Semangat Amanda jadi menggebu-gebu, dia paling tidak suka jika diremehkan dan ditantang seperti itu, lihat saja, biar begini Amanda tidak akan pantang menyerah dalam menghadapi sebuah tantangan. Dia pernah merasakan tinggal di kota besar tepatnya di luar negeri untuk kuliah, di sana persaingan sengit sehingga dia juga sering diremehkan. Amanda untungnya bisa menyelesaikan studi dengan cepat dan mempunyai nilai yang bagus, dia tampar semua ejekan dan tantangan dari teman-temannya melalui sebuah prestasi. Sayang ilmunya tidak diterapkan di sini, balik ke indonesia malah leha-leha dan terlalu dimanja, efeknya kerja ke stasiun televisi cuma nampang aja.
Oke karena niat gigih Amanda untuk menyelesaikan tantangan dan ambisinya mengalahkan lawan, Senja akan memulai kerja sama tim dengan gadis ini. Senja amati dulu apakah sayuran ini sudah ditumbuhi dengan akar dan daun. Kalau kentang biasanya kan ada timbul dedaunan lalu siap ditanam, kalau umbi bakal timbul seperti akar dan daun.
“Kita harus sortir dulu setelah itu kita potong dan selanjutnya baru bagi tugas, kamu yang menanam dan aku yang membuat lubang media tanam.” Pria ini membagi tugas. Kedua tangannya sudah bergerak mengeluarkan semua bahan tanaman.
“Oke! Bagaimana cara sortirnya?” Manda ikut bergabung, berjongkok demi tugas mereka.
Mereka tidak menggunakan pelindung seperti sarung tangan sama sekali. Kedua tangan Senja yang kekar dan terlihat berurat bergerak memilih agar dia bisa memberikan contoh untuk Amanda. Sexy sekali tangan Senja ini, maklum dia sudah biasa naik gunung dan bekerja seperti ini jadi tak heran uratnya besar dan terlihat lalu otot tangannya amat sangat bagus. Amanda sempat terpana melihat keindahan itu, pria yang dia kenal kan kebanyakan pekerja kantoran, tidak memiliki lengan yang kuat dan kekar seperti itu.
Senja dulunya anak IPA, bantara dan sekaligus paskibraka juga, tidak heran dia sangat tahu tentang alam dan cara bertahan hidup di alam. “Lihat ini. Ini kentang yang sudah memiliki daun di kanan dan sisi kiri, belah jadi dua dan kita bisa menanam keduanya. Kalau umbi ini sudah memiliki akar, akarnya nanti kita tanam di bagian bawah saja.” Senja angkat satu persatu dan contohkan bagaimana caranya memilih dan memotong yang benar.
“Ah ternyata ada biji wortel juga.” Dia menemukan apalagi yang bisa ditanam. Karbo pengganti nasi ada kentang, sayuran ada umbi dan wortel, mungkin untuk tanaman lain tidak disarankan karena tanah di sini tanah pasir.
Keduanya pun memilih dan memisahkan mana yang perlu ditanam dan mana untuk persediaan di rumah. Setelah selesai mereka pun siap memulai tugas individu.
“Sekarang bagaimana cara tanamnya?” Amanda jadi bingung, sejauh ini sih dia sudah bisa bergerak cepat.
“Kalau untuk wortel bijinya tinggal kita tabur saja ke lubang media tanam. kalau yang lainnya bagian daun di atas dan kubur sisanya.” Penjelasan Senja ini sungguh bisa Amanda mengerti.
Senja pun mencengkram kedua pundak Amanda. “Ingat Amanda. Kita tidak hanya cepat dalam mengerjakan tugas ini, harus benar juga agar tanaman kita tumbuh dengan baik, oke!” Amanda bisa lihat betul tatapan Senja yang tajam, jelas pria itu khawatir mereka kalah. Amanda akan menghapuskan rasa kekhawatiran Senja untuk pertandingan ini, pokoknya mereka harus menang.
Amanda menatap Senja dengan tajam pula, lewat tatapan itu dia ingin menghapuskan kekhawatiran Senja, gadis ini menganggukkan kepalanya begitu yakin. Jujur saat ini dadanya begitu berdebar dan telapak tangannya sedikit basah karena berkeringat. Amanda kalau nervous pasti lengannya basah dan dadanya berdebar.
“Lalu bagaimana dengan sisanya?” Dia melirik bahan yang tidak bisa ditanam.
“Itu untuk bekal kita makan saja, percayalah, semua benih yang kita pisahkan akan cukup untuk semua lahan ini, sisanya sangat diperlukan untuk kita memasak.” Senja meyakinkan lalu ia raih kayu yang ujungnya sudah ia runcingkan dengan golok.
“Oh oke!”
Pria ini sudah membuat garis, pokoknya agar tanaman mereka rapi, setelah digaris dia pun menancapkan ujung kayu ke tanah yang empuk ini. “Kamu mulai menanam, ya!”
Amanda pun memasukkan kentang dulu ke lubang yang Senja buat, dia tutup dengan tanah di sekitarnya lalu nanti jika semuanya sudah barulah mereka siram dengan air.
“Saking semangatnya, gadis ini begitu cepat dan rapi sekali menanam benih sayuran mereka, Senja yang baru membuat lubang media tanam pun sudah bisa Amanda salip.
“Au ….” Gadis ini berteriak kesakitan lantaran Senja mau menancapkan tongkatnya dua kali tapi sudah keburu gadis ini isi dengan benih yang dia pegang.
“Sabar jangan terburu-buru, Amanda!” Efek terlalu bersemangat dan gerak cepat jadinya begini. Senja belum beres buat lubang malah sudah diisi duluan.
“Sakit Senja!” Gadis ini menatap tangannya yang merah kena pukulan tongkat Senja, untungnya tidak terlalu keras, mungkin nanti akan memar dan bengkak.
“Maaf, ya! Apa tanganmu masih bisa digunakan? Jika tidak bisa biar aku saja yang gantikan posisimu.” Pria ini tak mau Amanda memaksakan diri melanjutkan pertandingan sesi pertama ini.
Amanda mengatur napasnya yang memburu dan dia tatap tangan kanannya yang terluka, masih ada tangan kiri kok, lalu dia bisa menahan rasa ini lebih lama lagi demi menang. “Tidak apa-apa. Aku bisa menahannya kok, ayo kita lakukan lagi, kamu yang cepat bikin lobangnya.”
“Sabar, Manda. Sabar. Kita kan harus teliti juga. Ingat jangan lihat lawan lain sedang apa, bikin salah fokus.” Senja jagonya menenangkan, Amanda jagonya kepanikan.
Senja raih tangan Amanda dan mengusapnya. “Tidak terlalu merah.” Dia meniup dan mengusapnya. “Yang kuat ya tangan, ini baru permulaan, nanti bakal ada lagi yang lebih menantang.
Melihat Senja yang mengkhawatirkan tangannya bahkan mengajak tangan itu berbicara, pipi Amanda memerah.
“A- ayo lanjutkan!” Daripada lebih lama lagi tangannya di pegang Senja, lebih baik segera mulai tugas mereka lagi.
Gadis ini lebih sabar dan lebih teliti lagi, dia juga lebih berhati-hati. Hasilnya sungguh mengagumkan, ternyata mereka rapi juga menanam sayuran ini. Mereka menemukan juga tanaman kacang dan menariknya agar bisa mengambil kacang tanah itu. “Lumayan ini buat direbus!” Senja terlihat senang bak menemukan harta karun.
“Hei kita belum selesai. Ayo siram semuanya!” Kebetulan tempat mereka ini dekat ke sumber air, ada sungai kecil yang dijadikan jalan air tawar yang akan mengalir ke laut bercampur dengan air garam.
“Aku ambil air dulu.” Senja bersiap mengambil ember yang sudah disediakan.
“Tidak. Kita!” jawab Amanda sambil menggenggam tangannya, ternyata panas-panasan bercocok tanam seru juga, bercocok tanam beneran ya benih sayuran bukan benih anak.
“Ah sepertinya aku punya ide!” Amanda melihat peluang untuk memudahkan tugas mereka nantinya.
“Apa?” tanya Senja penasaran.
“Buat jalan air dari sana ke sini bareng-bareng yuk. Nanti kalau mau nyiram jadi gampang dan dekat. Kita buat kolam kubangan air di dekat lahan kita.” Amanda kini memiliki otak yang encer juga. Ide ini begitu brilian, tinggal usaha membuat jalan airnya saja.
“Ide bagus. Kamu pintar juga.” Senja mencubit gemas hidung Amanda sehingga gadis ini kesakitan dan hidungnya kotor dengan tanah.
“Aww …. Ih kotor, Senja. Ini adalah cara orang di televisi, aku suka nonton kok!” Manda pun membuat lubang tempat nanti air akan berkumpul di situ dan tinggal ia siramkan saja ke tanamannya. Senja bertugas membuat jalan air, dia mencangkul tanah dengan kayu seadanya dan bebatuan yang runcing. Untungnya tidak jauh, perlahan-lahan mereka bisa membuat jalan air. Lawan lain masih sibuk panen dan menanam.
Ada juga yang melihat cara Senja dan Amanda, mereka meremehkan dan tetap mengambil air dengan ember.
Manda mulai menyiram tanaman mereka dengan air yang dia bawa sendiri dengan ember karena Senja masih agak lama membuat jalan air yang cukup besar, yang penting kan semua sudah ditanam dan disiram, itu sih bisa diteruskan di lain waktu. Tapi saking semangatnya Senja bisa menyelesaikan dengan cepat. Amanda juga sudah menyiram benih mereka.
Ada bendera yang berkibar dan bacaan waktu telah habis. “Yeayy! Lihat Manda. Waktu habis dan kita jadi yang kedua.” Senja senang bukan main, tim Michel dan Marsha jadi pemenang pertama, dan mereka jadi yang kedua. Pasangan yang mengejek Amanda tadi malah kalah lho, tadi Bianca sempat berteriak dan menangis karena dia digigit kepiting dan sempat menemukan ular.
Yang ber-attitude kurang baik dan berlagak so kuat itu ternyata malah kalah, makanya jangan gaya saja yang dibesarkan dan omongan yang ditinggikan, kenyataannya kalah kan malunya luar biasa. Tinggal seperempat lahan lagi yang belum Bianca tanam bersama pasangannya.
“Manda kita juara dua, yeay!” Senja meloncat kegirangan tapi Amanda sama sekali tidak terdengar senang atau meloncat sepertinya.
“Eh-” Senja menoleh dan melihat Amanda sudah tergeletak di pasir putih ini.
Gadis ini tampaknya mengalami sesak napas. “Di- si- ni- ti- dak- ad- a o- bat ku, Senja.” Amanda lupa jika dia punya penyakit asma, jika terlalu kelelahan apalagi dalam situasi yang menguras tenaga dan membuat dia mengalami dehidrasi, asmanya kambuh. Mana tidak ada obat dan alat penghisap yang biasa dia gunakan sebagai penanganan saat dia kambuh.
“Tenang Amanda!” Senja langsung terduduk dan menjadikan pahanya sebagai bantal untuk Amanda.
“Apa yang kamu rasakan kali ini?” tanya Senja yang dijawab tunjukan tangan oleh Amanda. Dia menunjuk bagian dada yang mengembang dan mengempis disertai napas pendek.
“Oh tidak.”
Senja bergegas membawa Manda berteduh. Kini, gadis itu sedang ditenangkan oleh Marsha yang terlihat andal. Sepertinya, Marsha memang bisa melakukan banyak hal, tentu bisa diandalkan. Senja hanya bisa menghela, Michle sebagai pasangan Marsha dalam acara ini jelas beruntung. Mereka pasangan paling kompak di antara dua peserta lainnya.“Amanda, sudah merasa lebih tenang?” Marsha bersuara. Wanita itu melambaikan tangan di depan wajah Manda yang kini tengah memijat pangkal hidungnya. Posisi Manda saat ini masih terbaring dengan paha Senja sebagai bantalan. Senja hanya bisa memasrahkan diri, ia yakin kakinya kan kebas saat hendak berdiri nanti.Pergerakan abnormal terasa, Senja menundukkan wajah guna menatap Amanda lebih dalam. Wanita itu menggeliat pelan. Lalu mengeluarkan isak tangis dengan alasan yang tidak pria itu mengerti. Begitu mendengar Amanda menangis, Marsha, Michel, dan Senja saling bertatap satu sama lain sembari melempar tanya lewat ekspresi wajah mereka.“Oh, apa aku salah me
Lokasi tempat mereka melanjutkan permainan kali ini ternyata tepat di pesisir pantai. Amanda bisa mendengar desiran ombak yang pecah tatakala mengenai batu karang. Wanita itu menmeluk tubuh, mencoba menghalauy angin malam walau itu tidak cukup berpengaruh.Dari arah utara, Senja memperhatikan pasangannya dengan raut wajah tak terbaca. Laki-laki itu sempat mengembuskan napas, lalu berniat menemani Amanda. Namun salah seorang juru kamera yang datang membuat Senja mengurungkan niatnnya.Karena kali ini mereka tidak ada di dalam rumah, pihak stasiun televisi mengirimkan dua juru kamera untuk merekam interaksi dan kegiatan tiga peserta malam ini.Pengumuman dengan alat bantu pengeras suara yang baru saja terdengar mengundang atensi Amanda, sejenak wanita itu menyipitkan pandang, lalu merekahkan senyuman begitu mengenali salah satu juru kamera yang ditugaskan oleh ayahnya.Senja mengangkat alis begitu mendapati Amanda berlari menerjang pasir putih pantai dengan flat shoes-nya. Begitu menyad
Dalam permainan lanjutan kali ini, sebenarnya tidak ada pemenang. Hanya tentang siapa pasangan yang paling cepat menyelesaikan dua masakan diantara dua pasangan lain. Dan kini, kerusuhan tengah terjadi pada Amanda. Gadis itu memekik berulang kali saat uap panas mengepul mengenai permukaan kulit, tentunya saat gadis itu sedang berusaha mengaduk sup yang hampir matang.“Ouh, sungguh, Senja. Kulitku terasa terbakar!” keluh Amanda, tetapi suaranya di kecilkan. Ia tidak ingin ada pasang telinga lain yang mendengar keluhannya. Manda juga tetap mempertahankan senyuman saat mengeluh, tentu karena kamera besar yang ada di hadapannya terus menyala. Ia tidak bisa menampilkan ekspresi kesal yang sebenarnya.Senja melirik Amanda sebentar, lalu mengembuskan napas panjang. Pria itu memilih untuk tidak peduli, lantas melanjutkan kegiatannya memotong cabai dan beberapa iris bawang yang akan ia jadikan bumbu membuat tumis kangkung.“Senja, jangan mencoba mengabaikanku. Kau tidak lihat bagaiman serasiny
Amanda tidak langsung menjawab pertanyaan Senja. Tangannya membawa jaket milik pria itu agar menepel sempurna pada punggungnya yang terbuka. Ia tidak menolak atau langsung melepas jaket pemberian pria itu. Sebab pada kenyataanya, ia memang sedang kedinginan sekarang.“Terima kasih,” ujar Amanda. Namun tatapan gadis itu terus tertuju pada hamparan pasir di lantai dasar sana. Ia membiarkan angin malam mengombang-ambingkan rambut panjang yang ia geraikan.Senja menoleh, lalu mengerutkan dahi, “Terima kasih untuk apa?” tanya pria itu. Kini kedua alisnya ikut terangkat, meleengkapi ekspresi bertanyanya saat ini.Amanda tertawa kecil, “Untuk jaketnya,” balasnya. Amanda kembali mengangkat kecil jaket berat milik senja agar tubuhnya tidak kedinginan. Mengingat dress yang ia kenakan masih sama dengan dress saat berada di luar, bahunya terlalu terbuka. Dan itu membuat Amanda merinding kapan saja.“Oh,” balas Senja singkat. Laki-laki itu memilih untuk ikut menatap lurus ke depan. Mencoba untuk m
Sekarang, Senja bisa melihat sifat asli Amanda lewat pergerakan tidurnya. Perlahan ia bangkit dari posisi terbaring, setelahnya meletakan satu kaki dan satu tangan milik Manda yang nangkring tanpa dosa di atas tubuhnya. Pantas saja sepanjang malam memejamkan mata ia merasa ada beban yang tak dikenalinya. Rupanya ini milik Amanda.Senja mengembuskan napas, menatap bantal guling yang semalam Amanda jadikan batas antar tubuh keduanya terjatuh mengenaskan di atas lantai. Pose tidur gadis itu tidak terbilang baik, tidurnya royal dan tidak bisa berhenti bergerak. Sepertinya itu yang membuat tidur Senja sama sekali tidak nyenyak. Ini menyebalkan, tetapi ia ingin tertawa melihat cara tertidur Amanda. Rupannya tidak seanggun saat sadar sepenuhnya.Pergerakan abnormal di sampingnya membuat Senja menoleh. Lantas laki-laki itu menatap Amanda yang kini tengah mengerjapkan mata. Rambut panjang tergerai gadis itu tampak berantakan. Tidak tertata dan mirip seperti rambut singa.Amanda menguap sebenta
“Ya tuhan, punggungku benar-benar terasa pegal!” Amanda mengeluh. Wanita itu baru saja mendudukkan diri pada sofa di teras vila. Tepat setelah menyapu pelataran rumah yang kotor karena daun-daun pohon yang gugur. Ia membiarkan sapu yang ia gunakan terjatuh mengenaskan di atas lantai. Biarlah, ia akan mengambilnya nanti. Yang perlu dilakukannya saat ini adalah mengatur deru napasnya sendiri. Ia memejamkan mata, angin sepoi-sepoi yang sangat jarang ia temukan di pusat kota membuat Amanda larut dalam hening. Mencoba merespi apa yang tengah dirasanya saat ini. Di depan vila, hanya ada satu kamera pengawas, letaknya di atas pintu. Amanda tidak memperdulikan itu. Ia hanya ingin duduk sebentar karena tubuhnya terasa sangat pegal. Perlu diingat kembali, ini adalah kali pertama Amanda menyapu atas kemauannya sendiri. Di rumah, ia selalu mengandalkan semua tugas harian pada pelayan yang ayahnya pekerjakan. Termasuk pakaaian dan kebersihan kamar. Sejak kecil, ayahnya selalu memanjakan putri se
“Apa yang kalian berdua lakukan di depan penginapanku?” Michel bertanya untuk kali keduanya saat mendapati kebungkaman Amanda dan Senja. Pria itu menuruni undagan, lalu berdiri di samping Senja tanpa menurunkan kedua alisnya.Senja menatap Michel balik setelah berdeham singkat, ia melirik ke arah pintu vila, lalu menemukan Marsha baru saja keluar dari dalam sana. Wanita itu mengenakan clemek, sepertinya sedang memasak.“Amanda, sungguh itu kau?” Senyuman Marsha merekah saat mendapati wanita itu. Merasa dipanggil, Amanda mengadahkan wajah. Lalu tersenyum sembari melambaikan tangan kanannya. Senjka Marsha membantunya pulih dari sesak napas tempo hari, Amanda tidak lagi merasa harus menjaga jarak dengan gadis cantik itu. Yang perlu dijadikannya musuh yang benar-benar musuh adalah Bianca, Amanda merasa tidak sudi untuk berdekatan dengannya.“Sebenarnya, kami datang untuk meminta bantuan,” ujar Senja memberitahu Amanda langsung menganggukkan kepala untuk dijadikan tanggapan.Lantas Marsha
Amanda membantu Marsha membersihkan sisa makan siang mereka. Mungkin, jika ia berada di kediaman atau villa yang ditempatinya sendiri, ia akan enggan melakukan hal ini. Sayangnya tatapan tajam Senja membuat Amanda terpaksa ikut membantu Marsha. Mau bagaimanapun, mereka secara kasar baru saja menumpang makan. Jadi harus bersikap dengan wajar.Amanda berulang kali bergelut dengan dirinya sendiri, mengatakan jika apa yang tengah dilakukannya saat ini sangat bertolak belakang dengan apa yang biasanya ia lakukan. Di kediamannya sendiri, setelah makan ia akan meninggalkan bekas piringnya di atas meja. Amanda tidak pernah diminta untuk mencuci atau membereskannya. Selain karena merasa jijik, sudah ada pelayan yang ayah pekerjakan untuk melayaninya. Hidup Amanda begitu sempurna jika diingat.“Amanda, bisakah kau? Kupikir kamu tidak bisa membereskan piring seperti ini, maaf,” ujar Marsha. Wanita itu mempertanyakan kelayakan kemampuan Amanda yang tengah membawa setumpuk piring yang mereka gunak