"Kita sudah lima tahun pacaran Rev, apa salah jika aku ingin menikahimu?" tanya Rizal sambil berkacak pinggang.
Perempuan cantik berhijab yang dipanggil dengan nama Revi itu hanya bisa terdiam, bukannya dia tidak bahagia kekasihnya itu melamar dan mengajaknya menikah. Revi hanya merasa jika waktunya belum tepat, usianya baru 25 tahun dan dia sedang menikmati masa-masa indah dalam hidupnya. Setidaknya dia berharap satu atau dua tahun lagi targetnya untuk menikah.Saat ini Revi bahkan baru diangkat menjadi kepala bagian di sebuah perusahaan besar di ibukota dengan gaji perbulannya gak kaleng-kaleng, wanita itu bahkan bisa menabung paling sedikit 10 juta perbulannya. Dari hasil kerjanya selama 5 tahun, Revi bahkan sudah bisa membeli rumah dan kendaraan mobil."Kenapa diam saja Rev? Apa selama ini kamu hanya main-main denganku?" tanya Rizal lagi, kini pria itu malah seolah menjadi orang yang paling tersakiti."Piuh! Sia-sia saja aku menghabiskan waktu lima tahunku jika begini akhirnya." Lanjut pria itu lagi, sambil mendengus kasar.Revi masih terdiam, bukan apa-apa tapi dia masih ragu dengan pilihan menikah itu."Mas, beri aku waktu satu minggu untuk berpikir ya." Pinta Revi, akhirnya bersuara."Satu minggu? Untuk apa kamu minta waktu satu minggu? Kamu mau minta ijin sama siapa? Kamu kan gak punya siapa-siapa." Tanya Rizal mencerca Revi dengan banyak pertanyaan.Revi menghela napas, berat sekali rasanya saat tidak ada seseoramg yang bisa diajaknya berbicara. Yang dia ingat hanya satu nama, yaitu Aryan."Akh baiklah, aku kasih kamu waktu satu minggu. Kalau kamu masih ragu, berarti hubungan kita berakhir." Desah Rizal, lalu pria itu melengos pergi meninggalkan Revi yang masih terdiam di taman lingkungan tempat wanita itu bekerja.Cukup lama Revi terdiam, namun akhirnya dia pun memilih pergi dari tempat itu. Sambil berjalan menuju gedung tempatnya bekerja, wanita itu sambil berpikir dengan jawaban apa yang harus dia ambil setelah satu minggu nanti. Disisi lain dia cinta banget sama Rizal, namun disisi lain juga dia sayang dengan pekerjaannya sekarang."Hey, fokus banget ngelamunnya." Sapa seseorang dari belakang hingga Revi tersentak karena kaget."Aryan. Kamu ya, bikin jantungan aja." Balas Revi bete."Ada apa sih, udah ketemu pacar kok gak happy gitu?" tanya pria yang sudah jadi sahabat Revi sejak kecil itu.Revi terdiam, dia bingung apa dia harus curhat soal ajakan nikah dari pacarnya tadi?"Hey, mau cerita? Gimana kalau pulang kerja nanti kita ke cafe biasa?" Ajak Aryan, seolah dia tahu kegundahan hati sahabatnya itu."Kamu memang paling tahu, oke deh." Jawab Revi, lesu."Oke deal, ayo cepet kita masuk kerja dulu." Balas Aryan lagi, sambil mendorong punggung Revi agar berjalan lebih cepat.Revi mulai tersenyum, kedua orang dewasa yang sudah bersahabat sejak lama itu kini berjalan sambil bercanda seperti anak kecil. Mereka berdua bahkan tak segan saling balas pukulan kecil nan manis, saling jail dan saling ejek meskipun di depan para karyawan yang bekerja di gedung tersebut.Sore harinya sepulang bekerja, sesuai janji kedua sahabat itu pergi ke Cafe untuk sesi curhat. Begitulah persahabatan keduanya, Revi paling suka bercerita dan Aryan adalah orang yang tak pernah lelah mendengarkan apapun yang diceritakan oleh wanita itu."Ar, ini tentang Rizal." Kata Revi memulai percakapan.Aryan mengangguk, "emangnya ada yang lain selain cowok arogan itu huh!" dengusnya di dalam hati."Ih… kok kamu diem aja sih… gimana nih, mau gak dengerin curhatan aku?" tanya Revi, merengek."Akh, ya sudah tinggal cerita. Biasanya juga kamu itu nyerocos langsung." Jawab Aryan dengan wajah datar. "Seakan kamu peduli saja dengan perasaanku." Lanjutnya tapi kali ini hanya di dalam hatinya."Dia ngajak nikah."Deg! Jantung Aryan terasa berhenti berdetak, lalu bergemuruh dan berdegup tak beraturan.Untuk beberapa saat Aryan terdiam, dia tidak menyangka jika akhirnya sahabatnya itu tetap akan memilih Rizal sebagai pelabuhan terakhirnya."Kamu kok diam aja sih Ar, terus aku harus jawab apa ya ke dia? Tolong dong kasih aku jalan keluar kayak biasanya…." Tanya Revi, wanita itu merajuk sambil menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya karena Aryan hanya terdiam saja.Aryan segera tersadar meskipun perasaannya tidak enak atau lebih tepatnya tidak menentu namun dia tidak mau memperlihatkan rasa gundah gulananya itu."Kamu ingin aku jujur atau gimana?" Aryan malah balik bertanya."Ya jujur dong… gimana sih masalah sepele aja nanya." Jawab Revi mendengus.Aryan menghela napas, "aku berharap kamu lanjutin karir kamu dulu aja Rev. Kamu kan tahu perjuangan kamu untuk sampai di titik ini sangatlah tidak mudah." Ucapnya serius."Tapi… dia ngancem aku putus kalau aku gak mau nikah ama dia Ar." Balas Revi.Aryan tidak terkejut sama sekali saat sahabatnya itu berkata demikian, dari awal Aryan bahkan
Nan jauh disana, tapi masih bisa dilihat oleh mata Aryan. Terlihat Rizal yang akhirnya pergi berboncengan dengan wanita lain, sayangnya Aryan tidak membawa kendaraannya karena sedang dipinjam adiknya. Jadi dia tidak bisa mengikuti kemana Rizal akan pergi.Bus yang sedang Aryan naiki akhirnya tiba di tempat yang dituju, Aryan berhenti di halte perhentian lalu dia berjalan lagi beberapa menit dari sana. Hingga pria itu sampai di sebuah kedai kopi yang cukup estetik."Sore Pak." Salah satu pelayan menyapa Aryan.Aryan membalas dengan lambaian tangan, dia memasuki kedai kopi yang bernama "Kopi Persahabatan Dan Cinta" terlihat kedai sudah mulai penuh, dari dua lantai kedai itu hampir semua tempat duduknya terisi."Ar." Seorang pria seumuran Aryan memanggil sambil melambaikan tangan saat Aryan menoleh ke arahnya."Eh Fer udah lama? Ayo pindah tempat, ke kantorku aja." Tanya Aryan, lalu mengajak pria itu mengikuti di belakang.Sepanjang jalan yang Aryan lewati, banyak para pelayan menyapanya.
Aryan memilih menepiskan tangannya, dia tidak mau menjawab pertanyaan dari teman lamanya itu."Ayo pak Feri, sebaiknya kita keluar dan aku kenalkan Anda pada staf yang lain." Ajak Aryan, dia berdiri dan mulai berbicara formal.Feri mengangguk, dia juga tidak mau mengorek apalagi membahas yang sempat temannya itu katakan tadi, karena kini Aryan adalah bos dan bukan temannya jika di lingkungan kerja.Feri mengekor dari belakang, Aryan membawanya ke dapur, menjelaskan ini itu dan juga memperkenalkan Feri pada karyawannya yang lain."Jadi… ada tempat ibadah, kamar khusus karyawan beristirahat juga ya." Kata Feri."Terus, untuk ruangan para pelanggan ada dua lantai sama outdoor juga." Lanjutnya seakan sedang berbicara sendiri."Ya betul, Outdoor itu bagi perokok karena di indoor ada larangan merokok." Balas Aryan.Feri mengangguk-angguk, lalu langkahnya terhenti dan dia memandang seksama ke arah dua pelanggan yang berada di lantai bawah."Ada apa Fer? Jika tidak ada yang membuatmu kurang ny
"Sebaiknya kamu kirim saja foto-fotonya Ar, jangan ragu deh kasihan teman kamu jadi korban si buaya buntung itu." Desak Feri geregetan, apalagi jika dia mengingat yang sudah dibohongi pria paling dibencinya itu adalah teman Aryan.Aryan masih termangu, dia masih ragu.Sedangkan di bawah sana, Rizal dan Sinta sedang duduk sambil menunggu menu makan malam yang mereka pesan datang."Sayang… makasih ya, berkat kamu kini aku diangkat jadi manajer di perusahaan." Kata Rizal.Sinta memandang genit, "kamu ih kayak sama siapa saja bilang makasih segala. Kamu kan calon suami aku, tentu saja aku senang kalau suamiku naik pangkat." Jawabnya.Rizal tersenyum manis, tangannya dari tadi tidak bisa diam mengelus-elus rambut, pipi, hidung bahkan mulai nakal menelusuri paha mulus Sinta yang terhalangi oleh meja."Ih… geli…" ucap Sinta merajuk manja."Hehe, aku gak kuat Sayang… habis ini mau nggak check in?" Ajak Rizal genit.Sinta tidak menjawab tapi dia mengangguk sebagai isyarat mengiyakan."Ah, udah
"Antar aku dan ikuti mereka." Ajak Aryan, meskipun penasaran Feri akhirnya mengangguk tanpa banyak bertanya-tanya.Terlihat mobil yang ditumpangi Sinta dan Rizal keluar dari parkiran Kedai itu, mereka melaju ke arah jalan raya hingga beberapa menit kemudian mereka berbelok ke sebuah Hotel yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kedai milik Aryan tadi.Feri memarkirkan mobilnya, namun baik dia dan Aryan tidak keluar dari mobil. Mereka melihat dari dalam mobil saja, saat Rizal dan wanita bernama Sinta itu memasuki pintu Hotel di depan mata mereka."Sialan. Bener-bener berani ngamar!" seru Feri sambil memukul setir di depannya.Sedangkan Aryan terlihat tampak pasrah dan frustasi, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Hingga setelah dia menatap layar ponsel sekian lama, akhirnya Aryan mengirimkan foto-foto mesra Rizal saat di Kedai tadi.Kembali ke dalam Hotel, Rizal dan Sinta sudah masuk ke dalam kamar yang dipesannya. Tanpa menunda waktu lama keduanya begitu bernafsu saling berpagut
Aryan dan Feri akhirnya pergi dari hadapan Revina dengan penuh kekesalan. Revina benar-benar wanita yang bodoh, dia lebih percaya dengan kekasihnya ketimbang fakta dan ucapan dari sahabatnya yang sudah dia kenal belasan tahun lamanya. "Ar, kamu baik banget dari dulu. Sayang sekali sepertinya teman wanitamu itu tidak percaya dengan ucapan kita." Desah Feri memecah keheningan apalagi malam sudah larut dan kendaraan berlalu lalang mulai berkurang. Aryan terdiam, untuk sekian kalinya dia gagal melindungi Revina. Sebenarnya Aryan tidak ikhlas jika temannya itu jatuh ke dalam tipu muslihat Rizal, pria buaya darat yang sudah berkali-kali terciduk selingkuh dari temannya itu."Turunkan aku di Kedai, besok terserah kamu mau masuk jam berapa. Senyamannya saja." Pinta Aryan, pria itu tidak mau membalas perkataan Feri tadi dan memilih turun di Kedai yang sudah tutup daripada pulang ke rumahnya.Feri hanya bisa mengangguk, dia tidak mau mengganggu pikiran Aryan yang sedang terganggu. ***Di temp
"Rev… Sayang… apa kamu ada di dalam?" Terdengar juga teriakan seorang pria memanggil namanya, Revi yang masih setengah mengantuk itu masih belum sadar karena nyawanya belum terkumpul. Hingga beberapa saat kemudian dia akhirnya meraih ponsel, melihat waktu pukul berapa. Sontak dia terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidur. "Ah, rupanya dari tadi pintuku ada yang mengetuk bukanlah mimpi." Gumam Revi, dia melihat keluar dan ada Rizal diluar sana. "Ah syukurlah… kamu gak angkat telponku, gak balas chat dariku. Aku khawatir kamu kenapa-napa." Kata Rizal saat melihat Revi keluar dan membuka pintu. Setelah berhadap-hadapan Rizal langsung saja memeluk Revi. Dia juga sebisa mungkin mengeluarkan air mata agar gadis yang dicintainya itu luluh. "Sayang… maafkan aku, aku bisa jelasin kok foto-foto yang kamu kirim semalam. Semalam itu_" "Tolong lepaskan dulu," potong Revi sambil mendorong tubuh Rizal yang kini sedang memeluknya erat. "Aku mengizinkanmu masuk karena malu dilihat tetangg
Revina masih terdiam, dia bingung harus bersikap bagaimana lagi. Namun tampaknya Rizal tidak berbohong padanya. Bagaimana mungkin pria itu berbohong setelah 5 tahun mereka menjalin hubungan. "Dari mana sih kamu tahu aku sama Sinta? Katakan padaku Rev, lagian kenapa dia kirim-kirim foto ke kamu kalau dia tidak bermaksud menghancurkan hubungan kita?" desak Rizal karena Revi hanya diam saja dari tadi. Revi bingung, masa iya harus bilang kalau Aryan lah yang mengatakan dan juga mengirimkan fotonya? "Katakan padaku, aku ingin tahu kenapa orang itu berbuat demikian pada kita? Kalau benar dia tidak menyukaiku, harusnya dia mendatangiku tadi bukan memfotoku lalu mengirimkannya ke kamu." Desak Rizal lagi. Revi masih berpikir, apa dia harus mengatakan jika orang itu adalah Aryan? Bagaimanapun juga Aryan adalah sahabatnya, tidak mungkin Aryan hanya ingin mengadu domba dia dan Rizal. Revi menggeleng, "tadi aku pulang kerja dan lihat kamu." Akhirnya Revi berbohong demi kebaikan semuanya, meski