Bima menggunakan semua koneksinya untuk melacak keberadaan Dinda. Seluruh kamera pengawas yang dipasang di sekitar studio Hilda diperiksa. Mereka menemukan rekaman mobil yang dicurigai sebagai kendaraan yang dipakai pelaku untuk menculik Dinda. Sean lalu mengkonfirmasinya. Penyelidikan mereka menemui jalan buntu saat menemukan fakta kalau plat nomor yang dipakai adalah palsu. Mereka terpaksa melacak jejak mobil itu melalui rekaman kamera pengawas yang terpasang di jalanan. Bima harus mengeluarkan uang yang cukup besar untuk itu.Sinyal dan koordinat ponsel Dinda pun tidak membantu. Esok harinya polisi menemukan ponsel Dinda di tumpukan sampah dedaunan di hutan di pinggiran kota. Mereka menelusuri tempat-tempat di sekitarnya tetapi nihil. Tidak ditemukan sesuatu yang mencurigakan.Bima tidak tidur sejak Dinda menghilang. Dia ikut mencari gadis itu bersama pihak kepolisian. Dia dan Daniel bergantian mengemudi. Dua hari setelah Dinda menghilang, Bima mendapat telepon dari Iskandar. Saat
“Dehidrasi dan pemakaian chlorofom yang berlebihan. Mungkin Saudari Dinda harus dirawat sampai dua atau tiga hari lagi. Dan saya sarankan agar Dinda berkonsultasi dengan psikolog untuk menyembuhkan traumanya.”Samar-samar Dinda mendengar seseorang berbicara di dekatnya. Kesadarannya mulai pulih meski kepalanya masih terasa sakit. Saat matanya terbuka, Dinda kembali melihat Bima di sampingnya.“Air,” gumamnya.Sama seperti sebelumnya, Bima membantunya mengambil air dan menopang tubuhnya saat Dinda minum. Dia tidak kembali berbaring. Tubuhnya sudah terasa lebih baik. Dinda duduk setelah Bima menaikkan ujung brankar untuk tempatnya bersandar.“Berapa lama aku pingsan?” tanya Dinda. Suaranya serak.“Tiga jam.”Dinda memperhatikan Bima. Pria itu hanya memakai kemeja kusut dan jins hitam. Wajahnya kasar karena beberapa hari tidak bercukur. Kantung matanya terlihat lebih gelap, menunjukkan betapa sedikit jam tidurnya.“Kamu bisa pulang dan istirahat dulu. Aku udah enakan,” kata Dinda.Bima l
“Aku datang untuk memberitahu kalian kalau aku akan menikahi Dinda. Secepatnya.”“Mama nggak setuju,” Kartika serta merta memeberikan penolakan. Dilepaskannya tangan Bima yang sejak tadi ia pegang.Tentu saja Bima sudah menduganya. “Aku nggak minta persetujuan Mama. Aku cuma mau memberitahu kalian,” kata Bima dengan tenang, membuat sang Mama memberengut.“Apa Dinda setuju?” Iskandar buka suara. “Kamu sudah membicarakan ini dengannya?”Bima tertegun. Ayahnya selalu lebih jeli dalam segala hal. Tetapi Bima yakin. Dia tidak melihat ada sesuatu yang membuat Dinda menolaknya. “Dinda masih belum seratus persen pulih. Aku akan mengatakan semuanya setelah kondisinya lebih baik.”Iskandar mengangguk. Ia menatap Bima yang duduk di seberangnya. “Pastikan Dinda benar-benar bersedia.”“Papa mengizinkan mereka menikah?” suara Kartika naik satu oktaf. “Apa Papa sudah gila?”“Dan kenapa Mama nggak mengizinkan?” desis Bima. “Bukankah Dinda sudah mengikuti syarat yang Mama berikan?”“Banyak alasannya,”
Dinda tidak sanggup menatap mata Bima. Setelah diizinkan pulang oleh dokter, dia menghabiskan waktu dengan berpura-pura tidur di kamarnya. Bima hanya datang saat malam setelah dia menyelesaikan pekerjaannya. Di luar itu, Tania menemaninya setelah meminta maaf dengan uraian air mata dan berjanji tidak akan lagi meninggalkan Dinda sebelum memastikannya sampai di rumah.Untungnya Bima berhasil menyembunyikan penculikan Dinda dari media. Tidak ada yang memberitakannya. Beberapa agenda yang harus Dinda dilakukan dibatalkan dengan alasan sakit dan butuh beberapa waktu untuk mengembalikan kesehatannya.Satu minggu setelah kepulangannya, Dinda duduk melamun di depan jendela kamarnya, mengabaikan tawaran Tania untuk makan malam.“Din,” Tania masuk ke kamarnya dengan membawa nampan berisi makan malam yang telah dua kali ditolak Dinda. Dia ikut duduk di samping Dinda di lantai dan meletakkan nampan tempat kosong di antara mereka. “Makan dulu, ya.”Dinda menarik napas panjang dan menggeleng. “Ngg
Jika Bima melamarnya dua tahun lalu, Dinda akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia. Dia akan dengan senang hati menerima pinangan itu. Tetapi keadaannya tidak sama lagi. Ada kemungkinan Dinda mengandung bayi pria lain. Dia tidak bisa membuat Bima menerima bayi itu juga. Rasanya sangat tidak adil bagi Bima jika Dinda menerima lamarannya dalam kondisi mengandung.Entah berapa banyak air mata yang ia keluarkan selama beberapa hari terakhir. Dinda menangis berhari-hari hingga rasanya tidak ada lagi yang tersisa. Hanya ada kekosongan di dalam hatinya. Bahkan dia tidak merasakan apapun saat melihat cincin permata di depannya.Tetapi jurang antara dirinya dan Bima justru semakin lebar dan dalam. Rasanya memang semesta tidak merestui mereka.“Aku akan menjawab setelah hasi tes keluar.”Bagi Dinda itulah yang paling masuk akal. Jika memang dia terbukti mengandung, jawabannya sudah jelas. Dinda akan menolak Bima. Tetapi jika hasilnya negatif, mungkin masih ada sedikit harapan bagi merek
Sekali lagi, Dinda menjadi orang paling banyak dicari di internet setelah videonya dan Bima di rumah sakit menyebar. Tentu saja berita-berita itu muncul dengan berbagai judul yang penuh kehebohan dan kontroversi. Ada satu media menyebutkan Dinda sakit keras dan Bima melamarnya agar mereka menikah sebelum Dinda meninggal. Yang lain menyebutkan hubungan mereka seperti Cinderella di dunia nyata. Beberapa bahkan mulai menghitung aset yang akan Dinda dapatkan jika ia menikahi Bima.Dinda memijit kepalanya saat membaca berita-berita itu. Semakin lama terdengar semakin aneh. Entah dia harus bangga atau sedih karena orang-orang lebih tertarik pada kehidupan pribadinya daripada pekerjaan Dinda sebenarnya.“Yang ini setuju. Tapi ada yang maki-maki lo lagi, Din. Oh, pantesan. Fans Chelsea ternyata,” Reva sibuk membaca komentar-komentar di bawah berita Dinda dan Bima. Mereka bertiga─Dinda, Reva, dan Tania─sedang berada di apartemen Dinda. Reva sengaja datang setelah membaca berita kalau Dinda sed
Dinda tidak mengenakan gaun putih dan membawa buket mawar di tangannya. Dia tidak berjalan didampingi ayahnya menuju altar. Tidak ada tamu undangan yang memberinya selamat. Tetapi statusnya kini telah berubah. Ia sudah menjadi istri seseorang.Semua terjadi begitu cepat, seperti mimpi yang mengabur di mata Dinda. Setelah melakukan pernikahan secara agama yang hanya disaksikan oleh Daniel, Ryan, dan Kevin, Bima mendaftarkan pernikahan mereka ke catatan sipil. Dengan gemetar Dinda meletakkan kembali dokumen pernikahannya di nakas dan menghela napas panjang. Mantranya bergema dalam hati. Tarik napas lalu keluarkan.Setelah merasa sedikit lebih tenang Dinda bangkit dan keluar dari kamar. Suara-suara dari ruang tengah terdengar samar. Saat Dinda menampakkan diri di sana, dia siambut dengan tepukan tangan dan ucapan selamat. Hanya ada empat orang, tapi Dinda harus menutup telinganya untuk menghindari kerusakan pada pendengarannya.Saat mereka puas membunyikan terompet, Daniel berada di bari
“Kamu yakin?” Bima menatap Dinda sambil mengelus sisi wajahnya. Betapapun besar keinginannya saat ini untuk berada di dalam tubuh Dinda, dia akan menghentikan semua yang membuat sang istri tidak nyaman.Dinda mengangguk. Napasnya berangsur stabil. “Please.”Tanpa menunggu lagi Bima kembali mencium bibir Dinda dengan semua tekad hatinya. Dia bersumpah akan membuat Dinda hanya mengingat sentuhannya, ciumannya, mendesah karenanya, dan memanggil namanya saat berada di puncak.Dengan sabar dan penuh kelembutan Bima menjelajahi seluruh tubuh Dinda. Menciuminya, menghisapnya hingga meninggalkan jejak di beberapa tempat. Sentuhan-sentuhannya di beberapa tempat seringkali membuat wanita itu menggigil. Setiap desahan yang keluar dari mulut Dinda adalah pelecut semangatnya.“Look at me, Din,” bisik Bima serak. “Keep looking at me.”Dinda menurut. Dia menatap Bima yang membayangi di atasnya.“Jangan tutup mata kamu.”Dinda hanya mengangguk.Puas dengan jawaban Dinda, Bima membenamkan dirinya dala