Perlahan, Maura membuka matanya. Pemandangan yang dia lihat saat pertama kali membuka mata, adalah sebuah atap berwarna putih, dan juga lampu yang menyala terang. Maura lantas memegangi keningnya yang masih saja terasa berat. Pandangan Maura menelusuri setiap sudut ruangan, tidak ada siapa-siapa disini. Hanya ada dirinya yang terbaring lemas di brankar.
Tunggu, apa Maura saat ini, sedang berada di klinik kantornya?
Ceklek
Suara pintu terbuka itu, mengalihkan pandangan Maura. Dan ternyata itu adalah Salwa. Salwa tersenyum, kala melihat Maura sudah sadar dari pingsannya. Gadis itu, lantas berlari dengan girang menuju kearah Maura.
“Bagaimana keadanmu, Mau? “ tanya Salwa dengan nada khawatir.
“Aku tidak apa-apa, Salwa.”
“Maura, maaf ya. Sudah meninggalkanmu sendirian. Mungkin jika aku tetap bersamamu tadi, kamu tidak akan jadi seperti ini.”
Salwa, mengatakan hal tersebut dengan nada yang penuh dengan penyesalan. Dia terkejut, saat dijalan hendak menuju kembali e kantin tadi untuk menyusul Maura. Dia berpapasan dengan salah satu mahasiswa laki-laki yang menggendong tubuh Maura, yang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri, ditemukan terkunci di dalam gudang. Pantas saja, daritadi Salwa menghubungi Maura, tidak ada jawaban dari gadis itu. Rupanya, tas dan ponsel Maura tertinggal di kantin.
Maura tersenyum kearah Salwa, gadis itu mengelus pelan punggung tangan Salwa. Mengisyaratkan, bahwa dia baik-baik saja.
“Ini bukan salahmu, Salwa. Lagi pula aku sudah membaik sekarang, “ ujar Maura.
“Katakan padaku, siapa yang melakukan semua ini, Mau?”
“Sudahlah, tidak perlu dibahas. Yang terpenting aku baik-baik saja.”
“Aku temanmu, Maura. Aku merasa gagal menjadi temanmu, jika tidak bisa melindungi kamu.”
Maura menghembuskan nafasnya pelan, dia tidak ingin Salwa terlibat dalam masalahnya ini. Maura bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Bukan karna Maura tidak percaya atau bahkan tidak menganggap Salwa itu temannya, tetapi Maura tidak mau Salwa terlibat masalah dengan orang seperti Sarah. Manusia jelmaan iblis.
“Apa ada hubungannya dengan, Pak Jevan?”
Mendengar itu, Maura lantas menoleh sekilas kearah Salwa. Sebelum kemudian kembali mengalihkan pandangannya.
“Nanti akan aku ceritakan, “ ujar Maura.
“Janji?”
“Iya, Salwa.”
“Yasudah kamu lanjut istirahat, Maura.”
“Apa aku tidak boleh pulang sekarang?”
“Tunggu keadaanmu sedikit membaik, kamu masih terlihat pucat.”
“Baiklah.”
Maura berjalan, menuju ke halte bus depan. Daritadi dia memesan taxi online, namun belum juga mendapatkan driver. Jadi dengan terpaksa, dia harus naik angkutan umum saja untuk pulang. Badan Maura masih terasa sangat lemas sekarang, energinya belum sepenuhnya kembali. Namun, apa boleh buat. Maura ingin segera beristirahat di kamarnya. Agar lebih leluasa.
Tadi Salwa pulang dulu, karna ada urusan mendadak. Dan berpesan kepada Maura, untuk jangan pulang sendiri sebelum Salwa datang menjemputnya. Karena Maura sudah tidak tahan berada di klinik, jadi dia mengatakan akan pulang naik taxi online kepada Salwa. Walaupun, kenyatannya berbeda.
“Huft, memesan taxi, ditolak terus. Menunggu bus juga, tidak datang-datang.”
Maura sempat berpikir, apa dia jalan kaki saja terlebih dulu. Mungkin nanti ketika di jalan dia menemukan taxi atau mungkin angkutan umum lainnya?
Tetapi, jika dipikir-pikir lagi. Dia bisa pingsan untuk yang kedua kalinya.
Tiba-tiba saja, di depan halte bus. Tepat di depan Maura duduk. Berhenti sebuah mobil, Porsche 719 berwarna putih. Awalnya Maura melirik sekilas kearah mobil tersebut. Maura seperti tidak asing dengan mobil di depannya ini. Tapi, sepertinya itu hanya perasaan Maura saja. Gadis itu kemudian, kembali fokus dengan ponselnya.
“Maura.”
Maura terkejut, saat ada seseorang yang memanggilnya. Dan saat Maura mendongakkan wajahnya untuk melihat siapa orang tersebut. Maura dibuat lebih terkejut lagi, saat melihat Rion. Sang pengawal pribadinya, berdiri di hadapan Maura saat ini.
“Rion, Kenapa kamu disini?” Ujar Maura dengan nada terkejutnya.
“Ayo, aku antar pulang.”
“Tidak, aku tidak mau.” Maura mengatakan hal tersebut, sambil melipat kedua tangannya ke depan dada. Dan mengalihkan pandangannya kearah samping. Dia kesal, kenapa Rion menguntitnya. Apa ini suruhan papa Maura?
“Maura!” ujar Rion, dengan nada tegas memberi peringatan.
“Aku tidak mau, Rion, ” kata Maura, sambil memberikan tatapan nyalang kepada Rion.
“Kamu kenapa sih, menguntitku? Sudah aku bilang, aku bisa sendiri. Aku bisa menjaga diriku sendiri!”
“Bisa menjaga diri katamu? Kamu, dirudung oleh seniormu itu. Dan dikunci di gudang sampai pingsan. Apa itu dinamakan bisa menjaga diri?”
Maura, gadis itu terkejut saat Rion tahu kejadian yang dia alami barusan. Berarti, Rion memang sudah memata-matainya dari awal?
Dugaan Maura memang benar, selama ini Rion selalu mengawasi Maura. Namun, jika di ligkungan kantornya. Rion memerintahkan seseorang untuk mengawasi gadis ini. Dan saat mendapat kabar, Maura pingsan. Rion langsung buru-buru untuk melihat keadaan Maura secara langsung. Dia khawatir, sesuatu yang buruk terjadi pada Maura.
“Rion, berhenti mengawasiku! Aku bukan anak kecil!”
“Sudah kuawasi saja, keadaanmu jadi kacau, Maura. Apalagi kubiarkan.”
“Aku tidak peduli! Sekarang, lebih baik kamu pulang! Katakan pada Papa, aku baik-baik saja.”
“Oke, baiklah. Aku akan melaporkan kejadian di kantin tadi kepada papamu, “ ujar Rion santai, Maura yang mendengar ancaman dari Rion. Justru semakin kesal dengan laki-laki itu.
“Rion! Kamu jangan mengancamku ya!”
“Ada dua pilihan, kamu masuk ke dalam mobil, dan aku akan jaga rahasia ini rapat-rapat dari papamu. Atau, kamu tidak perlu repot-repot untuk ikut aku masuk ke dalam mobil tetapi, papamu akan tahu kejadian barusan. Dan dengan sangat amat terpaksa, kamu harus tinggal lagi di rumah. Jadi, tentukan pilihanmu.”
Maura, mengepalkan kedua tangannya dengan keras. Rion ini, benar-benar membuatnya emosi. Bisa-bisanya dia mengancam Maura. Tapi, Maura sangat yakin. Rion tidak akan bermain-main dengan kata-katanya barusan.
“Oke, Rion. Aku ikut denganmu,” jawab Maura pasrah.
Gadis itu kemudian bangkit dari duduknya. Dengan berat hati, Maura harus mau ikut Rion. Daripada dia dilaporkan, membayangkan kemarahan papanya. Saat tahu apa yang terjadi kepada Maura. Sungguh sangat mengerikan.
Rion jalan terlebih dulu, bergerak membukakan pintu mobil untuk Maura. Sedangkan gadis itu, hanya memutar bola matanya malas. Gadis biasa mana, yang naik mobil mewah. Kemudian dibukakan pintu oleh supirnya? Yang benar saja, Rion ini.
“Dasar berlebihan! Aku bisa buka pintu sendiri, Rion!”
“Sudah, jangan banyak protes. Cepat masuk!”
Maura langsung saja masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Rion menutup pintu. Dan berjalan menuju ke pintu kemudi. Tak lama setelahnya, mobil menyala. Dan melaju, meninggalkan halte bus itu.
Dilain sisi, sedari tadi. Sarah dan juga teman-temannya. Menyaksikan gerak-gerik Maura barusan, di dalam mobil yang terparkir, sekitar 1 meter di belakang mobil Rion. Sarah memandang kepergian Maura, dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan. Wajahnya menggambarkan aura kebencian yang teramat dalam.
“Dasar belagu! Apa maksudnya, dijemput dengan mobil mewah seperti itu? Meminta dibukakan pintu pula, mau pamer?”
Sarah berkata, masih dengan tatapan marahnya. Sombong sekali gadis itu. Pikir Sarah.
“Dia itu hanya perempuan miskin! Tetapi gayanya selangit! Dia pikir dia siapa?”
“Sepertinya, kamu harus memberikan dia pelajaran lagi, Sarah,” ucap salah satu teman Sarah. Yang bernama Vika itu.
“Oh, pastinya. Liat saja nanti, apa yang akan aku perbuat padamu, Maura!”
Setelah mengatakan hal tersebut, Sarah langsung melajukan mobilnya dengan kencang. Meninggalkan area tersebut.
“Aw, sakit!”Maura terkejut, saat tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik rambutnya dengan kuat. Salwa, yang melihat kejadian tersebut. Lantas, hendak menarik tangan seseorang yang berani-beraninya menarik rambut Maura secara tiba-tiba itu. Namun, belum sempat Salwa membantu Maura. Tangan gadis itu, sudah ditarik oleh dua gadis lainnya dan dibawa menjauh dari tempat Maura berada.“Sarah, lepas!” kata Maura, saat membalikkan badannya dan melihat Sarahlah yang menarik rambut gadis itu.Maura dan Salwa, awalnya sedang bersantai saja. Di taman dekat area kantor mereka, tepatnya berada pas di belakang gedung tempat mereka bekerja. Setelah makan siang tadi, mereka berdua memutuskan untuk menikmati udara sejuk terlebih dahulu sebelum kembali bekerja. Saat mereka tengah duduk-duduk santai, di bangku taman. Tiba-tiba Sarah datang dari arah belakang mereka, dan menarik rambut Maura, sampai kepala gadis itu mendongak ke atas.“Apa? Sakit? Aku tidak peduli!” ujar Sarah berteriak.“Hey wanita gi
Jevan tengah makan siang di kantin kantornya bersama Alex, sahabat karib Jevan. Dan juga merupakan salah satu karyawan di perusahannya. Tak biasanya dia makan siang di kantin kantornya. Namun, entah mengapa hari ini rasanya dia ingin sekali makan siang disini. Tentu saja, suasana kantin sedikit heboh dikarenakan bos dari King Company sedang berada di kantin. Hal yang baru pertama kali terjadi. Namun, sayang ketenangan Jevan tak bertahan lama. Kala Sarah, datang menghampiri meja mereka berdua.“Hai!” sapa Sarah, yang tiba-tiba saja sudah duduk disamping Jevan.Jevan sama sekali tak menggubris ucapan Sarah barusan. Karena merasa tak diperhatikan, akhirnya Sarah menggeser duduknya agar lebih dekat lagi dengan Jevan. Gadis itu, tiba-tiba saja meraih lengan Jevan, dan bergelanyut manja pada laki-laki itu. Ini bukanlah suata hal yang mengejutkan bagi para karyawan King Company. Pasalnya, rumor terkait Jevan, Sarah dan juga Maura sudah menyebar luas di seluruh lingkungan kantor King Company
“Jadi saya meminta dengan hormat kepada, Pak Jevan untuk tidak lagi menggoda kekasih saya.”Rion, mengatakan hal tersebut dengan tegas kepada Jevan. Sedangkan Jevan, yang mendengar penuturan dari Rion barusan. Lantas, memandang Rion dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Tatapannya tajam, menandakan bahwa Jevan tak suka dengan apa yang Rion katakan barusan. Sedangkan Maura, gadis itu tak tahu harus bagaimana. Perkataan Rion barusan, benar-benar diluar dugaan Maura. Yang gadis itu bisa lakukan saat ini hanya diam dan menyimak apa yang akan terjadi selanjutnya.“Rion, jangan coba-coba kamu untuk membodohi saya ya. Saya jelas-jelas tahu bahwa Maura ini tidak memiliki kekasih. Jadi kamu jangan terlalu percaya diri!”Jevan mengatakan hal tersebut dengan nada kesal.“Saya tidak mencoba untuk menipu Bapak, apa yang saya katakan itu benar adanya Pak Jevan. Maura ini memang kekasih saya, mulai detik ini, “ Ujar Rion penuh penekanan.“Saya tidak percaya, sebelum saya mendengar langsung pengak
Pyarr.Brukk.Bola lampu yang tadi Maura pegang jatuh ke lantai dan pecah. Bersamaan dengan tubuh Maura juga yang terjatuh dari atas anak tangga tadi. Maura memejamkan matanya, setelah menunggu lama sekitar 2 menitan. Gadis itu tak merasakan apa-apa. Namun, dia merasakan bahwa ada seseorang yang menopang tubuhnya. Perlahan, Maura mencoba untuk membuka matanya. Dan betapa terkejutnya dia, mendapati Jevan tengah menopang tubuh gadis itu agar tidak terjatuh ke lantai. Cukup lama mereka saling beradu tatap. Maura dengan raut wajah keheranan memandang Jevan yang malah memberikan tatapan datar pada gadis itu.“Eh,” ujar Maura canggung, perlahan Maura bangkit dibantu oleh Jevan.“Terima kasih, Pak.”Maura tak berani memandang ke arah Jevan, gadis itu mengalihkan pandangannya ke bawah.“Kamu kenapa sih, Maura? Dasar ceroboh! Untuk apa kamu ke ruangan saya? Masuk seenaknya?”Mendengar omelan dari Jevan, Maura menatap laki-laki itu dengan bingung.“Maaf Pak sebelumnya, bukannya saya bermaksud u
Rion sudah tiba tepat di depan meja kerja Sarah. Gadis itu saat ini tengah sibuk dengan layar laptop di depannya sampai tak sadar abhwa Rion sudah berdiri di depannya sambil menatap nyalang gadis itu.“Sarah,” panggil Rion dengan nada dinginnya.Sarah yang mendengar namanya di panggil lantas mendongakkan kepalanya ke depan. Dia sedikit terkejut saat tahu Rion berdiri di depannya dengan tatapan yang seperti itu.“Ada apa?”“Kamu berniat mencelakai Maura ya?”“Apa maksud kamu, Rion?”“Jangan pura-pura tidak tahu, kamu sengaja kan menyuruh Maura untuk mengganti lampu di ruangan Pak Jevan? Iya kan?”“Jangan menuduh kamu!”“Jawab dengan jujur, Sarah!”“Kamu jangan menuduhku sembarangan, Rion!”“Aku peringatkan lagi padamu, Sarah. Jangan pernah kamu mengganggu hidup Maura! Atau, kamu akan tanggung sendiri akibatnya.”Setelah mengatakan hal tersebut, Rion langsung saja pergi tanpa menunggu respon dari Sarah perihal ancamannya barusan. Sedangkan Sarah, masa bodoh akan hal itu. Dia sama sekali
Jevan berjalan dengan tergesa-gesa. Sesekali dia juga menabrak para karyawan yang tengah lewat juga. Masa bodoh dengan hal itu, ada hal yang lebih penting lagi yang perlu Jevan urus saat ini. Saat sudah sampai di depan meja kerja Maura, Jevan semakin dibuat emosi kala melihat pemandangan di depannya. Dia melihat Maura tengah bercanda gurau dengan salah satu karyawan laki-laki nya. Namun, saat melihat bos merek itu ada dihadapan mereka saat ini. Karyawan laki-laki tadi itu pun akhirnya pamit pergi. Dia begitu takut, kala melihat wajah garang Jevan. Kini hanya tinggal Maura yang ada, gadis itu bingung, apa yang harus ia lakukan. Dia juga berpikir, apakah dirinya membuat kesalahan?“Ada ap..”“Ikut ke ruangan saya, sekarang!”Belum sempat Maura bertanya, Jevan sudah lebih dulu memotong ucapannya, bahkan Jevan langsung pergi begitu saja setelah memeritahkan Maura untuk ikut ke ruangannya barusan. Maura semalin dibuat bingung. Karena takut bos nya itu semakin marah padanya, Maura menurut s
“Kenapa kamu malah membela wanita murahan ini?”“Jaga ucapan kamu, Sarah!”“Apa? Memang benar seperti itu.”Jevan menggertakkkan giginya, rahangnya mengeras menahan untuk tidak bertindak kasar pada Sarah. Sarah benar-benar marah dan kecewa pada Jevan. Rencana yang Sarah kira awalnya akan berakhir sesuai yang ia harapkan. Kini malah hancur dan berbanding terbalik. Tak memperdulikan amarah Sarah, Jevan lantas beralih untuk memeriksa Maura. Gadis itu sedari tadi masih terdiam sambil menundukkan kepalanya.“Apa kamu baik-baik saja, Maura?” Tanya Jevan dengan lembut, sambil memeriksa pipi kiri Maura.Sarah yang melihat hal tersebut, justru malah semakin dibuat emosi. Apa-apan ini, kenapa Jevan sangat perhatian terhadap Maura?“Jevan, bisa-bisanya kamu peduli terhadap Maura? Kamu ini bodoh atau apa?”Jevan menoleh ke arah Sarah dengan mimic wajah datarnya.“Iya, aku bodoh. Bodoh karena sudah percaya kepadamu!”“Apa maksud kamu? JElas-jelas Maura ini perempuan murahan! Dia pasti sudah menggo
Rion berdecak kesal. Sedari tadi dia sudah berulang kali mencoba untuk menghubungi Maura. Namun, tak kunjung ada jawaban dari gadis itu. Ini sudah lewat dari jam pulang, Maura juga tidak ada di tempat kerjanya. Kemana gadis itu pergi. Membuat Rion khawatir saja.“Kemana perginya Maura?” Tanya Rion pada dirinya sendiri.“Apa dia sudah pulang lebih dulu?”“Mungkin Maura masih ada di sekitaran kantor, coba aku cari dulu.”Saat Rion hendak membalikkan badannya, Laki-laki itu terkejut kala, tiba-tiba saja Salwa muncul dihadapannya. Darimana asalnya gadis ini? Membuat Rion hampir saja kena serangan jantung mendadak akibat kehadiran Salwa secara tiba-tiba.“Ah, aku minta maaf karena telah mengejutkanmu,” ujar Salwa tak enak hati, saat mengetahui raut wajah Rion yang nampak sekali bahwa lkai-laki itu terkejut karenanya.“Iya, tidak apa-apa. Tunggu, kamu temannya Maura, Kan?”Rion baru ingat, bahwa dia pernah bertemu dengan Salwa saat di taman itu. Mungkin saja dia tahu keberadaan Maura.“Iya