Dinda tidak sanggup menatap mata Bima. Setelah diizinkan pulang oleh dokter, dia menghabiskan waktu dengan berpura-pura tidur di kamarnya. Bima hanya datang saat malam setelah dia menyelesaikan pekerjaannya. Di luar itu, Tania menemaninya setelah meminta maaf dengan uraian air mata dan berjanji tidak akan lagi meninggalkan Dinda sebelum memastikannya sampai di rumah.Untungnya Bima berhasil menyembunyikan penculikan Dinda dari media. Tidak ada yang memberitakannya. Beberapa agenda yang harus Dinda dilakukan dibatalkan dengan alasan sakit dan butuh beberapa waktu untuk mengembalikan kesehatannya.Satu minggu setelah kepulangannya, Dinda duduk melamun di depan jendela kamarnya, mengabaikan tawaran Tania untuk makan malam.“Din,” Tania masuk ke kamarnya dengan membawa nampan berisi makan malam yang telah dua kali ditolak Dinda. Dia ikut duduk di samping Dinda di lantai dan meletakkan nampan tempat kosong di antara mereka. “Makan dulu, ya.”Dinda menarik napas panjang dan menggeleng. “Ngg
Jika Bima melamarnya dua tahun lalu, Dinda akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia. Dia akan dengan senang hati menerima pinangan itu. Tetapi keadaannya tidak sama lagi. Ada kemungkinan Dinda mengandung bayi pria lain. Dia tidak bisa membuat Bima menerima bayi itu juga. Rasanya sangat tidak adil bagi Bima jika Dinda menerima lamarannya dalam kondisi mengandung.Entah berapa banyak air mata yang ia keluarkan selama beberapa hari terakhir. Dinda menangis berhari-hari hingga rasanya tidak ada lagi yang tersisa. Hanya ada kekosongan di dalam hatinya. Bahkan dia tidak merasakan apapun saat melihat cincin permata di depannya.Tetapi jurang antara dirinya dan Bima justru semakin lebar dan dalam. Rasanya memang semesta tidak merestui mereka.“Aku akan menjawab setelah hasi tes keluar.”Bagi Dinda itulah yang paling masuk akal. Jika memang dia terbukti mengandung, jawabannya sudah jelas. Dinda akan menolak Bima. Tetapi jika hasilnya negatif, mungkin masih ada sedikit harapan bagi merek
Sekali lagi, Dinda menjadi orang paling banyak dicari di internet setelah videonya dan Bima di rumah sakit menyebar. Tentu saja berita-berita itu muncul dengan berbagai judul yang penuh kehebohan dan kontroversi. Ada satu media menyebutkan Dinda sakit keras dan Bima melamarnya agar mereka menikah sebelum Dinda meninggal. Yang lain menyebutkan hubungan mereka seperti Cinderella di dunia nyata. Beberapa bahkan mulai menghitung aset yang akan Dinda dapatkan jika ia menikahi Bima.Dinda memijit kepalanya saat membaca berita-berita itu. Semakin lama terdengar semakin aneh. Entah dia harus bangga atau sedih karena orang-orang lebih tertarik pada kehidupan pribadinya daripada pekerjaan Dinda sebenarnya.“Yang ini setuju. Tapi ada yang maki-maki lo lagi, Din. Oh, pantesan. Fans Chelsea ternyata,” Reva sibuk membaca komentar-komentar di bawah berita Dinda dan Bima. Mereka bertiga─Dinda, Reva, dan Tania─sedang berada di apartemen Dinda. Reva sengaja datang setelah membaca berita kalau Dinda sed
Dinda tidak mengenakan gaun putih dan membawa buket mawar di tangannya. Dia tidak berjalan didampingi ayahnya menuju altar. Tidak ada tamu undangan yang memberinya selamat. Tetapi statusnya kini telah berubah. Ia sudah menjadi istri seseorang.Semua terjadi begitu cepat, seperti mimpi yang mengabur di mata Dinda. Setelah melakukan pernikahan secara agama yang hanya disaksikan oleh Daniel, Ryan, dan Kevin, Bima mendaftarkan pernikahan mereka ke catatan sipil. Dengan gemetar Dinda meletakkan kembali dokumen pernikahannya di nakas dan menghela napas panjang. Mantranya bergema dalam hati. Tarik napas lalu keluarkan.Setelah merasa sedikit lebih tenang Dinda bangkit dan keluar dari kamar. Suara-suara dari ruang tengah terdengar samar. Saat Dinda menampakkan diri di sana, dia siambut dengan tepukan tangan dan ucapan selamat. Hanya ada empat orang, tapi Dinda harus menutup telinganya untuk menghindari kerusakan pada pendengarannya.Saat mereka puas membunyikan terompet, Daniel berada di bari
“Kamu yakin?” Bima menatap Dinda sambil mengelus sisi wajahnya. Betapapun besar keinginannya saat ini untuk berada di dalam tubuh Dinda, dia akan menghentikan semua yang membuat sang istri tidak nyaman.Dinda mengangguk. Napasnya berangsur stabil. “Please.”Tanpa menunggu lagi Bima kembali mencium bibir Dinda dengan semua tekad hatinya. Dia bersumpah akan membuat Dinda hanya mengingat sentuhannya, ciumannya, mendesah karenanya, dan memanggil namanya saat berada di puncak.Dengan sabar dan penuh kelembutan Bima menjelajahi seluruh tubuh Dinda. Menciuminya, menghisapnya hingga meninggalkan jejak di beberapa tempat. Sentuhan-sentuhannya di beberapa tempat seringkali membuat wanita itu menggigil. Setiap desahan yang keluar dari mulut Dinda adalah pelecut semangatnya.“Look at me, Din,” bisik Bima serak. “Keep looking at me.”Dinda menurut. Dia menatap Bima yang membayangi di atasnya.“Jangan tutup mata kamu.”Dinda hanya mengangguk.Puas dengan jawaban Dinda, Bima membenamkan dirinya dala
Setelah menjadi istri seorang Bima Sakti Iskandar, ternyata tidak banyak yang berubah dalam rutinitas sehari-hari Dinda. Dia masih mengambil beberapa tawaran pemotretan iklan yang datang padanya. Meski Daniel ingin Dinda melebarkan sayap ke bidang lain setelah kesuksesan debut sebagai model video musik, Bima tidak menyetujui ide itu. Akhirnya setelah perdebatan panjang dan melelahkan─antara Bima dan Daniel tentu saja, karena Dinda hanya duduk diam menonton mereka berdua─Dinda hanya akan menjadi foto model.Dinda hanya mengangguk setuju saat Bima menanyakan pendapatnya karena ia sudah bertekad untuk mengikuti apapun keputusan pria itu tentang pekerjaannya. Bima berkali-kali mengatakan dia sanggup menanggung hidup Dinda sehingga dia tidak perlu bekerja. Tetapi Daniel tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depannya. Jalan Dinda sudah terbentang dengan mulus dan Daniel tidak bisa membiarkan dia berpindah halauan begitu saja.“Tunggu sampai agensi gue lumayan gede ya, Din. Abis
“Din, tolong bersihin kamar Bima ya. Ganti sprei dan selimutnya juga. Malam ini dia pulang.”“Baik, Bu.”Adinda segera berdiri dan mengikuti Kartika, yang menjadi majikannya selama beberapa tahun terakhir. Mereka keluar dari dapur dan menyusuri koridor, menaiki tangga hingga sampai di lantai dua rumah besar itu.“Sekalian kamar mandinya dibersihakan juga, ya. Biar Bima betah tinggal lama-lama di sini,” Kartika mengucapkan perintahnya dengan lembut. Inilah salah satu yang membuat Adinda begitu bersyukur mendapatkan Kartika dan keluarganya sebagai majikan. Mereka kaya raya dan terpandang, tetapi selalu memperlakukan semua pekerjanya dengan sangat baik. “Heran saya sama Bima itu, orang tua masih lengkap gini kok jarang banget pulang ke rumah.”“Mungkin Mas Bima memang sibuk ngurusi pekerjaannya di Amerika, Bu,” kata Dinda sabar. Dia sudah hapal sifat Kartika di rumah. Meski penampilannya seperti ibu-ibu sosialita yang sedang arisan, di dalamnya masih khas seperti ibu-ibu yang menunjukka
“Siapa lo? Ngapain di kamar gue?”Dinda yang terkejut hampir menjatuhkan ember yang ada di tangannya. Di depannya menjulang anak laki-laki kesayangan yang sedang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh Kartika. Lebih tepatnya anak laki-laki yang telah tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan dan gagah.“Saya... ART di sini, Mas,” jawab Dinda terbata.Bima bersedekap, matanya menatap menilai Dinda. Harus diakui, meski hanya dengan celana olahraga selutut dan kaos kedodoran yang warnanya sudah mulai pudar, Dinda tetap terlihat cantik. Kulitnya langsat dan bersih, berbanding terbalik dengan pakaiannya. Rambutnya yang panjang diikat ekor kuda agar tak mengganggunya saat bekerja. Lekuk tubuhnya tersembunyi di balik kaos dan celana olahraga yang satu ukuran lebih besar dari yang seharusnya.“ART? Sejak kapan Mama ganti ART?” Ketidakpercayaan Bima semata-mata hanya karena heran ada ART di rumahnya yang secantik ini. Seingatnya hanya ada Bik Sinah dan Bik Yati yang sudah cukup tua, yang ada di rumah