Suasana kantin kantor pagi ini cukup ramai, sepertinya para pegawai sedang tidak sempat membuat sarapan di rumah pagi ini. Sama halnya seperti Maura, dia bangun kesiangan pagi ini. Tak sempat sarapan di kos tadi. Jadi dia mengajak Salwa, sahabatnya. Untuk pergi sarapan bersama. Itu juga dikarenakan semalam dia harus melembur di kantor, Maura bekerja menjadi staff administrasi di kantor ini. Jadi dia lumayan sibuk.
Salwa, duduk di depan Maura. Daritadi Salwa memperhatikan gerak-gerik sahabatnya itu. Seperti mayat hidup, pikirnya. Bukannya memakan makanannya. Maura malah mengaduk-aduk salad di depannya itu sambil menatap makanannya dengan tatapan kosong.
“Dimakan, Mau, “ ujar Salwa menegur Maura. Sedangkan yang ditegur, tak memberikan reaksi apapun.
Salwa menghembuskan nafasnya kasar. Dia kemudian menaruh sendok yang dia pegang diatas piring miliknya. Gadis itu melipat kedua tangannya diatas meja, dan memfokuskan pandangannya kepada Maura.
“Sudahlah, Mau. Berhenti menangisi laki-laki brengsek itu. Itu hanya akan terus menyiksamu sendiri. Untuk apa? Dia saja tidak memikirkanmu, lalu kenapa kamu masih terus memikirkannya?”
“Sulit, Wa. Aku tidak bisa, “ kata Maura, sambil menatap Salwa dengan tatapan sendunya.
Salwa benar-benar prihatin dengan keadaan Maura saat ini. Dia gadis baik, Salwa tau itu. Maura selalu memberikan hal yang terbaik untuk Jevan. Namun, balasan yang diberikan Jevan benar-benar tidak setimpal dengan apa yang Maura berikan. Kejam sekali laki-laki itu. Bukan karena dia bos di perusahaan ini, Jevan bisa jadi seenaknya kan? Sesama manusia, harusnya laki-laki itu juga punya hati nurani. Tau caranya memanusiakan-manusia. Itu juga salah Maura, terlalu bodoh soal cinta.
“Bukan tidak bisa, Mau. Tapi belum bisa. Aku tahu ini sulit, tapi kamu memang harus belajar untuk menerimanya. Kamu boleh, marah, kecewa, sedih. Tapi kamu harus tetap memikirkan kesehatan kamu, Maura. Kamu sendiri yang akan rugi, Jevan tidak. “
Maura tak menanggapi perkataan sahabatnya itu, dia justru semakin tak menemukan nafsu makannya. Maura menggeser makanan di depannya. Gadis itu kemudian melipat kedua tangannya diatas meja, dan menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya itu. Kepalanya berat, karna menangis semalaman.
“Maura, aku tinggal dulu ya. Aku lupa, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan pagi ini, tidak apa-apa kan?”
Salwa baru ingat, bahwa ada laporan yang harus ia selesaikan segara juga pagi ini, Kenapa ia begitu ceroboh sapai lupa? Walau sebenarnya Salwa tidak enak untuk meninggalkan Maura. Namun, bagaimana lagi Salwa benar-benar harus meninggalkan Maura. Maura mendongakkan kepalanya, gadis itu kemudian menganggukkan kepalanya pada Salwa.
“Tidak apa-apa, kamu pergi saja. “
“Nanti kabari aku, aku tinggal dulu ya. Jangan lupa dimakan. Sampai jumpa nanti di jam makan siang ya!”
Setelah mengatakan itu, Salwa mengambil tasnya yang ada diatas meja. Kemudian, beranjak dari duduknya, dan pergi meninggalkan Maura. Bukannya melaksanakan pesan Salwa, untuk makan. Maura malah kembali meneggelamkan wajahnya pada kedua lipatan tangannya itu. Dan mulai memejamkan matanya. Sungguh mata Maura terasa sangat panas, seperti terbakar saja.
Byurrrr
Maura terkejut saat tiba-tiba saja, dia merasakan cairan dingin membasahi kepala dan juga badannya. Gadis itu, langsung bangkit dari posisinya. Betapa terkejutnya Maura, saat menyadari badannya sudah basah akibat tumpahan jus jeruk yang juga mengotori bajunya. Lebih terkejut lagi, saat Maura melihat siapa pelaku dari hal ini.
Disampingnya, sudah berdiri. Sarah dengan menggenggam gelas kosong ditangan kanannya. Memandang Maura dengan senyum licik. Diikuti oleh ketiga teman Sarah yang lainnya, yang berdiri mengelilingi Maura.
“Bagaimana rasanya, Maura? Dingin ya?” tanya Sarah.
“Apa maksud kamu, Sarah?” timpal Maura marah.
“Itu balasan dari perbuatan kamu kemarin”
Sarah kemudian menaruh gelas yang dia bawa ke atas meja. Kemudian, Sarah mengambil salad milik Maura tadi. Dan tak disangka-sangka, Sarah menumpahkan salad itu tepat di atas kepala Maura. Kini, rambut dan baju gadis itu, penuh tumpahan sayur dan juga kotor akibat mayonais yang ada pada piring salad Maura tadi.
“Dan itu, balasan untuk kamu yang berani-berani mendekati Jevan!”
Maura menatap nyalang Sarah, “Memang kenapa kalau aku mendekati, Mas Jevan? Siapa kamu, memangnya? Pacar saja bukan!”
Sarah mendorong pundak Maura dengan kasar, “Jaga ucapan kamu! Kamu itu hanya gadis miskin, yang tidak punya apa-apa. Penampilan kamu juga kampungan! Kamu sangat tidak pantas bersanding dengan Jevan! Jevan hanya pantas disanding oleh wanita sepertiku, paham?”
Maura terkekeh pelan, mendengar perkataan yang keluar dari mulut Sarah barusan. Membayangkan saja, membuat Maura rasanya hendak tertawa hingga terpingkal-pingkal rasanya.
“Cocok, bersanding denganmu? Pasti nanti orang-orang yang melihat, akan mengira bahwa kalian adalah ibu dan anak, “ ujar Maura santai.
Sarah benar-benar marah mendengar perkataan Maura barusan. Rupanya, gadis di depannya ini memang tidak memiliki sopan santun, pikir Sarah. Berani sekali dia berkata seperti itu kepadanya, adik tingkat tida tahu diri. Tangan kanan Sarah melayang diudara hendak menampar wajah Maura. Piring yang tadi ia pegang sudah berpindah tangan pada temannya.
Namun, dengan sigap Maura menahan tangan Sarah yang hendak menamparnya barusan, “Jangan pernah sekalipun, kamu menyentuhku!” ujar Maura tegas. Setelah itu, Maura melepaskan pergelangan tangan Sarah yang tadi ia tahan.
Kedua tangan Sarah mengepal kuat, Maura benar-benar menguras emosinya. Sepertinya gadis ini perlu diberi pelajaran yang lebih, agar dia paham. Siapa lawannya sebenarnya. Sarah lantas, menggenggam pergelangan tangan Maura dengan keras, menarik gadis itu dengan paksa. Membawanya keluar dari area kantin. Orang-orang yang disana, hanya menyaksikan saja daritadi. Perdebatan antara Maura dan Sarah, tak ada yang berani ikut campur, mereka terlalu malas terlibat masalah pribadi orang lain.
Sepanjang jalan, Maura memberontak. Meminta tangannya agar dilepas oleh Sarah. Namun, tak sedikitpun Sarah menggubris perkataan Maura itu. Dia tetap saja menarik paksa Maura, menyeretnya entah kemana.
“Sarah, lepas!” berontak Maura.
“Berisik!” marah Sarah.
Sarah berhenti, di depan pintu gudang penyimpanan. Sarah menoleh kearah salah satu temannya itu, memberikan isyarat untuk dia agar membuka pintu tersebut. Setelah pintu terbuka, Sarah kemudian mendorong Maura dengan keras masuk ke gudang itu. Maura jatuh tersungkur ke lantai. Gadis itu kemudian mendongak, menatap kearah Sarah dan teman-temannya itu.
Maura bangkit dari posisinya, hendak keluar dari ruangan tersebut. Namun, Sarah dan teman-temannya menghadang Maura.
“Minggir!” ucap Maura.
Sarah lantas mendorong Maura, untuk kembali masuk ke dalam sana, “Selamat menikmati, Maura, “ ujar Sarah kemudian tersenyum licik.
Sarah lalu menutup pintu gudang itu, dan menguncinya dari luar. Dia tidak peduli, Maura di dalam sana yang terus-terusan berteriak. Meminta agar pintunya dibuka. Ini ada perbuatan yang pantas Maura terima, karena dia sudah berani bermain-main dengan Sarah. Setelah mengunci pintu, Sarah dan ketiga teman-temannya pergi meninggalkan gudang tersebut.
“Buka, sarah!”
“Sarah!”
“Dasar, perempuan gila!”
Maura terus mengetuk-ketuk pintu gudang dengan keras, berharap ada seseorang yang mendengarnya. Nyatanya nihil, rupanya tak ada seorangpun di luar sana. Maura membalikkan badannya, melihat keadaan gudang. Gudang ini gelap, tak ada cahaya sedikitpun, ruangannya sangat berdebu, minim sekali udara, membuat dirinya sedikit sesak berada di sini.
Maura mencoba untuk menarik pintu itu dengan sekuat yang dia bisa, namun tak membuahkan hasil. Sampai akhirnya, Maura jatuh pingsan, karena kepalanya yang terasa berat dan juga akibat dari udara yang ada di dalam gudang tersebut.
Perlahan, Maura membuka matanya. Pemandangan yang dia lihat saat pertama kali membuka mata, adalah sebuah atap berwarna putih, dan juga lampu yang menyala terang. Maura lantas memegangi keningnya yang masih saja terasa berat. Pandangan Maura menelusuri setiap sudut ruangan, tidak ada siapa-siapa disini. Hanya ada dirinya yang terbaring lemas di brankar.Tunggu, apa Maura saat ini, sedang berada di klinik kantornya?CeklekSuara pintu terbuka itu, mengalihkan pandangan Maura. Dan ternyata itu adalah Salwa. Salwa tersenyum, kala melihat Maura sudah sadar dari pingsannya. Gadis itu, lantas berlari dengan girang menuju kearah Maura.“Bagaimana keadanmu, Mau? “ tanya Salwa dengan nada khawatir.“Aku tidak apa-apa, Salwa.”“Maura, maaf ya. Sudah meninggalkanmu sendirian. Mungkin jika aku tetap bersamamu tadi, kamu tidak akan jadi seperti ini.”Salwa, mengatakan hal tersebut dengan nada yang penuh dengan penyesalan. Dia terkejut, saat dijalan hendak menuju kembali e kantin tadi untuk menyusu
“Aw, sakit!”Maura terkejut, saat tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik rambutnya dengan kuat. Salwa, yang melihat kejadian tersebut. Lantas, hendak menarik tangan seseorang yang berani-beraninya menarik rambut Maura secara tiba-tiba itu. Namun, belum sempat Salwa membantu Maura. Tangan gadis itu, sudah ditarik oleh dua gadis lainnya dan dibawa menjauh dari tempat Maura berada.“Sarah, lepas!” kata Maura, saat membalikkan badannya dan melihat Sarahlah yang menarik rambut gadis itu.Maura dan Salwa, awalnya sedang bersantai saja. Di taman dekat area kantor mereka, tepatnya berada pas di belakang gedung tempat mereka bekerja. Setelah makan siang tadi, mereka berdua memutuskan untuk menikmati udara sejuk terlebih dahulu sebelum kembali bekerja. Saat mereka tengah duduk-duduk santai, di bangku taman. Tiba-tiba Sarah datang dari arah belakang mereka, dan menarik rambut Maura, sampai kepala gadis itu mendongak ke atas.“Apa? Sakit? Aku tidak peduli!” ujar Sarah berteriak.“Hey wanita gi
Jevan tengah makan siang di kantin kantornya bersama Alex, sahabat karib Jevan. Dan juga merupakan salah satu karyawan di perusahannya. Tak biasanya dia makan siang di kantin kantornya. Namun, entah mengapa hari ini rasanya dia ingin sekali makan siang disini. Tentu saja, suasana kantin sedikit heboh dikarenakan bos dari King Company sedang berada di kantin. Hal yang baru pertama kali terjadi. Namun, sayang ketenangan Jevan tak bertahan lama. Kala Sarah, datang menghampiri meja mereka berdua.“Hai!” sapa Sarah, yang tiba-tiba saja sudah duduk disamping Jevan.Jevan sama sekali tak menggubris ucapan Sarah barusan. Karena merasa tak diperhatikan, akhirnya Sarah menggeser duduknya agar lebih dekat lagi dengan Jevan. Gadis itu, tiba-tiba saja meraih lengan Jevan, dan bergelanyut manja pada laki-laki itu. Ini bukanlah suata hal yang mengejutkan bagi para karyawan King Company. Pasalnya, rumor terkait Jevan, Sarah dan juga Maura sudah menyebar luas di seluruh lingkungan kantor King Company
“Jadi saya meminta dengan hormat kepada, Pak Jevan untuk tidak lagi menggoda kekasih saya.”Rion, mengatakan hal tersebut dengan tegas kepada Jevan. Sedangkan Jevan, yang mendengar penuturan dari Rion barusan. Lantas, memandang Rion dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Tatapannya tajam, menandakan bahwa Jevan tak suka dengan apa yang Rion katakan barusan. Sedangkan Maura, gadis itu tak tahu harus bagaimana. Perkataan Rion barusan, benar-benar diluar dugaan Maura. Yang gadis itu bisa lakukan saat ini hanya diam dan menyimak apa yang akan terjadi selanjutnya.“Rion, jangan coba-coba kamu untuk membodohi saya ya. Saya jelas-jelas tahu bahwa Maura ini tidak memiliki kekasih. Jadi kamu jangan terlalu percaya diri!”Jevan mengatakan hal tersebut dengan nada kesal.“Saya tidak mencoba untuk menipu Bapak, apa yang saya katakan itu benar adanya Pak Jevan. Maura ini memang kekasih saya, mulai detik ini, “ Ujar Rion penuh penekanan.“Saya tidak percaya, sebelum saya mendengar langsung pengak
Pyarr.Brukk.Bola lampu yang tadi Maura pegang jatuh ke lantai dan pecah. Bersamaan dengan tubuh Maura juga yang terjatuh dari atas anak tangga tadi. Maura memejamkan matanya, setelah menunggu lama sekitar 2 menitan. Gadis itu tak merasakan apa-apa. Namun, dia merasakan bahwa ada seseorang yang menopang tubuhnya. Perlahan, Maura mencoba untuk membuka matanya. Dan betapa terkejutnya dia, mendapati Jevan tengah menopang tubuh gadis itu agar tidak terjatuh ke lantai. Cukup lama mereka saling beradu tatap. Maura dengan raut wajah keheranan memandang Jevan yang malah memberikan tatapan datar pada gadis itu.“Eh,” ujar Maura canggung, perlahan Maura bangkit dibantu oleh Jevan.“Terima kasih, Pak.”Maura tak berani memandang ke arah Jevan, gadis itu mengalihkan pandangannya ke bawah.“Kamu kenapa sih, Maura? Dasar ceroboh! Untuk apa kamu ke ruangan saya? Masuk seenaknya?”Mendengar omelan dari Jevan, Maura menatap laki-laki itu dengan bingung.“Maaf Pak sebelumnya, bukannya saya bermaksud u
Rion sudah tiba tepat di depan meja kerja Sarah. Gadis itu saat ini tengah sibuk dengan layar laptop di depannya sampai tak sadar abhwa Rion sudah berdiri di depannya sambil menatap nyalang gadis itu.“Sarah,” panggil Rion dengan nada dinginnya.Sarah yang mendengar namanya di panggil lantas mendongakkan kepalanya ke depan. Dia sedikit terkejut saat tahu Rion berdiri di depannya dengan tatapan yang seperti itu.“Ada apa?”“Kamu berniat mencelakai Maura ya?”“Apa maksud kamu, Rion?”“Jangan pura-pura tidak tahu, kamu sengaja kan menyuruh Maura untuk mengganti lampu di ruangan Pak Jevan? Iya kan?”“Jangan menuduh kamu!”“Jawab dengan jujur, Sarah!”“Kamu jangan menuduhku sembarangan, Rion!”“Aku peringatkan lagi padamu, Sarah. Jangan pernah kamu mengganggu hidup Maura! Atau, kamu akan tanggung sendiri akibatnya.”Setelah mengatakan hal tersebut, Rion langsung saja pergi tanpa menunggu respon dari Sarah perihal ancamannya barusan. Sedangkan Sarah, masa bodoh akan hal itu. Dia sama sekali
Jevan berjalan dengan tergesa-gesa. Sesekali dia juga menabrak para karyawan yang tengah lewat juga. Masa bodoh dengan hal itu, ada hal yang lebih penting lagi yang perlu Jevan urus saat ini. Saat sudah sampai di depan meja kerja Maura, Jevan semakin dibuat emosi kala melihat pemandangan di depannya. Dia melihat Maura tengah bercanda gurau dengan salah satu karyawan laki-laki nya. Namun, saat melihat bos merek itu ada dihadapan mereka saat ini. Karyawan laki-laki tadi itu pun akhirnya pamit pergi. Dia begitu takut, kala melihat wajah garang Jevan. Kini hanya tinggal Maura yang ada, gadis itu bingung, apa yang harus ia lakukan. Dia juga berpikir, apakah dirinya membuat kesalahan?“Ada ap..”“Ikut ke ruangan saya, sekarang!”Belum sempat Maura bertanya, Jevan sudah lebih dulu memotong ucapannya, bahkan Jevan langsung pergi begitu saja setelah memeritahkan Maura untuk ikut ke ruangannya barusan. Maura semalin dibuat bingung. Karena takut bos nya itu semakin marah padanya, Maura menurut s
“Kenapa kamu malah membela wanita murahan ini?”“Jaga ucapan kamu, Sarah!”“Apa? Memang benar seperti itu.”Jevan menggertakkkan giginya, rahangnya mengeras menahan untuk tidak bertindak kasar pada Sarah. Sarah benar-benar marah dan kecewa pada Jevan. Rencana yang Sarah kira awalnya akan berakhir sesuai yang ia harapkan. Kini malah hancur dan berbanding terbalik. Tak memperdulikan amarah Sarah, Jevan lantas beralih untuk memeriksa Maura. Gadis itu sedari tadi masih terdiam sambil menundukkan kepalanya.“Apa kamu baik-baik saja, Maura?” Tanya Jevan dengan lembut, sambil memeriksa pipi kiri Maura.Sarah yang melihat hal tersebut, justru malah semakin dibuat emosi. Apa-apan ini, kenapa Jevan sangat perhatian terhadap Maura?“Jevan, bisa-bisanya kamu peduli terhadap Maura? Kamu ini bodoh atau apa?”Jevan menoleh ke arah Sarah dengan mimic wajah datarnya.“Iya, aku bodoh. Bodoh karena sudah percaya kepadamu!”“Apa maksud kamu? JElas-jelas Maura ini perempuan murahan! Dia pasti sudah menggo