Share

Sedikit Terluka

Dalam permainan lanjutan kali ini, sebenarnya tidak ada pemenang. Hanya tentang siapa pasangan yang paling cepat menyelesaikan dua masakan diantara dua pasangan lain. Dan kini, kerusuhan tengah terjadi pada Amanda. Gadis itu memekik berulang kali saat uap panas mengepul mengenai permukaan kulit, tentunya saat gadis itu sedang berusaha mengaduk sup yang hampir matang.

“Ouh, sungguh, Senja. Kulitku terasa terbakar!” keluh Amanda, tetapi suaranya di kecilkan. Ia tidak ingin ada pasang telinga lain yang mendengar keluhannya. Manda juga tetap mempertahankan senyuman saat mengeluh, tentu karena kamera besar yang ada di hadapannya terus menyala. Ia tidak bisa menampilkan ekspresi kesal yang sebenarnya.

Senja melirik Amanda sebentar, lalu mengembuskan napas panjang. Pria itu memilih untuk tidak peduli, lantas melanjutkan kegiatannya memotong cabai dan beberapa iris bawang yang akan ia jadikan bumbu membuat tumis kangkung.

“Senja, jangan mencoba mengabaikanku. Kau tidak lihat bagaiman serasinya Masha dan Michel sekarang? Nilai kita bisa saja berkurang,” paparnya. Kini Amanda berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada meja, mengadahkan wajah guna menatap Senja yang lebih tinggi dibandingnya.

“Lalu, kau ingin aku peluk dari belakang seperti sebelumnya?” goda pria itu. Kini Senja menghentikan kegiatan mengiris bawang, ia ikut menumpukkan kedua tangan di meja sembari menatap pasangannya, Amanda.

Oh, Amanda baru menyadari jika tatapan Senja terlalu dalam saat ini. Ia langsung berdeham, lantas merasa pipinya bersemu begitu mendengar perkataan balasan dengan nada menggoda yang baru saja Senja udarakan.

“Jangan mengambil keuntungan dariku, lagipula tidak harus sampai memeluk bukan?” tanya Amanda. Ada nada kesal yang bisa Senja dengar. Setelah dirasa Amanda menyelesaikan dialog, pria itu langsung menaikkan satu alisnya.

“Jadi cara seperti apa yang kamu inginkan?” balasnya bertanya, tetap dengan nada menggoda yang amat ketara. Di meja sisi kanan, Marhsa dan Michel saling bersitatap dengan senyuman. Mereka beberapa kali memperhatikan interaksi Amanda dan Senja yang begitu tidak biasa. Tidak biasanya pasangan itu akur, biasanya keduanya akan bertikai karena memiliki pendapat yang berbeda.

Pertanyaan yang Senja udarakan langsung membungkam Amanda. Wanita itu mengerjap, lalu memilih kembali melanjutkan putaran tangannya di dalam panci bersisi sup. Tak mengindahkan keberadaan Senja yang kini terbahak kecil karena tingkahnya. Ini pasti karena pipinya yang bersemu! Amanda kesal sekarang.

“Sudah, hentikan tawamu! Aku ingin menjadi peserta terbaik kali ini. Jadi bekerjalah dengan benar!” seru Amanda. Gadis itu mengatakannya dengan wajah menunduk, tidak ingin kamera di depan meja melihat wajah kesalnya. Senja langsung tersenyum, tanpa bisa dicegah tangannya mengudara. Laki-laki itu mengusap puncak kepala Amanda yang kini tengah menghindari kamera. Lalu menepuknya pelan beberapa kali sebelum kembali menyibukan diri.

Amanda terpaku untuk kedua kalinya. Tak sadar, mulutnya terbuka. Sementara kedua matanya mengerjap merasa tidak percaya. Apa yang baru saja Senja lakukan? Itu tidak baik untuk jantungnya.

Setelah memeluknya dari belakang, kini pria itu mengusap kepalanya dengan gerakan sayang? Sungguh, Amanda tidak mengerti dengan Senja. Laki-laki itu selalu berubah-ubah sifatnya. Kadang menyebalkan, kadang begitu manis.

Amanda tidak tahu jika pemikiran itu juga ada pada pikiran Senja saat memikirkan sifatnya.

“Amanda, sudahi melamunya. Matikan kompor, dan sajikan sup itu,” titahnya. Perkataan Senja langsung menyadarkan Amanda. Gadis itu berdeham untuk ke sekian kalinya, lalu menganggukkan kepala untuk dijadikan respon awal.

“Oh, sudah matang? Aku mengerti,” balas Amanda. Suaranya terdengar gugup dan tidak serileks sebelumnya. Lagi-lagi Senja terkekeh sembari menggeleng-gelengkan kepala. Ekspresi wajah Amanda saat sedang gugup terlihat menggemaskan.

“Awh!” ringis Manda. Gadis itu langsung menjauhkan tubuh dari panci. Lantas memegangi jari telunjuk tangan kanannya sendiri. Amanda terlalu ceroboh, sebuah lap khusus yang ia gunakan tidak sepenuhnya menutupi telapak tangan. Alhasil panci super panas itu langsung mengenai jari tangan.

Senja menunda pergerakannya untuk mencuci kangkung yang akan ditumis, atensinya beralih pada pasangannya yang berdiri kaku sembari meniup jari tangannya sendiri. Senja mendekat, rupannya ringisan Amanda berhasil membuat dua pasangan lain mengehentikan aktivitas mereka.

“Kemarikan tanganmu,” titah Senja. Namun belum sempat Amanda mengudarakan suara untuk menolak titahnya, laki-laki itu langsung mengambil alih cari telunjuk Amanda yang mulai melepuh.

Amanda ingin menarik jari tangannya kembali, tetapi Senja langsung menahan sembari menatap tajam ke arahnya. Nyali Amanda langsung mencuiut mendapati tatapan itu.

Ia membiarkan tubuhnya dibawa menuju wastafel, lalu menatap Senja yang kini menjulurkan jari tangannya yang melepuh agar terendam air dingin. Setelahnya, Amanda hanya memfokuskan atensinya pada raut wajah serius milik Senja yang tengah memberikan pertolongan pertama pada permukaan kulitnya.

“Bukankah hanya mengangkat panci? Mengapa harus seceroboh ini?” tanyanya beruntun. Senja mengalihkan pandang menatap Amanda, meminta wanita itu menjawab pertanyaanya. Namun wanita itu malah memalingkan wajah. Senja tidak tahu apakah Manda enggan menjawab atau karena gadis itu tidak memiliki jawaban. Pada akhirnya, ia hanya bisa mengembuskan napas panjang.

***

Karena insiden tidak mengenakan itu, Amanda hanya bisa membantu sedikit. Kali ini ia dan Senja menempati posisi paling akhir. Bianca dan Brilian selesai lebih cepat karena Bianca memang sangat pandai dalam urusan masak-memasak. Sementara Marsha dan Michel tetap menempati pada urutan pertama.

Mungkin jika ia tidak terluka, posisi kedua masih berkemungkinan untuk dipertahankannya. Kekalahannya kali ini berakhir diejek oleh Bianca, lagi-lagi lawan pasangannnya dalam acara kali ini mengatakan jika keberadaanya hanya menyusahkan Senja.

Kali ini, Amanda menolak untuk menyangkal fakta bahwa dirinya menyusahkan, sebab pada kenyataannya memang sedemikian. Permainan terakhir hari ini berakhir dengan rasa sesal, Amanda bahkan tidak memiliki kekuatan untuk betikai dengan Bianca saat wanita itu mengolok-oloknya.

Senja menatap Amanda, kini gadis itu berdiri di balkon dengan pemandangan tertuju pada pantai. Manda belum membersihkan diri atau mengganti pakaiannya, gadis itu tampak tidak berniat tidur cepat kali ini.

Embusan napas panjang mengudara, pasti karena kekalahan mereka. Sebenarnya, Senja juga sempat merasa kesal karena kecerobohan pasangannya. Namun ia malah merasa aneh saat tak mendengar teriakkan Amanda seperti biasanya. Balkon akan sulit dijangkau dengan CCTV, mungkin ia bisa berusaha untuk mengubah suasana hati buruk Amanda menjadi lebih baik. Mau bagaimanapun, setiap pergerakan mereka akan dijadikan serial di layar televisi, Amanda tidak bisa berlaku seenaknya walau gadis itu anak dari pemilik stasiun televisi.

Ia meroh jaket miliknya, lantas berjalan menuju balkon. Amanda tampak tak menyadari keberadaanya, wanita itu begitu tenang memejamkan pandang sembari menikmati angin malam.

Senja meletakan jaket miliknya guna menutupi lengan terbuka milik Amanda yang diterpa angin begitu saja. Senja bisa merasakan tubuh gadis itu tersentak begitu kehangatan jaket meligkupnya.

Amanda langsung mengadahkan wajah, keduanya saling bersitatap selama beberapa saat. Membiarkan degupan jantung mereka menggila dan berdetak seirama.

“Udara malam tidak bagus untuk seorang gadis.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status