Untuk beberapa saat Aryan terdiam, dia tidak menyangka jika akhirnya sahabatnya itu tetap akan memilih Rizal sebagai pelabuhan terakhirnya.
"Kamu kok diam aja sih Ar, terus aku harus jawab apa ya ke dia? Tolong dong kasih aku jalan keluar kayak biasanya…." Tanya Revi, wanita itu merajuk sambil menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya karena Aryan hanya terdiam saja.Aryan segera tersadar meskipun perasaannya tidak enak atau lebih tepatnya tidak menentu namun dia tidak mau memperlihatkan rasa gundah gulananya itu."Kamu ingin aku jujur atau gimana?" Aryan malah balik bertanya."Ya jujur dong… gimana sih masalah sepele aja nanya." Jawab Revi mendengus.Aryan menghela napas, "aku berharap kamu lanjutin karir kamu dulu aja Rev. Kamu kan tahu perjuangan kamu untuk sampai di titik ini sangatlah tidak mudah." Ucapnya serius."Tapi… dia ngancem aku putus kalau aku gak mau nikah ama dia Ar." Balas Revi.Aryan tidak terkejut sama sekali saat sahabatnya itu berkata demikian, dari awal Aryan bahkan sudah tahu belangnya Rizal. Namun sayang seribu sayang, Revi tidak pernah mempercayainya."Kamu kayaknya gak terkejut ya sama curhatan aku ini?" tanya Revi penasaran."Ya, aku tidak terkejut sama sekali. Aku tahu cowok kamu itu manipulatif sedari dulu, kalian sudah sering putus nyambung dan kamu tahu betul sifat aslinya. Coba deh kamu pikirkan matang-matang dulu, jangan sampai kamu menyesali jalan yang kamu akan pilih ini." Jawab Aryan menjelaskan."Nikah itu adalah pilihan hidup yang harus kamu jalani seumur hidup." Lanjutnya.Revi terdiam sesaat, dia memang tahu sifat Rizal yang bisa mencengkram dirinya. Namun entah kenapa Revi merasa sedih jika harus jauh dari kekasihnya itu, mereka memang sering bertengkar bahkan sering juga putus nyambung. Tapi Revi tidak bisa hidup tanpa Rizal, wanita itu sudah terbiasa bahkan bisa dibilang kebal dengan hubungan toxic yang sudah bertahun-tahun dijalaninya tersebut."Ah, tapi dia serius kali ini. Buktinya dia ngajak aku nikah." Gumam Revi ragu, namun Aryan bisa mendengarnya dan dia hanya bisa menggeleng kesal."Mungkin saja… Rizal akan berubah setelah kami menikah, dia begitu kan karena cinta banget ama aku." Lanjut Revi lagi.Aryan makin tidak habis pikir dengan apa yang ada di dalam kepala sahabatnya itu, dia hanya menyayangkan saja karena wanita sebaik dan selembut Revi tidak seharusnya jatuh ke tangan pria bejat seperti Rizal."Kamu, gak mau gitu nikah sama aku aja." Celetuk Aryan.Kedua mata Revi mengerling, "ah kamu becanda terus. Lagian meskipun di dunia ini hanya ada satu pria, yaitu kamu. Aku gak akan milih nikah sama kamu." Jawabnya."Lah kenapa? Kita kenal dari kecil, kamu tahu banget baik buruknya aku, keluargaku dan lainnya." Tanya Aryan."Haha, jangan becanda deh udah ah aku mau pulang yuk udah gerah nih pengen mandi." Jawab Revi, memilih menghindari obrolan yang akan berlanjut tidak penting. Menurutnya itu akan jadi bahan iseng dari sahabatnya itu.Aryan mengangguk, dia tahu jika cinta tidak bisa dipaksakan. Namun pria itu sangat berharap sahabatnya mendapatkan pendamping yang baik dan bisa menjaganya seumur hidup, karena Aryan tahu jika Revi hanya hidup sebatang kara sekarang.Aryan memang sudah ada rasa sejak dulu pada wanita itu, namun dia memilih tidak mengungkapkannya daripada hubungan dia dan sahabatnya itu nantinya harus terasa atau menjadi canggung, apalagi Revi tampaknya tidak memiliki perasaan terhadapnya. Wanita itu sangat setia dengan kekasihnya yang bernama Rizal."Kamu pulanglah dulu, aku masih ada janji temu dengan orang lain." Kata Aryan setelah di parkiran.Bibir Revi mengerucut, ada pancaran cahaya penasaran dimatanya. Namun wanita itu memilih tidak bertanya dan hanya mengangguk, lalu mengucapkan kata selamat tinggal.Setelah Revi pergi, Aryan berjalan di pinggir jalan menuju tempat yang akan ditujunya. Namun saat dia akan menaiki bus, kedua tangan pria itu seketika mengepal. Di seberang sana, Aryan melihat Rizal yang tengah bersama seorang wanita namun itu bukan Revina."Dasar buaya, ternyata lo gak pernah berubah Ri."Nan jauh disana, tapi masih bisa dilihat oleh mata Aryan. Terlihat Rizal yang akhirnya pergi berboncengan dengan wanita lain, sayangnya Aryan tidak membawa kendaraannya karena sedang dipinjam adiknya. Jadi dia tidak bisa mengikuti kemana Rizal akan pergi.Bus yang sedang Aryan naiki akhirnya tiba di tempat yang dituju, Aryan berhenti di halte perhentian lalu dia berjalan lagi beberapa menit dari sana. Hingga pria itu sampai di sebuah kedai kopi yang cukup estetik."Sore Pak." Salah satu pelayan menyapa Aryan.Aryan membalas dengan lambaian tangan, dia memasuki kedai kopi yang bernama "Kopi Persahabatan Dan Cinta" terlihat kedai sudah mulai penuh, dari dua lantai kedai itu hampir semua tempat duduknya terisi."Ar." Seorang pria seumuran Aryan memanggil sambil melambaikan tangan saat Aryan menoleh ke arahnya."Eh Fer udah lama? Ayo pindah tempat, ke kantorku aja." Tanya Aryan, lalu mengajak pria itu mengikuti di belakang.Sepanjang jalan yang Aryan lewati, banyak para pelayan menyapanya.
Aryan memilih menepiskan tangannya, dia tidak mau menjawab pertanyaan dari teman lamanya itu."Ayo pak Feri, sebaiknya kita keluar dan aku kenalkan Anda pada staf yang lain." Ajak Aryan, dia berdiri dan mulai berbicara formal.Feri mengangguk, dia juga tidak mau mengorek apalagi membahas yang sempat temannya itu katakan tadi, karena kini Aryan adalah bos dan bukan temannya jika di lingkungan kerja.Feri mengekor dari belakang, Aryan membawanya ke dapur, menjelaskan ini itu dan juga memperkenalkan Feri pada karyawannya yang lain."Jadi… ada tempat ibadah, kamar khusus karyawan beristirahat juga ya." Kata Feri."Terus, untuk ruangan para pelanggan ada dua lantai sama outdoor juga." Lanjutnya seakan sedang berbicara sendiri."Ya betul, Outdoor itu bagi perokok karena di indoor ada larangan merokok." Balas Aryan.Feri mengangguk-angguk, lalu langkahnya terhenti dan dia memandang seksama ke arah dua pelanggan yang berada di lantai bawah."Ada apa Fer? Jika tidak ada yang membuatmu kurang ny
"Sebaiknya kamu kirim saja foto-fotonya Ar, jangan ragu deh kasihan teman kamu jadi korban si buaya buntung itu." Desak Feri geregetan, apalagi jika dia mengingat yang sudah dibohongi pria paling dibencinya itu adalah teman Aryan.Aryan masih termangu, dia masih ragu.Sedangkan di bawah sana, Rizal dan Sinta sedang duduk sambil menunggu menu makan malam yang mereka pesan datang."Sayang… makasih ya, berkat kamu kini aku diangkat jadi manajer di perusahaan." Kata Rizal.Sinta memandang genit, "kamu ih kayak sama siapa saja bilang makasih segala. Kamu kan calon suami aku, tentu saja aku senang kalau suamiku naik pangkat." Jawabnya.Rizal tersenyum manis, tangannya dari tadi tidak bisa diam mengelus-elus rambut, pipi, hidung bahkan mulai nakal menelusuri paha mulus Sinta yang terhalangi oleh meja."Ih… geli…" ucap Sinta merajuk manja."Hehe, aku gak kuat Sayang… habis ini mau nggak check in?" Ajak Rizal genit.Sinta tidak menjawab tapi dia mengangguk sebagai isyarat mengiyakan."Ah, udah
"Antar aku dan ikuti mereka." Ajak Aryan, meskipun penasaran Feri akhirnya mengangguk tanpa banyak bertanya-tanya.Terlihat mobil yang ditumpangi Sinta dan Rizal keluar dari parkiran Kedai itu, mereka melaju ke arah jalan raya hingga beberapa menit kemudian mereka berbelok ke sebuah Hotel yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kedai milik Aryan tadi.Feri memarkirkan mobilnya, namun baik dia dan Aryan tidak keluar dari mobil. Mereka melihat dari dalam mobil saja, saat Rizal dan wanita bernama Sinta itu memasuki pintu Hotel di depan mata mereka."Sialan. Bener-bener berani ngamar!" seru Feri sambil memukul setir di depannya.Sedangkan Aryan terlihat tampak pasrah dan frustasi, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Hingga setelah dia menatap layar ponsel sekian lama, akhirnya Aryan mengirimkan foto-foto mesra Rizal saat di Kedai tadi.Kembali ke dalam Hotel, Rizal dan Sinta sudah masuk ke dalam kamar yang dipesannya. Tanpa menunda waktu lama keduanya begitu bernafsu saling berpagut
Aryan dan Feri akhirnya pergi dari hadapan Revina dengan penuh kekesalan. Revina benar-benar wanita yang bodoh, dia lebih percaya dengan kekasihnya ketimbang fakta dan ucapan dari sahabatnya yang sudah dia kenal belasan tahun lamanya. "Ar, kamu baik banget dari dulu. Sayang sekali sepertinya teman wanitamu itu tidak percaya dengan ucapan kita." Desah Feri memecah keheningan apalagi malam sudah larut dan kendaraan berlalu lalang mulai berkurang. Aryan terdiam, untuk sekian kalinya dia gagal melindungi Revina. Sebenarnya Aryan tidak ikhlas jika temannya itu jatuh ke dalam tipu muslihat Rizal, pria buaya darat yang sudah berkali-kali terciduk selingkuh dari temannya itu."Turunkan aku di Kedai, besok terserah kamu mau masuk jam berapa. Senyamannya saja." Pinta Aryan, pria itu tidak mau membalas perkataan Feri tadi dan memilih turun di Kedai yang sudah tutup daripada pulang ke rumahnya.Feri hanya bisa mengangguk, dia tidak mau mengganggu pikiran Aryan yang sedang terganggu. ***Di temp
"Rev… Sayang… apa kamu ada di dalam?" Terdengar juga teriakan seorang pria memanggil namanya, Revi yang masih setengah mengantuk itu masih belum sadar karena nyawanya belum terkumpul. Hingga beberapa saat kemudian dia akhirnya meraih ponsel, melihat waktu pukul berapa. Sontak dia terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidur. "Ah, rupanya dari tadi pintuku ada yang mengetuk bukanlah mimpi." Gumam Revi, dia melihat keluar dan ada Rizal diluar sana. "Ah syukurlah… kamu gak angkat telponku, gak balas chat dariku. Aku khawatir kamu kenapa-napa." Kata Rizal saat melihat Revi keluar dan membuka pintu. Setelah berhadap-hadapan Rizal langsung saja memeluk Revi. Dia juga sebisa mungkin mengeluarkan air mata agar gadis yang dicintainya itu luluh. "Sayang… maafkan aku, aku bisa jelasin kok foto-foto yang kamu kirim semalam. Semalam itu_" "Tolong lepaskan dulu," potong Revi sambil mendorong tubuh Rizal yang kini sedang memeluknya erat. "Aku mengizinkanmu masuk karena malu dilihat tetangg
Revina masih terdiam, dia bingung harus bersikap bagaimana lagi. Namun tampaknya Rizal tidak berbohong padanya. Bagaimana mungkin pria itu berbohong setelah 5 tahun mereka menjalin hubungan. "Dari mana sih kamu tahu aku sama Sinta? Katakan padaku Rev, lagian kenapa dia kirim-kirim foto ke kamu kalau dia tidak bermaksud menghancurkan hubungan kita?" desak Rizal karena Revi hanya diam saja dari tadi. Revi bingung, masa iya harus bilang kalau Aryan lah yang mengatakan dan juga mengirimkan fotonya? "Katakan padaku, aku ingin tahu kenapa orang itu berbuat demikian pada kita? Kalau benar dia tidak menyukaiku, harusnya dia mendatangiku tadi bukan memfotoku lalu mengirimkannya ke kamu." Desak Rizal lagi. Revi masih berpikir, apa dia harus mengatakan jika orang itu adalah Aryan? Bagaimanapun juga Aryan adalah sahabatnya, tidak mungkin Aryan hanya ingin mengadu domba dia dan Rizal. Revi menggeleng, "tadi aku pulang kerja dan lihat kamu." Akhirnya Revi berbohong demi kebaikan semuanya, meski
Revina terdiam, memang benar apa yang dikatakan Rizal. Namun, dia merasa sangat berdosa karena bibirnya sudah merasa tidak suci lagi. "Maafkan aku Sayang, karena sudah lancang. Baiklah, apapun keputusanmu akan aku terima. Intinya aku tidak mau kamu merasa tertekan, karena aku sangat menyayangi kamu." Kata Rizal, dia tahu betul sifat lembut Revina makanya harus dibujuk secara perlahan. Revina menangguk, daripada memikirkan hal tadi. Dia lebih baik memaafkan kesalahan kekasihnya itu. "Hari ini kamu libur? Bagaimana kalau kita nemuin ibu sama bapakku?" tanya Rizal lagi, sekalian dia lebih meyakinkan kekasihnya itu. Revina mengangguk, lagian dia sudah lama tidak bertemu dengan orang tua Rizal. "Ya udah, sana siap-siap. Biar nanti kita makan malam masakan ibu." Kata Rizal. "Baiklah, tapi aku agak lama. Mau mandi dulu, Mas Rizal mau kopi atau teh dulu?" tanya Revi mrnawarkan. "Hem …, kopi aja ya. Makasih ya Sayang …." Jawab Rizal seraya tersenyum penuh kasih sayang. Rizal tahu betul