkanmu apalagi berencana untuk men..." kata-kata Lorant terputus dengan kehadiran seseorang.
"Hallo semuanya..." dan tatapan mata semua orang berubah fokus, dari menyaksikan drama Lorant-Ivett menjadi ke arah pria berpakaian bangsawan yang baru saja datang, "apa kabar semuanya? kalian baru selesai berlatih pedang?" Arpad dan Lorant yang ditanya hanya mengangguk, "hai Ivett, kamu cantik sekali hari ini," Ivett yang masih tersipu makin tersipu, "tetapi maafkan jika bagiku yang tercantik adalah Erza tunanganku. Apa kabar sayang?" kali ini Erza yang salah tingkah.
"Kamu benar Gyorgy, adikku Erza adalah wanita tercantik di Arva" Arpad menyalami Gyorgy, "jadi berhati-hatilah menjaganya."
"Pasti!" Gyorgy mengedipkan mata pada Arpad.
"Lorant, apakah kamu tidak ingin membelaku seperti Arpad membela Erza?" Ivett merajuk pada Lorant.
"Jika tuan Gyorgy yang mengatakan hal tersebut, siapa yang berani menentangnya? Dia bangsawan penguasa wilayah Arva, aku tidak mau mengambil resiko di pasung karena menentangnya. Kecuali bibi Ellie mau bersumpah melindungiku, sebab cuma bibi Ellie yang tingkat kebangsawanannya lebih tinggi dari Gyorgy. Selain itu, Erza memang cantik. Aku setuju dengan Gyorgy." Lorant menjawab tanpa melihat Ivett yang sedang cemberut.
Semuanya menahan tawa, mereka tahu, Arpad tidak pernah menyukai Ivett, tetapi Ivett selalu mengejar-ngejar Lorant, dan pertemuan keluarga semalam adalah petaka untuk Lorant. Tapi sebaliknya, merupakan berkah bagi Ivett. Para sepupu hanya bisa mendukung dengan cara tidak ingin terlalu ikut campur, memilih untuk menjadi penonton dari drama percintaan bertepuk sebelah tangan antara Lorant dan Ivett.
"Ada apa, Gyorgy? Sepertinya sesuatu yang penting telah membuatmu menemui kami di sini" Lorant memperhatikan gulungan kertas yang dibawa oleh Gyorgy dalam genggamannya.
Gyorgy tertawa, "kamu memang sangat teliti, Lorant. Itulah sebabnya aku suka bekerja bersamamu" lalu Gyorgy menatap para gadis, "wahai wanita-wanita tercantik di Arva, bolehkah kami para ksatria Arva berbicara sebentar? Ini hanya untuk para pria, jadi kami mohon beri kami ruang untuk berdiskusi. Silahkan..." Gyorgy mempersilahkan Erza dan Ivett untuk meninggalkan mereka bertiga, lalu duduk dan mulai membuka gulungan kertas yang dia pegang.
"Kita mendapatkan tawaran kerjasama dengan Baron Vladislav Durecovic di Moslaviana. Aku sudah melihat peta daerahnya, ini sangat luar biasa, kita pasti akan memiliki bisnis yang sangat baik jika bekerjasama dengan dia." Gyorgy menunjuk beberpa titik di dalam peta yang dibawanya.
"Wilayah di Lonjsko Polje sangat subur, sebab disana ada sungai Sava, sungai Lonja, dan jalur sungai Velki Strug, itu membuat wilayahnya semakin menarik sehingga banyak sekali bangsawan yang ingin memiliki atau bekerjasama, jadi merupakan suatu keberuntungan jika tuan Baron Vladislav mengajak kita bekerja sama." Arpad mengamati peta sambil bergumam. Pengetahuannya tentang wilayah Moslavina dan Sisak cukup lumayan.
"Ya, kamu benar Arpad, tidak heran jika sumber daya alam di sana sangat subur. Pasti banyak yang bisa kita tanami di wilayah tersebut" Lorant mengamati peta sambil memberi komentar, "tinggal bagaimana bentuk kerjasamanya, itu yang perlu dibahas."
Gyorgy tersenyum, "itulah yang ingin aku katakan kepada kalian, tetapi karena kalian sudah memahaminya, maka aku tidak perlu lagi bicara panjang lebar, bagaimana kalau kalian berangkat ke Moslavina untuk membicarakan hal tersebut?"
"Bukankah kita harus menunggu kabar dari Sisak?" Arpad menyela.
"Ah, kamu benar. Kita harus menunggu perkembangan kasus di Sisak, karena kamu harus mengontrol persedian makanan serta obat-obatan untuk prajurit-prajurit kita di Sisak.
"Tidak apa-apa, aku bisa berangkat sendiri ke Moslavina, situasi memang sedang cukup genting, kita berbagi tugas saja, peperangan membutuhkan amunisi, jadi bekerjasama dengan Baron Vladislav Durecovic juga merupakan salah satu solusi terbaik untuk mendapatkan dukungan, terutama dalam hal suplai makanan."
"Baik, aturlah perjalananmu, nanti biar aku dan Arpad mencoba untuk bisa bertemu denganmu saat kita akan menuju Sisak. Bawalah beberapa pengawal dan pembawa pesan agar kita bisa saling memberi kabar dengan cepat."
"Baiklah, aku akan segera berangkat, mungkin besok pagi aku sudah akan pergi."
"Mengapa terburu-buru sekali?" Gyorgy menatap heran.
Arpad mengedip ke arah Gyorgy, "kamu tahu kenapa dia begitu, semalam kamu ikut kita makan malam bersama keluarga, kan?"
Gyorgy langsung paham, "oke, terserah padamu. Tetapi jangan jadikan urusan bisnis untuk melarikan diri dari kenyataan" Gyorgy mencoba meledek Lorant, yang dibalas dengan pukulan pedang ringan pada punggung Gyorgy.
Lorant mengerang menahan sakit di kakinya, dia telah mencoba menghentikan pendarahan dengan mengikat kakinya erat-erat, namun darah masih saja mengucur. Sementara tubuhnya semakin lemah karena haus dan lapar."Ya tuhan, sungguh aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak tahu siapa mereka, dan mengapa mereka menyerang kami. Apakah pertempuran di Sisak semakin melebar hingga mencapai Moslavina?" Lorant bergumam sendiri, mencoba menganalisa situasi ditengah rasa sakit yang menderanya.Bagaimanapun dia adalah seorang prajurit terlatih yang sudah terbiasa menahan sakit akibat serangan dari musuh. Namun ini adalah di tengah hutan, dan dia tidak terlalu mengenal wilayah ini, jadi saat dia lari dari gempuran musuh yang tidak dikenalnya, dia hanya mengikuti insting untuk menyelamatkan diri."Semoga keluarga Baron Vladislav bisa diselamatkan oleh para pengawalnya..."saat Lorant sibuk bermonolog dalam hati
Tiba di rumah, Benca membuka pintu kayu dengan hati-hati, "bu, ibu... ibu di mana?" Benca memanggil ibunya sambil memapah Lorant untuk duduk di pembaringan. Dengan telaten Benca membantu Lorant untuk mendapatkan posisi rebahan yang cukup nyaman. Setelah itu, dia ke dapur mencari ibunya, tetapi Benca tidak menemukan ibunya. Lewat pintu belakang Benca ke luar. Di sana ibunya tampak sedang menjemur gandum. Cahaya matahari di bulan Oktober tidak terlalu bagus untuk menjemur, tetapi setidaknya, gandum-gandum tersebut tidak akan busuk karena lembab saat musim dingin nanti. Benca menghampiri ibunya "ibu..." Benca memanggil dengan suara lirih. Ibunya menoleh, sedikit terkejut "hey, Kamu sudah pulang, sayang. Cepat sekali. Apakah ayahmu sangat lapar, sehingga menghabiskan makanannya dengan kilat?" Benca menggeleng, lalu duduk dihadapan ibunya. Benca memegang tangan ibunya, lalu menceritakan tentang Lorant. Gerda terbelalak,
Para pengawal menunduk dihadapan seseorang yang sedang duduk sambil mengetukkan jarinya di tangan kursi. Wajahnya yang tenang, namun tegas, memancarkan kharisma yang kuat. Gurat-gurat di keningnya menandakan usia yang semakin menua, namun sesungguhnya dia tidak terlalu tua, hanya saja dia sering tampak murung dan sedih. Meskipun sisa-sisa ketampanan yang dimilikinya masih terlihat, namun terkubur oleh ekspresi datar di wajahnya. Padahal jika diteliti cukup dalam, hidung kokoh diantara alis tebal seperti parang yang menaungi bola mata hazel dalam bingkai berbentuk almond itu memiliki sorot mata setajam elang. Semua bagaikan pahatan sempurna mahakarya sang pencipta. Bibirnya yang tipis dan hampir tidak pernah tersenyum, masih memerah segar karena tidak pernah tersentuh tembakau. Ya, meskipun dia tidak terlalu mengurusi penampilan, namun dia selalu berusaha untuk menjaga kesehatan serta kebugaran tubuhnya, sebab dia bertekad untuk bisa terus hidup sampai bertemu dengan putri satu-satun
Ellie menatap nanar ke luar jendela dari dalam ruangan pribadinya, tubuh polosnya masih berada di dalam selimut tebal, sementara Klara sedang sibuk merapihkan diri. Bertahun-tahun mereka melakukan hubungan yang intim lebih dari sekedar sebagai keponakan dan bibi tanpa dicurigai, karena mereka tinggal dalam satu atap di kastil Cachtice ini. Klara yang lembut penuh perhatian telah menjadi tempat bersandar bagi Ellie yang rapuh dan penuh dengan kekhawatiran. Moment disaat dia harus melepas bayi perempuannya --hasil hubungannya bersama Gustav-- merupakan skenario yang dilakukan oleh Klara dengan sangat rapih. Kenyataannya, delapan belas tahun berlalu, semuanya seolah-olah berjalan sebagaimana mestinya, seakan-akan memang tidak pernah ada seorang anak yang pernah terlahir dari rahimnya. "Klara, apakah ada kemungkinan aku bisa bertemu dengan Sweety --begitu Ellie menyebut anaknya dihadapan Klara--?" Ellie bertanya dengan nada sedih kepada bibinya. Sesungguhnya Klara bosan dengan rengekan
Lorant membantu Gergely memotong kayu untuk persediaan di musim dingin yang akan segera tiba. Tubuhnya yang atletis dan dipenuhi banyak bekas luka, seolah menunjukan bahwa dia bukan sekedar tuan tanah, namun juga seorang ksatria yang mengerti teknik bertempur. Cara Lorant memegang kampak dan mengayunkannya sangat lihay dan terlatih. Benca memperhatikan, bahwa kayu yang dipotong oleh Lorant memiliki presisi yang mengagumkan. Seolah Lorant telah mengukurnya. Keringat yang membasahi tubuh Lorant berkilat diterpa sinar matahari pagi yang lembut. Benca tanpa sadar mengaguminya, lalu tersipu sendiri. Dengan senyum sumringah, Benca menghampiri mereka sambil membawa kudapan palacinky dan selai blueberry kesukaan Lorant. Entah bagaimana, ibunya seolah menguasai banyak hal meski mereka hidup terasing di pinggiran desa Csetje. Semua makanan yang diolah oleh ibunya, akan menghasilkan sensasi yang nikmat di lidah siapapun yang mencicipinya. Bahkan Lorant terang-terangan memuji masakan Gerda.
Gerda sedang sibuk di dapur untuk mempersiapkan makan malam dibantu oleh Benca. Sementara Lorant dan Gergely sedang duduk di teras menatap langit yang mulai pekat sambil bicara tentang kehidupan Lorant di Arva. Lorant bermaksud memberi pengantar kepada Gergely tentang siapa dirinya, dan bagaimana kehidupannya, untuk memberi gambaran singkat kepada Gergely, bahwa dirinya cukup layak dipertimbangkan sebagai menantu dan pendamping bagi Benca. Gergely tidak ingin membahas tentang apa yang telah dia ketahui bersama istrinya tadi pagi. Bahkan saat makan siangpun mereka hanya bicara tentang hal-hal ringan seputar kehidupan Benca selama delapan belas tahun di tempat yang terpencil. Kenyataan bahwa Benca mengusai sebagian besar ilmu herbal serta keterampilan memasak tentu tidak lagi membuat Lorant bertanya-tanya. Sebab Lorant tahu, Benca mewarisi semua itu dari ibunya. Namun pertanyaan besar tentang ilmu dasar politik maupun kehidupan ala bangsawan termasuk tata krama dalam bersikap sehari
Benca bangun pagi-pagi sekali saat hari masih gelap, lalu membereskan dapur serta menyiapkan kudapan untuk sarapan pagi hari. Ibunya telah lebih dulu membuat adonan roti gandum kesukaan Benca yang dipadukan dengan camembert. Benca suka dengan sensasi lelehan camembert di lidahnya. Disudut, Benca melihat banyak kotak makanan tersusun rapih. Mendadak hatinya sedih "inikah akhir hari bersama kedua orang tuanya setelah delapan belas tahun?" Batin Benca kelu. "Hey, Kamu saudah bangun, sayang?" Gerda yang baru saja menyadari kehadiran Benca di dapur, segera menghampiri putri kesayangannya. Hatinya juga sedih, namun dia berusaha untuk tegar. Bagaimanapun, kebahagiaan Benca adalah yang paling utama. Dengan lembut dia memeluk putri kesayangannya, lalu mencium kening Benca. Dia tidak mampu berkata-kata, takut suaranya akan bergetar, lalu mereka berdua tidak akan mampu membendung tangisan. Yang pada akhirnya, hanya akan menghambat keyakinan Benca untuk pergi bersama Lorant untuk meraih kebahag
Langit mulai redup, meskipun cahaya mentari masih bersinar malu-malu dibalik awan, ketika Benca dan Lorant berhasil mencapai batas desa Arva. Lorant memperhatikan Benca yang belum pernah pergi jauh. Benca terkagum-kagum dengan banyaknya rumah serta beberapa bangunan indah disepanjang jalan. Setiap kali mereka bertemu dengan orang-orang, kebanyakan menunduk hormat pada dirinya dan Benca. Lorant selalu membalas dengan menundukan kepala serta senyuman yang lebar, terkadang juga melambaikan tangan kepada mereka. Lorant tersenyum memperhatikan Benca mengikuti apa yang dilakukan olehnya. Benca tidak menyangka, betapa Lorant sangat di hormati di desa Arva. Meskipun awalnya Benca merasa risih dengan semua perhatian tersebut, namun Benca mencoba untuk membiasakan diri. Seumur hidupnya, hanya Gergely dan Gerda yang berada di dekatnya. Baru lima hari terakhir, Lorant adalah manusia ketiga yang dia kenal selama delapanbelas tahun kehidupannya. Sekarang, tiba-tiba saja ada banyak manusia lain y