"Kenapa?" tanya Awan heran melihat reaksi Raya. "Aku gak minta kamu buatkan restoran. Aku hanya ingin menikmati sunset di tepi pantai, sayang." ucap Raya. Dia tak habis fikir dengan pria di hadapannya itu. Bisa-bisa nya segala omongan lelucon masa SMA benar-benar dia wujudkan dengan cara yang diluar bayangan Raya. Seperti acara pertunangan mereka. Raya juga tidak menyangka bahwa impian asal yang dia sebutkan di masa lalu benar-benar di rekam oleh Awan dan di realisasikannya saat ini. Awan yang tadinya sangat menggemaskan di mata Raya bagaikan oppa-oppa korea, bahkan lebih tampan. Kini ketampanannya naik beribu-ribu kali lipat. Tampak senyum di bibir Raya semakin melebar tak mampu di tahan, pipinya pun tampak merona. Tiba-tiba saja Raya menjadi salah tingkah dihadapan pria yang saat ini sudah menjadi tunangannya itu. "Aku udah berjanji pada diriku sendiri. Apapun akan lakukan asal kamu bisa kembali denganku. Berjanjah, untuk tidak pernah pergi lagi. Aku tidak yakin akan mampu ber
Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali tampak ramai sore ini. Pengunjung yang baru saja tiba juga yang akan berangkat tampak hilir mudik disekitarnya. Awan, Raya beserta mama Awan kini juga sudah berada disana sejak satu jam yang lalu. Ya, begitu pria itu menyelesaikan segala urusannya dengan RK Company di cabang Bali. Dia dan Raya langsung pergi menjemput mamanya yang menunggu di rumah Awan. Hari sebelumnya Raya dan mama Awan tidur dirumah Awan, sebab masih ada beberapa pakaian mamanya yang harus dikemas dan dibawa kembali ke Jakarta. Tampak ketiga orang itu kini sudah berada diruang tunggu pesawat, dan menantikan panggilan bagi para penumpang untuk memasuki pesawat mereka. "Sayang, fotoin." ucao Raya meminta Awan untuk mengambilkan foto dirinya dan calon mertua kesayangannya itu. "Oke." ucap pria itu santai. Berbagai pose dilakukan oleh kedua wanita tersayangnya, mulai dari pose kalem hingga pose random serta absurd, ahh, entah apalah namanya itu. Raya meminta ponsel A
"Sayang, aku kangen." ucap Awan bermonolog sambil memandangi wajah Raya yang tercetak jelas memenuhi layar ponselnya. Sepuluh hari sudah berlalu sejak kepulangan mereka ke Jakarta. Dan selama itu pula. mereka tidak bertemu. Menahan segala kerinduan yang bergejolak didalam dada. Yang membuat pria itu semakin frustasi, sudah 3 hari ini calon istrinya itu bahkan tidak bisa dihubungi. Sungguh keadaan seperti ini tidak pernah dia harapkan. Ingin rasanya dia melihat wajah kekasihnya itu, namun video call nya selalu ditolak oleh gadis itu. Terpaksa dia harus pasrah dengan hanya berkirim pesan. Itupun dia mengirim dipagi hari, tapi dibalas siang hari. Bahkan pernah dibalas malam hari. Ternyata ucapan mamanya tidak main-main, mereka berdua beneran dipingit selama dua minggu. Peraturan yang aneh menurut pemuda itu, apa bagusnya pake acara dipingit-pingit segala. Yang ada malah membuat calon pengantin kehilangan semangat. Fikir pemuda itu sambil terus memandangi foto wajah calon istrinya yang
Rencana mama Awan untuk melihat acara bridal shower calon mantu kesayangannua itu pun gagal. Begitupun rencana Awan yang menemui Raya disana. Sebab mamanya tidak mengizinkan dia untuk keluar dari rumah apapun yanh terjadi. "Ma, plis!" rengek pria itu. "Salah sendiri gangguin mama vc sama Raya." ucap wanita paruh baya yang kini sedang merajuk pada anaknya. Awan akhirnya menyerah dan membaringkan tubuhnya disamping ibunya dengan kepala berbantalkan paha ibunya. "Ma ..." panggil Awan. "Hmm?" sahut ibunya dengan tangan kanan mengutak atik handphone dan tangan kirinya mengelus rambut Awan. Wanita itu mengalihkan pandangannya saat Awan tak kunjung bicara. Dia kemudian tersenyum melihat betapa putra ini sudah tumbuh menjadi kelaki dewasa. Dengan sifat yang hampir keseluruhan adalah warisan dari papanya. Kecuali cuek dan galak dengan bawahan. Karena seringat mamanya, papanya adalah atas yang paling ramah dan loyal dengan bawahan. Kenangan masa lalu ketika Awan berusia 5 tahun sedang be
"Sayang, dengarin aku dulu." Awan sibuk mengejar Raya yang berlari sambil menangis menuju kearah gerbang sekolah. Saat itu sebagian siswa sudah pada pulang. Hingga akhirnya Awan berhasil mendapatkan pergelangan tangan Raya. Lalu menarik nya kedalam pelukannya, mendekapnya erat, seolah berusaha memberi tahu Raya betapa kencangnya degup jantung Awan sekarang, semuanya karena Raya. Bukan wanita lain. "Aku benci kamu, kamu jahat, Wan! Kamu jahat!" Teriak Raya sambil memukul-mukul dengan semua tenaga yang dia punya. Awan sedikit meregangkan pelukannya dan memberi ruang bagi Raya untuk melepaskan emosinya. Dia menerima segala pukulan Raya tanpa adanya perlawanan. "Hu hu hu " Tangis Raya pun pecah setelah dia puas memukuli dada bidang Awan. Lalu merosot yang berjongkok sambil memeluki lututnya sendiri. "Sayang." Panggil Awan lembut kepada Raya sambil mengusap pelan pucuk kepalanya. Dan tangan satunya lagi dirangkulkannya ke pundak Raya berusaha untuk menarik Raya masuk kedalam pelukannya l
Diruangan CEO RK Company, seorang pemuda tak henti-hentinya menunduk sambil mengucapkan kata maaf kepada lelaki muda yang sedang menyesap kopinya. "Kamu selamat, jika saja saya ketauan. Kamu saya pindahkan ke bagian OB hari ini juga." Ucap lelaki muda yang diketahui sebagai CEO RK Company. "Maaf bos, saya tidak bermaksud terlambat. Sungguh tadi dijalan para warga menghentikan mobil saya dan meminta bantuan untuk mengantarkan ibu hamil yang akan melahirkan. Saya tidak bisa menolak karena mereka langsung membuka pintu dan menaikkan ibu-ibu itu." Jawab pemuda jujur, dia adalah Albert asisten pribadi nya. Tanpa menjawab apapun lelaki muda itu melambaikan tangannya ke arah Albert pertanda dia menyuruhnya keluar dari ruangan ini. "Raya!!" Teriak Meisya yang lagi-lagi berkas fotocopy nya ketumpahan kopi Raya untuk kesekian kalinya. "Sory sory. Gak sengaja Kak." Ucap Raya sambil menyatukan kedua telapak tangannya ke atas kepala sambil membungkuk. "Sory mulu, udah ku bilang kau kalo ngop
"Buk, nasi ayam penyet satu sama teh hangat ya." Raya memesan lalu mencari keberadaan Meisya dan teman-teman nya dari departemen desain. "Sini, Ray!" Panggil Meisya yang melihat Raya sedang celingukkan mencari keberadaan mereka. Raya langsung berjalan menuju ke tempat dimana para temannya bertahta. Namun ketika Raya baru sampai di meja sebelah, tiba-tiba seorang wanita berdiri dan bertabrakan dengan Raya. "Brukkk!!" Raya pun jatuh tersungkur ke lantai, lututnya memar mengeluarkan sedikit darah. Ingin rasanya dia menangis, namun itu tidak mungkin dia lakukan disini. "Eh, kau kalo berdiri pakek mata! " Bentak Meisya kepada perempuan itu sambil menghampiri Raya dan membantunya untuk berdiri. Namun Raya sepertinya kesusahan. "Berdiri pake kaki bego'! Bukan mata. Dasar kacung!" Balas perempuan itu yang tak terima di bentak oleh Meisya. Yang mereka kenal sebagai Sintya, dari departemen pemasaran. Sintya memang selalu saja mencari masalah dengan Raya, namun Raya selalu mengabaikan keber
"Jangan bercanda deh." Seru Raya sambil menepuk lengannya sedikit bertenaga. Membuat si empu nya tertegun merasakan pukulan gadis mungil dihadapannya ini. Entah apa yang dipikirkannya. Namun sedetik kemudian dia menertawakan kekonyolannya sendiri. "Aku dari departemen Keuangan." Jawabnya asal sambil tertawa singkat. Raya pun menganggukkan kepalanya. Sebenarnya dia tidak berbohong. Dia adalah CEO disini, maka dari itu departemen apapun yang disebutkan sebenarnya ya dia tidak berbohong. Karena memang semua departemen disini berada dibawah pengawasannya. Kemudian Raya kembali mengangkat kepalanya dan menatap lekat kepada manik mata lelaki yang mengaku bernama Herlambang itu. Untuk kedua kali nya dalam satu hari ini. Lelaki yang dijuluki CEO Galak itu benar-benar gugup dibuatnya. "Kau mengingatkanku dengan seseorang." Degg!! Jika di perhatikan dengan seksama akan terlihat perubahan ekspresi pada wajah Kurniawan saat itu. Gurat wajahnya seakan menegang. Telapak tangannya tampak berke