Share

BAB 4

“Untuk apa kamu memakan dua menu sekaligus? Tidak baik untuk dietmu” dengan suara tawa kecil helix menutup telepon.

Wailea yang masih kesal tidak punya pilihan lain selain memakan nasi goreng buatan Helix. Keraguan hatinya untuk memakan nasi goreng itu pun sirna, ketika suapan pertama mendarat di lidahnya. Wahhh ini enak sekali, katanya dalam hati. Kini tak segan ia menyuapi nasi goreng itu ke dalam mulutnya dengan begitu cepat.

Saat ia sedang menikmati makanannya, terlihat segerombolan orang di arah luar dipimpin oleh sang presdir berjalan mendekat ke arah Lobby. Wailea yang panik segera mencari tissue dengan niat untuk membuang yang ada di dalam mulutnya karena belum sempat dikunyah dan ditelan.

“Merunduk!” Helix menekan bahu Wailea dan membiarkannya bersembunyi di bawah meja.

“Selamat siang pak” Helix menjamu para tamu. 

“Tolong antarkan mereka ke ruang meeting, saya mau ke ruang kerja saya dulu mengambil beberapa dokumen” perintah sang presdir.

Helix menundukkan kepala seolah dia adalah seseorang yang professional dalam menjalankan perannya menjadi seorang reception. Helix mengarahkan tangannya ke arah samping lobby dengan maksud agar para tamu mengambil jalan yang ia tunjukkan. Kemudian saat para tamu telah melewatinya, masih juga ia menyempatkan diri untuk merunduk di bawah meja. Saat itu hidung Helix dan Wailea hanya berjarak 8cm saja.

“Jangan lupa dihabiskan” Helix tersenyum begitu tulus.

Wailea menjadi salah tingkah saat ia terkejut melihat Helix yang tiba-tiba sudah berada tepat di depan wajahnya. Bahkan hidung mereka yang hampir bersentuhan membuatnya semakin salah tingkah dan wajahnya memerah. Apa-apaan aku ini, kata Wailea dalam hati.

Jam kini menunjukkan pukul lima sore, waktunya Wailea untuk pulang. Seperti biasanya Wailea mengambil ponsel dan memesan taksi online. Namun, kali ini Wailea kesulitan untuk mendapatkan driver. Sekitar tiga puluh menit ia menanti driver, namun tidak juga ada yang bisa menjemputnya. Akhirnya Wailea memutuskan untuk pulang dengan taksi biasa.

Notif pesan masuk berbunyi. Ini adalah pesan dari Helix yang menanyakan keberadaan Wailea. Saat itu Wailea hanya sempat membacanya saja karena bersamaan dengan itu ada sebuah mobil taksi yang datang menghampirinya.

Saat sudah berada di dalam mobil, Wailea meminta sang sopir taksi untuk membawanya pulang ke alamat yang sudah ia sebutkan. Perjalanan dari kantor ke rumah Wailea cukup dekat, hanya perlu kira-kira kurang dari lima belas menit. Wailea yang tidak memiliki kecurigaan apapun dengan santainya memainkan ponsel sambil bersandar. Saat Wailea menatap ke arah luar, dia melihat jalur yang tidak biasa ia lewati.

"Loh pak, ini bukan jalan ke rumah saya" katanya panik.

"Jalur biasanya sedang macet bu, jadi saya ambil jalan yang lebih jauh" sahut sang sopir taksi.

Wailea mulai merasa tidak nyaman dengan situasi saat itu. Berkali-kali Wailea mencoba menghubungi Rezo tetapi tidak juga ada jawaban. Hingga akhirnya Wailea mengirimkan lokasi terkininya dengan harapan Rezo segera mencarinya jika sampai terjadi sesuatu.

Benar saja, tiba-tiba sang sopir taksi berhenti di sebuah jalanan sepi dekat kuburan. Dia mengunci mobil dan membalikkan badan.

"Apa-apaan ini pak" tanya Wailea dengan pernuh rasa takut.

Sang sopir taksi hanya diam dan berusaha mengambil posisi di kusi belakang. Sopir taksi itu memaksa membuka baju Wailea dan hendak melecehkannya. Wailea yang takut saat itu hanya bisa berontak dan berteriak minta tolong.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status