Share

Bukan Mauku jadi Madu
Bukan Mauku jadi Madu
Author: Naila Author

Bab 1

"Tolong, jadilah maduku!" ucap wanita berhijab di depanku. Matanya menatap lurus manik mataku. Kalimat yang sama sekali tidak aku duga bisa keluar dari bibirnya yang mungil itu. Aku menutup mulut, menatapnya tak percaya. Dia Salima, temanku saat SMA. Kami sudah lama tidak bertemu, pertemuan ini karena Salima yang mengajakku via chat di aplikasi hijau.

"Kamu jangan bercanda Sal, aku kesini buat ketemu kamu karena kangen, bukan buat dengerin omongan konyol kamu itu," jawabku tak terpengaruh ucapannya. Entah atas dasar apa dia bicara begitu padaku. Aku tak menanggapinya, melanjutkan makanku yang sempat terjeda oleh perkataan absurdnya. Hm ... ternyata enak juga makanan disini.

"Aku serius, Adinda ..." ucapnya lagi. Matanya terlihat berkaca-kaca. Aku melihat ada kesungguhan pada matanya. Namun jika dia menangis, sudah pasti dia berbicara tentang sesuatu yang menyakiti hatinya bukan?

"Kenapa kamu bicara gitu, Sal? Aku benar-benar tidak mengerti maksud ucapanmu," timpalku lagi. Makanan buru-buru kuhabiskan karena merasa ada sesuatu yang tak beres pada temanku itu. Sementara itu, Salima hanya memesan minuman, sepertinya ia sedang tidak berselera makan. Salima mengusap air matanya, ia lalu menghela napas sebelum berbicara lagi.

"Mas Fahri ... Dia masih mencintaimu Din, sekarang aku memintamu menjadi maduku, aku ikhlas Lillahita'ala!"

Ikhlas katanya? Mana ada perempuan yang ikhlas dimadu?

Fahri. Setelah sekian lama, aku mendengar nama itu lagi, nama yang dulu sangat kurindukan. Namun, kulupakan begitu saja, ketika seorang Arkan mengucap ijab kabul dengan Ayahku. Meskipun kami pernah menjalin kasih, namun itu hanya sebatas cinta anak SMA, aku telah putus baik-baik dengannya semenjak memutuskan menerima pinangan dari Mas Arkan, seorang Guru PNS yang meminangku lewat Ayah. Aku tidak bisa menolak karena orangtuaku telah menaruh harapan besar pada Mas Arkan.

"Tapi aku tidak, aku sudah tidak mencintai Fahri lagi. Cinta itu sudah pupus sejak aku menikah dengan Mas Arkan. Aku masih mencintai Mas Arkan bahkan hingga hari ini," ucapku sambil menitikkan air mata.

Mas Arkan, seorang lelaki yang meminangku lewat Ayah meskipun kami tidak saling kenal. Namun dengan segala perlakuan dan tanggung jawabnya sebagai suami, membuatku luluh dan mencintainya hingga akhirnya aku dapat melupakan Fahri. Mas Arkan menerimaku yang memiliki banyak kekurangan, ia selalu sabar membimbingku dan berjanji untuk selalu melindungiku. Meskipun kisah kami harus kandas karena takdir. Takdir yang sempat membuatku marah pada Tuhan. Dimana adilnya Tuhan? Pengantin yang baru menjalin rumah tangga 3 tahun dipisahkan oleh kenyataan pahit. Mas Arkanku meninggal karena kecelakaan.

"Aku telah menandatangani perjanjian dengan Mas Fahri bahwa, setelah setahun pernikahan, kami akan bercerai," ucap Salima yang membuatku ternganga.

Salima dan Fahri memang baru menikah tahun lalu, aku tidak tahu berapa umur pernikahan mereka sekarang. Dulu, aku menghadiri pernikahan mereka bersama Mas Arkan. Masih ku ingat binar bahagia yang terpancar dari wajah keduanya saat itu.

"Kenapa?" tanyaku lagi, menatapnya tak percaya. Aku mengenal mereka berdua dan aku yakin mereka paham bagaimana hukum dari pernikahan itu. Itu adalah perjanjian dengan Tuhan, bukan hanya manusia saja. Kenapa mereka seperti mempermainkannya?

"Dari sebelum menikah, Mas Fahri sudah mengatakan, bahwa dia masih mencintaimu. Namun, ia terus didesak oleh Ibu mertuaku agar menikah dan melupakanmu. Akhirnya, aku menawarkan diri pada Fahri untuk menikah dengannya. Awalnya dia menolak karena kami sudah berteman lama, dia tidak mau menyakitiku karena dia tahu tidak akan bisa mencintaiku sepenuhnya. Namun, aku yang memaksa, aku berjanji jika setelah satu tahun menikah, Mas Fahri masih belum mencintaiku dan belum bisa melupakanmu, aku bersedia untuk bercerai," ucap Salima dengan nada terisak. Entah bagaimana, aku merasa telah menghancurkan hubungan Salima dengan Fahri padahal aku tidak melakukan apapun.

"Sal, aku masih menganggapmu teman. Jika Fahri berani menceraikanmu hanya karena alasan konyol itu, maka aku sendiri yang akan menasehatinya. Aku akan laporkan pada Ibu mertuamu. Dia pasti akan memarahi Fahri!"

"Tidak, jangan! itu hanya akan membuat Mas Fahri marah padaku. Kami sudah berjanji merahasiakan ini. Tolong jangan beritahu siapa-siapa, termasuk Ibu mertuaku," ucap Salima lagi dengan nada memohon.

Aku mengusap wajah kasar, sungguh aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tidak pernah terbesit sedikit pun keinginanku untuk masuk ke dalam rumah tangga Salima dan Fahri, mereka berdua adalah temanku.

"Lalu kenapa kau memberitahuku jika ini adalah rahasia kalian berdua? jujur saja, mendengar setiap perkataanmu membuatku merasa telah merusak hubungan kalian, padahal aku tidak melakukan apapun. Aku tidak pernah sekalipun menghubungi Fahri setelah aku menikah. Aku sudah melupakannya sejak lama. Tolong jangan ungkit lagi hal yang sudah berlalu!" Aku segera meminum jus jeruk dihadapanku sampai habis. Percakapan ini membuat emosiku mendadak naik.

"Tadinya kami hanya akan bercerai begitu saja setelah satu tahun. Dia bilang tidak ingin menyakitiku lebih lama lagi, dia lelah harus terus bersandiwara dalam pernikahan ini," Salima menarik napasnya, lalu melanjutkan kembali "namun, sejak dia mendengar kabar meninggalnya suamimu, dia semakin terobsesi denganmu dan semangat menunggu hari perceraian kami," ucapnya lagi sambil tergugu dalam isak tangisnya.

Aku mendekatkan tisu padanya, sungguh aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Kenapa Fahri jahat sekali? Dia menikahi perempuan yang tidak dia cintai, lalu diceraikan begitu saja setelah satu tahun? Aku sungguh tidak mengerti jalan pikirannya.

"Lalu, aku mulai menyadari bahwa aku sangat mencintai Mas Fahri dan tidak ingin bercerai darinya. Saat aku utarakan hal itu, Mas Fahri marah, dia tidak terima dan mengungkit perjanjian yang sudah kami sepakati. Bahkan telah kami buat hitam di atas putihnya. Aku terus memaksanya agar tidak bercerai. Hingga akhirnya, dia menyanggupinya dengan syarat ..."

Salima seperti kehabisan napas, dia berbicara tersengal-sengal, lalu aku menyodorkan botol air mineral milikku karena milik Salima telah habis. Lalu, Salima minum dari botol milikku.

"Apa syaratnya?" tanyaku penasaran agar dia melanjutkan kalimatnya.

"Dia tidak akan menceraikanku jika kamu mau menjadi maduku," jawab Salima yang membuatku ternganga.

"Kita bisa seperti botol air mineral ini Din, meskipun botolnya hanya ada satu, namun kita bisa membagi airnya sama rata. Kamu minum setengah botol, dan aku minum sisanya. Kita sama-sama terlepas dari rasa haus, meskipun hanya berbagi dari satu botol. Begitupun dengan Mas Fahri, aku dan kamu akan sama-sama menjadi istrinya. Aku sudah tahu bagaimana sifat baikmu, aku yakin kamu tidak akan merebut Mas Fahri sepenuhnya dariku. Sisakan meskipun hanya sedikit untukku," ucapnya sambil menyerahkan kembali botol minumku yang telah habis.

"Bagaimana, jika aku tidak mau?" tanyaku lagi, aku sedang memikirkan segala kemungkinan yang bisa kulakukan untuk membantu menyelamatkan rumah tangga temanku.

"Mas Fahri, akan tetap menceraikanku sesuai perjanjian yang telah disepakati."

"Tapi itu tidak benar Sal, kalian telah mempermainkan pernikahan. Itu adalah janji sakral, kenapa kalian menyepelekannya. Apa kalian tidak takut dengan pertanggung-jawabannya nanti?"

Jujur saja, aku melihat pernikahan mereka bahagia dari media sosial. Namun siapa sangka yang terjadi sebenarnya?

"Apapun keputusan kalian, aku tidak akan ikut campur, Sal. Aku angkat tangan dan tidak ingin terlibat, tolong jangan libatkan aku dalam dosa kalian yang mempermainkan pernikahan," ucapku dengan isyarat mengangkat tangan.

"Aku memohon dengan sangat Din، karena hanya dengan cara ini, Mas Fahri masih mau melanjutkan pernikahan kami." Salima meraih tanganku lalu dia mengenggamnya kuat, seolah meminta pertolonganku dengan sangat.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status