Share

BAB 2

“Sejak awal kita berteman, kamu sudah tau kalau aku sudah punya suami. Keakraban kita terjalin semata-mata kamu temanku dan kita satu tempat kerja” Wailea menarik nafas yang dalam dan kembali melanjutkan kalimatnya. “Aku pikir selama ini kamu tulus berteman denganku, tetapi aku salah” sambil menangis, Wailea menjauh meninggalkan Helix yang saat itu juga sedang berada di meja makan kantin.

Hati Helaix kembali morat-marit. Seolah-olah ada sebuah batu raksasa mengenai tepat di dadanya. Kata suami yang ia dengar langsung dari bibir Wailea membuatnya merasa pedih. Helix memang sudah tahu tentang kenyataan itu, bahkan satu hari setelah Helix diterima bekerja di perusahaan Sumber Cahaya. Waktu itu ada salah satu staff yang memanggil Wailea dengan sebutan pengantin baru. Ya, Wailea memang sudah menikah. Namun, pernikahannya baru seumur jagung. Saat itulah perasaan Helix berkecamuk dan dilema. Satu sisi ia ingin mundur, tetapi di sisi lain hati kecilnya malah menahannya untuk tetap diperasaan ini.

Begitu pahit kenyataan yang harus dia rasakan. Mengetahui jika seseorang yang selama ini ia cari malah sudah jadi milik orang lain. Tetapi walaupun begitu, Helix tetap pada pendiriannya yaitu dia akan tetap berjuang untuk mendapatkan hati Wailea. Ini memang gila, tetapi akan lebih gila lagi jika ia pergi dan tak bisa menatap wajah indah Wailea. Seharusnya aku datang lebih cepat, gerutu hatinya.  

Dibalik luka hatinya itu, Helix tetap mencoba menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan Wailea. Ia memang sengaja menciptakan keakraban itu diantara mereka berdua dengan tujuan agar bisa mendapatkan hati Wailea. Walaupun ia tahu jika itu sangat mustahil, tetapi ia tetap mencoba.

Lain halnya dengan apa yang di rasakan Wailea. Dia hanya menganggap Helix sebagai sahabat terdekatnya. Karna bersama Helix, Wailea mampu menjadi dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura. Perasaan nyaman yang tidak ia temukan ketika sedang bergaul dengan teman lainnya. Dimana mereka hanya mementingkan penampilan, memamerkan kekayaan dan hidup penuh kebahagiaan karena bisa traveling kesana kemari. Hanya ada kemunafikan dan pesta pora.

Keakraban Helix dan Wailea terjalin tanpa perlu waktu yang lama. Ini dikarenakan banyaknya kesamaan diantara mereka. Salah satunya adalah urusan hobi. Mereka sama-sama lebih suka menghabiskan waktu untuk menonton film di rumah daripada sibuk keluyuran tanpa arah. Memasak juga hobi mereka. Mencoba menu-menu baru, berkreasi dan lain sebagainya.

Saat Helix melihat Wailea melangkah menjauhinya, perasaan bersalah Helix pun muncul. Bukan karena dia menyampaikan perasaan itu pada Wailea, melainkan karena Wailea menangis karnanya.

Keesokkan harinya, seperti biasa Wailea sudah bagun pagi untuk menyiapkan sarapan. Dia sudah terlihat begitu sibuk di dapur. Wailea menyiapkan roti dengan selai kacang dan juga jus mangga. Ini adalah sarapan rutin yang ia lakukan selama delapan bulan menjadi istri seorang Rezo. Sesudah menyiapkan sarapan di atas meja, Wailea bergegas menyiapkan kemeja dan celana hitam berbahan kain di atas kasur untuk suaminya.

“Kemeja biru favorit ku” kata Rezo sambil tersenyum pada istrinya.

Wailea seketika memeluk Rezo dari belakang. Ia menceritakan tentang Helix yang mengungkapkan perasaan padanya. Wailea memang selalu menceritakan tentang apapun pada suaminya itu. Tidak ada yang tertutupi termasuk soal dirinya dan Helix yang memang bersahabat dengan akrab.

Rezo kemudian membalikkan badan karna terkejut. Alisnya mengkerut menandakan ketidak nyamanannya akan hal yang diceritakan istrinya itu. Rezo lalu memeluk Wailea dengan sangat hangat.

“Tetaplah biasa padanya. Dengan begitu dia tidak akan tersinggung dan membuatnya berfikir untuk berbuat nekat” kata Rezo.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status