Evelyn dengan perasaan pilu turun dari mobil yang mengantarnya ke rumah. Rully yang melihat ekspresi Evelyn pun kian tersulut rasa bersalah karena dirinya tidak dapat berbuat apa-apa saat insiden di hotel itu terjadi. "Evelyn, Are You Ok?" tanyanya dengan perasaan cemas. Evelyn memutar tubuhnya, menatap ke arah Rully dengan mata yang sembab. "Bagaimana kau bertanya aku tidak apa-apa? Anakku dibawa oleh pria Arogan itu. Tentu aku sedang tidak baik-baik saja, Rully," lirih Evelyn. "Maaf jika aku menyinggungmu. Kalau begitu, aku kembali, ya!" pamit Rully. Evelyn hanya mengangguk pelan menanggapi ucapan Rully. Dirinya juga merasa bersalah karena berlaku menyebalkan kepada Rully yang seharusnya tidak ia libatkan. "Hati-hati," ucap Evelyn sambil menutup pintu mobil. Rully segera beranjak dari halaman rumah Evelyn. Evelyn, menatap lirih mobil itu hingga menghilang ditelan pekatnya malam. Evelyn memutar tubuhnya, melangkah gontai menuju ke rumahnya. "Evelyn, dimana Raizel?" tanya Dia
Alice tersenyum lalu menjawab, "Tentu aku akan melayanimu dengan baik." sambil mengalungkan kedua lengannya di leher Ethan. Ethan menggendong tubuh Alice, membawa tubuh itu ke arah sofa. Dimana sofa panjang itu berada di dalam ruang kerja Ethan. Setelah membaringkan tubuh wanita yang sudah polos itu di atas sofa, Ethan mulai melepaskan kancing kemeja yang ia kenakan. Ethan kini berada di atas tubuh Alice. Ethan memberikan tatap intens pada wajah wanita yang pernah mengisi palung hatinya itu. Namun rasa itu perlahan menghilang saat Ethan mencoba menjalaninya. Dan malam ini, Ethan ingin melawan dirinya. Meyakinkan bahwa wanita yang Ethan butuhkan saat ini adalah Alice, bukanlah Evelyn."Alice, maafkan aku jika selama 6 Tahun ini, aku mengabaikan dirimu." Ethan bertutur lembut seraya telapaknya mengusap lembut pipi wanita yang ada di bawah tubuhnya."Syukurlah kalau kau sadar, Ethan. Aku sungguh mengharapkan malam seperti ini terjadi. Lakukan Ethan, agar aku dapat memberikan Anak untukm
"Selamat tidur," Jawab Ethan saat Raziel mengucapkan selamat tidur untuknya. Raziel menutup mata. Mencoba memfokuskan diri untuk dapat tidur dengan lelap. Saat itu, Ethan mengamati wajah Raizel dengan seksama. Tanpa sadar, telapak tangan Ethan terulur di pipi gembul milik Raizel. "Good Night And Sweet Dream, Baby," ucap Ethan sambil mengecup dahi Raziel. Ethan berbaring di sisi tubuh Raizel. Pandangannya nalar ke arah langit-langit kamar. Lagi-lagi, Siluet Evelyn bermain-main dipikirkannya. "Evelyn, kau mendidik Anak ini dengan sangat baik. Tidak seperti diriku yang selalu kasar, Raizel tumbuh menjadi seorang Anak yang begitu lembut," gumam Ethan sambil tersenyum. **Raziel yang masih mengenakan piyama kini sudah duduk di kursi dimana meja makan berada, ini kali pertama Raziel sarapan bersama Ethan. Di seberang meja paling ujung, Alice menatap Raziel dengan pandangan tidak suka. 'Anak ini, akan menjadi penghalangku dengan Ethan. Aku harus menyingkirkan Anak ini terlebih dulu. Y
Sebelumnya di kediaman Ethan, Ethan menitipkan Raizel kepada pengasuh yang baru saja dipekerjakan agar Raizel ada yang menjaga sampai hasil tes DNA keluar. "Aku pergi. Kamu di sini bersama Bibi Manda. Setelah pulang dari kantor, kita pergi jalan-jalan untuk membeli beberapa perlengkapan," Ucap Ethan. "Ya, baik Paman. Aku akan menunggu," Jawab Raizel. Ethan mengusap kepala Raizel lalu pandangannya tertuju kepada Manda yang akan menjaga Raizel. "Pantau dia dengan baik," ucap Ethan kepada Manda. "Baik, Tuan," jawab pengasuh tersebut. Ethan segera berlalu dari kamar di mana Raizel berada. Manda, menatap ke arah Raziel sambil memperlihatkan wajah yang ramah. "Sayang, kamu mau main? Bibi temani ya—"Daun pintu di kamar itu terbuka disertai bunyi yang begitu keras. Raizel dan Manda pun menoleh, dari arah pintu yang terbuka, Alice berjalan dengan wajah Emosi. "Hei, Anak wanita tidak tahu diri, berdiri dari tempat tidur, sekarang!" sentak Alice kepada Raizel yang duduk di bibir ranjang.
Alice terkesiap saat melihat kehadiran Rully yang datang tiba-tiba. Kakinya buru-buru ia hentikan saat tadinya ia ingin menginjak punggung Evelyn. Rasa khawatir, membuat Rully mempercepat langkahnya menghampiri Evelyn. Sebelum ia membantu Evelyn, Rully menatap nyalang ke arah Alice. "Apa yang kau lakukan di sini?" suara Rully terdengar sedikit menyentak."Aku hanya memberitahu Evelyn jika Ethan akan mengambil Raizel," Jawab Alice, sambil memberikan pandang angkuh kepada Rully. Pria yang kini sedang menatapnya dengan tajam. "Oke, aku hanya menyampaikan hal itu, aku pamit." tambahnya berlalu begitu saja melewati tubuh Rully.Sepergian Alice, Rully berjongkok membantu tubuh Evelyn berdiri. "Apa wanita tadi menyakitimu?" tanyanya dengan rasa khawatir. Evelyn yang sudah berdiri menatap Rully dengan kegelisahan. Bahwa saat ini ia begitu takut dengan ucapan Alice. Rully yang menyadari bagaimana perasaan Evelyn pun mengelus pipi Evelyn. "Tenangkan dirimu, Evelyn. Kita ke kantor Polisi. Mem
"Oh… Tuhan!" Mendengar suara tembakan yang begitu menggelegar, Evelyn sampai menjatuhkan ponselnya saat dirinya sedang menerima telepon dari Ibunya. Tangan yang gemetar itu, mencoba meraih benda pipi yang jatuh di kolong dasbor mobil. Raizel begitu ketakutan saat melihat 2 mobil mencoba memepet mobil Rully dari sisi kiri—kanan. "Mama, tadi bunyi apa?" Suara Raizel terisak. Selama ini, Raizel tidak pernah mendengar bunyi suara tembakan. Tidak hari ini, membuat wajah Anak berusia 6 tahun itu tampak pucat pasih. Sedangkan di posisi Rully, Rully menginjak pedal gas semakin dalam ketika 2 mobil hitam Ceper metalik itu sedang mencoba memepet mobil yang ia kendarai.Jalanan sepi dan hanya ditumbuhi pepohonan di bahu kiri-kanan jalan tanpa ada rumah penduduk, membuat aksi saling kejar-kejar tersebut tidak menjadi pusat perhatian."Rully, apa yang harus aku lakukan?" panik Evelyn sambil memeluk tubuh Raizel yang sedang bergetar hebat di dalam pelukannya."Tenang, Evelyn. Aku sedang berpiki
"Berikan Anak itu kepadaku!" Ethan kini mencoba merebut paksa Raizel dalam dekapan Evelyn. Evelyn dengan sekuat tenaga tidak melepaskan pelukannya dari buah hati. Kendati Ethan kini sedang mencoba menekannya, tidak membuat Evelyn takut seperti yang sudah-sudah."Mama… sakit!" Raizel meringis saat Ethan menarik tubuhnya paksa. "Ethan, lepas! Kau menyakiti Raizel. Biarkan Raizel bersamaku!" pekik Evelyn. "Berikan, Evelyn. Raizel akan hidup layak dan terjamin bersamaku!" sentak Ethan. Selama ini, Ethan yang membuangnya, dirinya mengandung, mengasuh dan membesarkan Raizel hanya seorang diri. Di saat Raizel sudah sebesar ini, pria Arogan ini ingin mengambilnya dariku? Evelyn tidak akan membiarkan hal itu terjadi. "No… Paman, lepas! Aku maunya sama Mama! Aku tidak ingin ikut dengan Paman!" Raizel meronta dengan hebatnya saat Ethan berhasil meraih tubuh Raizel dari Evelyn. "Paman? Panggil aku Papa! Aku ini Papu, Rai." Sentak Ethan. Deg! Iris mata Evelyn melebar saat Ethan menyebutkan
Evelyn tersentak saat seorang wanita yang sudah terlihat berumur itu berjalan ke arah Evelyn dengan wajah yang begitu tidak enak dilihat. Plak! Wanita tersebut tiba-tiba saja menampar pipi Evelyn. Evelyn terdiam saat tangan telapak wanita itu mengenai pipi kanannya."Kau Janda yang mempengaruhi Anakku, 'kan? Bisa-bisanya kau membuat Anakku terluka seperti ini. Dasar wanita sial!" maki wanita tersebut yang merupakan Ibunya Rully. Evelyn membungkuk. Evelyn tahu kesalahan yang dirinya perbuat karena telah menyeret Rully dalam problematik yang sedang dirinya hadapi. "Maafkan aku, Bu. Sungguh, aku tidak bermaksud membawa Rully dalam bahaya—" "Pergi sekarang! Jangan menampakan wajah menjijikkanmu lagi di hadapanku atau di depan Rully. Kau itu hanya Janda dan wanita pembawa sial! Tidak pantad kamu dekati Anak saya!" Sentak wanita itu. Ucapan wanita di hadapan Evelyn begitu menyakitkan. Tapi, ucapan wanita tersebut ada benarnya juga. Karena Rully terluka karena dirinya. "Sekali lagi, tol