"Jangan bercanda deh." Seru Raya sambil menepuk lengannya sedikit bertenaga. Membuat si empu nya tertegun merasakan pukulan gadis mungil dihadapannya ini. Entah apa yang dipikirkannya. Namun sedetik kemudian dia menertawakan kekonyolannya sendiri.
"Aku dari departemen Keuangan." Jawabnya asal sambil tertawa singkat. Raya pun menganggukkan kepalanya.Sebenarnya dia tidak berbohong. Dia adalah CEO disini, maka dari itu departemen apapun yang disebutkan sebenarnya ya dia tidak berbohong. Karena memang semua departemen disini berada dibawah pengawasannya.Kemudian Raya kembali mengangkat kepalanya dan menatap lekat kepada manik mata lelaki yang mengaku bernama Herlambang itu. Untuk kedua kali nya dalam satu hari ini. Lelaki yang dijuluki CEO Galak itu benar-benar gugup dibuatnya."Kau mengingatkanku dengan seseorang."Degg!!Jika di perhatikan dengan seksama akan terlihat perubahan ekspresi pada wajah Kurniawan saat itu. Gurat wajahnya seakan menegang. Telapak tangannya tampak berkeringat namun terasa dingin. Dan jantung lelaki itu serasa mau lepas mendengar ucapan Raya."O... oh... ya?" Jawabnya terbata sambil berusaha mengalihkan pandangannya agar tak bertemu pandang dengan Raya."Hmm... Ah... Ntah lah. Mungkin aku hanya terlalu merindukannya." Jawab Raya sendu."Siapa? Kekasihmu?" Tanyanya berusaha untuk mengubah postur tubuhnya agar lebih rileks."Bagiku, iya." Seketika itu juga lelaki itu langsung menoleh kearah Raya. Tampak dia menurunkan tangan kanannya dan meletakkannya di bawah meja. Dia mengepalkan tangannya sekuat mungkin berusaha untuk meredam amarahnya disana. Hingga akhirnya kata-kata Raya selanjutnya berhasil membuatku tertegun dan meneteskan air mata."Semua salahku. Aku meninggalkannya tanpa memberikan dia kesempatan untuk menjelaskan apapun. Seluruh keluargaku sudah memperingatkan, tapi aku tetap memilih egoku dan meninggalkannya. Tujuh tahun berpisah, tidak ada seharipun aku lalui tanpa mengingatnya. Handphone ini, aku gk pernah berniat untuk menggantinya. Semua kenangan tentangnya ada disini. Tapi hari ini rusak, aku kehilangan dia untuk kedua kalinya." Ucapnya lirih, cairan bening bagaikan permata jatuh di kedua sisi mata indahnya. Raya kemudian menarik napasnya dalam."Kok kamu ikutan nangis?" Gerakan refleks membuat dia mengangkat tangannya memeriksa kewajahnya, dan benar dia mendapati ada butiran bening disana."Hehh... Maaf aku malah jadi curhat gini." Ucap Raya menertawakan dirinya sendiri. Lelaki itupun ikut menertawakan dirinya sendiri."Gak papa, aku seneng. Itu artinya kamu menerima ku sebagai temanmu." Jawab lelaki itu santai."Tentu saja. Aku suka banyak teman. Hampir seluruh gedung ini ada temanku. Tapi aku tidak pernah melihatmu. Apa kau baru bekerja disini?" Tanya Raya kembali."Kamu ini jadi orang terlalu banyak tanya." Jawabnya sambil menyentil kening Raya kemudian berdiri dari duduknya."Aku pamit dulu, mau lanjut kerja." Lain waktu kita ketemu lagi ya." Ucap lelaki itu sambil mengedipkan sebelah mata ke arah Raya sebelum akhirnya berbalik badan. Yang di goda masih sibuk termenung dengan pikirannya sendiri."Awan!" Lirih Raya yang masih bisa didengar jelas oleh lelaki itu. Seketika langkah kaki nya berhenti terpaku, namun dia pun tak berani berbalik arah untuk menatap gadis itu."Aku sudah siap makan, aku juga harus segera kembali ke departemen ku. Ok, lain waktu kita bertemu lagi." Ucapnya sambil berlalu dihadapan Kurniawan yang masih mematung."Tunggu!""Ya?""Boleh aku minta nomor teleponmu?" Tanya laki-laki itu ragu."Kamu cari saja di grup WA kantor." Jawab Raya sambil mengedipkan sebelah mata nya."Kau menggodaku?" Tanya laki-laki itu dengan senyum seringai padanya. Raya hanya tertawa lebar setelah mendengar pertanyaan itu lalu berlalu pergi menjauh dari kantin.Kringgg!! Kringg!!"Ya, halo?""Ini mama. Bisa gak yang sopan, jangan samakan mama dengan rekan bisnis atau karyawanmu?" Suara nyaring di seberang sana membuatnya menjauhkan ponsel dari telinganya."Kamu sibuk?""Enggak, ma. Kenapa?" Tanyanya kembali sambil melangkahkan kaki keluar dari kantin."Malam ini mama sama teman-teman arisan mama mau liburan ke Bali. Kamu luangkan waktu untuk ikut acara mama besok siang." Lelaki itu tampak menarik napas kasar dan membuangnya asal. Sambil memutar bola matanya malas."Udah deh ya, Ma. Mama jangan mulai lagi. Aku gak ada waktu untuk ikutin kencan buta mama itu." Jawabnya tegas kepada mama nya."Jangan coba-coba kamu matikan teleponnya!" Bentak mama nya dari seberang sana, membuat Awan menghentikan niatnya. Mama nya sudah seperti punya indra keenam saja bisa tau apa yang akan dilakukannya."Mau sampai kapan kamu mencari Raya? Ini sudah tujuh tahun. Kalian sudah sama-sama dewasa. Mungkin saja Raya sudah menikah dan punya anak sekarang.""Tidak, Ma. Aku bersamanya sekarang." Jawab Kurniawan jujur pada akhirnya,, berharap agar mamanya berhenti menjodohkannya dengan putri-putri teman arisannya itu."Benarkah? Bagaimana kabarnya? Kalau begitu pertemukan mama dengannya besok. Mama sungguh merindukan dia." Ucap mamanya dengan semangat, dan dia pun bisa merasakan bahwa mama nya sedang tersenyum lebar disana."Dia baik, ma. Dia seorang desainer di perusahaan ku. Tapi aku belum berani menemui nya." Jawabku jujur pada Mama."Hahahaa... Seorang CEO RK Company takut menemui gadis pujaan hatinya? Ini akan jadi berita besar. Besok mama kesana membawa wartawan. Pastikan kamu melamarnya dihadapan media. Ini akan jadi berita yang menakjubkan. Mama gak sabar mau menemui menantu mama besok." Ucapan mamanya langsung dibantah seketika oleh Kurniawan."Tidak, ma!""Mama yang menentukan, bukan kamu. Sudah mama mau berkemas dulu. Bye calon pengantin. Mmmuahhhh!! Assalamu'alaikum. " Mama langsung mematikan sambungan telepon tanpa menunggu bantahan dariku.Berkali-kali aku menghubungi tapi tak diangkat."Arghhh!! Sial!!" Umpat nya sambil melonggarkan dasi yang tiba-tiba saja membuat dadanya terasa sesak."Mama bisa mengacaukan segalanya."Kurniawan HerlambangSeorang pemuda yang berhasil mendirikan perusahaan namun berkembang pesat hanya dalam waktu empat tahun. Ya, dia adalah Awan nya Raya. Sejak kepergian Raya tujuh tahun yang lalu Awan merubah dirinya menjadi sosok lelaki yang pekerja keras dan ambisius. Nasehat bunda Raya selalu terngiang di telinganya setiap saat."Mungkin ini cara Tuhan agar kalian fokus pada masa depan. Kejar mimpi kalian masing-masing. Hingga tiba saatnya nanti waktu kembali memepertemukan kalian dalam kondisi yang jauh lebih baik dari pada sekarang."Demi bisa fokus Menata masa depannya, Awan meminta izin pada papa dan mamanya untuk kuliah dan hidup mandiri di Bandung. Awalnya papanya menolak, tapi berkat bantuan mamanya akhirnya Awan pun diizinkan untuk pindah dan melanjutkan studi nya di Bandung. Dari sinilah hidup Awan berubah seratus delapan puluh derajat. Dia yang terbiasa dengan segala fasilitas dari sang ayah, dia harus menanggalkan semuanya. Memulai segalanya dari nol. Bertemu dengan
Awan menyusuri lorong Rumah Sakit Peduli Kasih dengan tergesa-tega, setelah perawat menyebutkan nomor kamar yang di tempati Raya. Tanpa berfikir panjang dia langsung menghampiri Meisya yang sedang sibuk dengan ponselnya di depan ruang rawat Raya. "Bagaimana keadaan Raya?" Tanya Awan tergesa-gesa. Hampir saja dia menerobos pintu ruang rawat Raya jika Meisya tidak segera menghadangnya. "Dia sedang tidur. Kau siapa nya Raya? Aku gak pernah lihat kau sebelumnya." Tanya Meisya sambil mengerutkan keningnya. Seingatnya Raya tidak punya saudara atau bahkan teman pria diluar kantor. Jika teman-teman kantor dia sudah pasti mengenalnya. Awan tersadar seketika, dia membuang nafas kasar sebelum menjawab pertanyaan Meisya. "Herlambang, dari departemen keuangan." Jawab Awan. "Bagaimana dengan Raya? Kenapa dia bisa pingsan?" Tanya Awan kembali, dia benar-benar merasa khawatir sekarang. Jika tidak mengingat ada Meisya disini, mungkin dia akan langsung masuk kedalam. "Asam lambung." Jawab Meisya
Raya termangu melihat seorang wanita setengah baya yang tujuh tahun terakhir tak pernah ditemuinya. Seorang wanita yang selalu menganggap nya sebagai putri kandungnya. Kini wanita itu berdiri tepat di depan pintu ruang rawat nya. "Ma... mama?" Panggil Raya sambil menitikkan setetes cairan bening di matanya. Seluruh kerinduannya seakan ikut tumpah bersama titikan air yang kian menderas di pelupuk matanya. Wanita yang di panggilnya mama itu langsung mendekati Raya dan memeluk erat tubuh gadis itu. Menghujani wajah gadis mungil itu dengan kecupan-kecupan yang sedikit agresif membuat Raya kewalahan menahan kepalanya agar tak kesana-kemari seperti bola pingpong. Kemudian dia berhenti setelah melihat Raya yang sudah berantakan akibat ulahnya sedang menatapnya bingung. "Mama dikabari sama Bunda, kalau kamu masuk rumah sakit. Kebetulan mama ada acara arisan disini. Jadi mama langsung nyamperin kamu." Jelas mama Awan yang menyadari arti tatapan dari Raya. Tadi pagi setelah dia mendapat izin
Mama Awan menunggu kalimat selanjutnya dari Raya dengan penuh harap. "Dia apa kabar, ma?" Tanya Raya ragu-ragu. Dia penasaran, malu, juga ada rasa takut jika menanyakan kabar Awan sekarang. Dia penasaran, seperti apa rupanya seorang lelaki yang selalu dia rindukan itu. Dia malu, karena harus bertanya langsung kepada mama yang bersangkutan yang notaben nya mengetahui masa lalu mereka. Dia takut, jika dia mendapati kenyataan bahwa sudah ada orang lain yang menggantikan posisinya di hati Awan. "....." Mama Awan kehabisan kata-kata. Dia pikir Raya akan sedikit menyadari keberadaan Awan dalam sosok Herlambang. Ternyata dia berharap terlalu tinggi. Di gedung RK CompanyTampak mama Awan baru saja tiba dan langsung berjalan menuju ke lift setelah disambut oleh Albert di depan pintu utama atas perintah Awan. "Halo, tante. Apa kabar?" Sapa seorang wanita muda dengan mengenakan pakaian kursng bahan. Lelaki hidung belang pasti akan langsung meneteskan liurnya jika melihat wanita itu. "Ngapai
"Papa!" Teriak seorang gadis kecil berusia enam tahun, begitu melihat Awan memasuki pintu utama gedung RK. Sejak pukul tujuh anak itu sudah berada disana, duduk manis di sofa sambil memainkan gadget nya. Sesekali dia melirik ke arah pintu utama menantikan kehadiran Awan disana. Teriakan gadis itu tak dihiraukan oleh Awan, dia terus saja melangkahkan kaki nya hingga akhirnya gadis kecil itu berlari mendekatinya dan memeluk erat sebelah kaki nya. Membuat langkah nya terhenti. "Papa! Kenapa papa tidak mendengarkan ku?" Tanya gadis itu sambil memanyunkan bibirnya dan melepas pelukannya di kaki Awan kemudian menyilangkan kedua tangannya di dada. Awan yang tidak merasa itu adalah dirinya, hanya diam tanpa bereaksi apapun. Kemudian Albert maju ke depan, dan berbicara dengan lembut kepada gadis itu. "Dimana ibu mu?""Disana!" Seru anak itu sambil menunjuk ke arah wanita yang sedang berdiri di depan receptionis. "Ada apa sayang?" Tanya wanita itu mendekat, dan memeluk tubuh mungil putriny
Hari ini adalah pertama Raya masuk kerja setelah cuti tiga hari karena dirinya harus dirawat dirumah sakit. Selama tiga hari itu pula, mama nya Awan selalu menemani dan menjaganya. Hingga menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi dalam diri Raya bahwa Awan akan menerima nya lagi jika saja mereka bertemu. Namun sepertinya Raya harus mengubur dalam-dalam segenap fikirannya itu. Sebab hari ini dia kembali di hadapkan kepada kenyataan yang sangat mengejutkan bathinnya. Herlambang yang perlahan mulai masuk ke dalam hatinya dan diterima dengan baik didalam sana sebagai seorang teman, ternyata adalah Awan. Orang yang selalu dia rindukan dalam tujuh tahun terakhir. Betapa bodohnya dia tidak menyadari ini sejak awal. Memang tampak sedikit perbedaan, Awan yang ada dalam ingatannya adalah seorang anak SMA dengan tubuh sedikit berisi, namun tidak terlalu gemuk, berkulit putih, bentuk wajah oval, dan potongan rambut cepak yang di sisir ke atas gaya khas anak SMA. Sedangkan lelaki yang mengaku b
"Kak!" Panggil Raya saat dia dan Meisya sedang menyantap makan siang mereka di kantin. "Hmm..." "Kira-kira kalo laki-laki udah beristri terus masih care sama kita, itu kenapa ya?" Tanya Raya dengan polosnya. Jelas saja pertanyaannya itu mengusik pendengaran teman-teman sejawatnya yang juga sedang makan di sekitarnya. Meisya buru-buru menghabiskan makanan yang baru saja di masukkannya ke dalam mulut, sebelum dia menjawab pertanyaan dari Raya."Paok kau lah, Ray! Makanya ku bilang dari dulu, mencewek kau. Biar gak bodoh kali jadi orang. Biar ada pengalamanmu sikit menghadapi buaya." Oceh Meisya panjang kali lebar, membuat mereka semua yang ada disitu menertawakan kebodohan dalam pertanyaan Raya. Raya yang tak terima di tertawakan hanya bersungut sambil memajukan bibirnya lima senti meter. Dan kembali melahap makanannya. "Aku kan nanyak loh we. Kalian ini sensi kali sama ku." Jawab Raya dengan menggunakan logat Meisya. Membuat teman-temannya kembali tergelak karena ulahnya. "Makany
Degg!! Tiba-tiba saja jantung Raya seperti mendadak berhenti setelah mendengar pertanyaan Meisya. Sejujurnya dia menginginkan itu adalah berita palsu. Namun mau bagaimana lagi, yang menyampaikan informasi itu adalah orangnya sendiri. Bahkan Awan mengatakan kalau dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Raya sekarang. Raya tertawa kecil. dalam hatinya setelah memikirkan ini. Dia sempat merasa diatas angin setelah menghabiskan tiga hari dirumah sakit bersama mama Awan. Dengan segala cerita dan ocehan mama nya seolah mendatangkan kembali kenangannya tujuh tahun yang lalu. Dia pikir semua akan baik-baik saja. Dan dia tinggal menunggu waktu untuk kembali menjalin kasih dengan Awan. Ternyata dia salah. Kenyataan yang dia terima pagi ini benar-benar menghempaskan dia dari udara dengan ketinggian yang mungkin mencapai puncak gunung himalaya diatas permukaan laut hingga kedasar bumi. Namun bukan Raya namanya jika dia tidak bisa menyembunyikan segala kekacauan didalam hatinya dari orang lain