Share

Belenggu Rindu Yang Menyiksa

"Aku tahu apa konsekuensinya kalau Mas Kian tahu aku pernah meniduri Mbak Sasha secara diam-diam." Rado berucap dengan pandangan menunduk menerawang jauh.

"Tapi aku sendiri juga nggak bisa jauh dari Mbak Sasha. Dia penyemangatku, Kak Raf. Cinta pertamaku."

Dokter Rafael mengangguk sambil menepuk pundak Rado. "Masih banyak perempuan disana yang mau sama kamu, Do. Jangan berpikir perempuan yang bisa ngerti kamu cuma kakak iparmu aja."

Rado menggeleng. "Nggak, Kak Raf. Aku udah terlanjur nyaman sama perasaan ini meski salah."

"Aku tanya, tapi kamu harus jujur. Gimana caranya kamu bisa nidurin kakak iparmu?"

Rado menatapnya gamang.

"Bilang aja. Kan kita teman. Aku tempatmu berkeluh kesah."

"A... aku... " jeda, Rado seperti tidak siap mengatakannya tapi konseling adalah waktu dimana ia harus terbuka dengan Dokter Rafael untuk membuang segala kecemasannya.

"Aku... kasih... obat penenang milikku."

Selanjutnya Rado tertunduk takut dan malu tapi Dokter Rafael justru menepuk pundak Rado. Sebenarnya hatinya mencelos mendapati kenyataan bahwa Rado berjalan di luar koridor terlalu jauh.

"Dapat ide dari mana?"

"Lihat film."

Sebagai psikiater yang lama menangani Rado, ia paham sekali bagainamana membuat Rado kembali ke jalan yang benar.

"Baru sekali itu tidur sama kakak ipar?"

Rado menggeleng pelan. Dan kali ini ia merasa Rado benar-benar buta akan cinta hingga mulai berpikir menghalalkan segala cara.

"Berapa kali?"

"Tiga."

Dokter Rafael memaksa untuk tersenyum meski hatinya menyayangkan sikap yang Rado sudah diluar batas kewajaran.

"Rado, Tuhan itu kadang sengaja bikin seseorang jatuh cinta berkali-kali sebelum dipertemukan sama jodoh sebenarnya. Begitu juga kamu. Dan satu hal lagi, jangan ulangi lagi hal itu. Zina dilarang agama."

"Tapi aku cinta sama Mbak Sasha, Kak."

"Aku bantu kamu lepas dari perasaan itu. Kamu sibukin diri di organisasi bela diri sama jadi bodyguard."

"Aku nggak mau lepasin perasaan ini, Kak."

"Awalnya sulit tapi kamu pasti bisa. Pelan-pelan aja, Do. Sebelum Masmu tahu semuanya."

Rado tetap menggeleng. "Rekaman CCTV di rumah juga disimpan Mas Kian. Aku takut ketahuan, Kak. Tapi aku juga nggak mau lepasin Mbak Sasha!"

"Oke, oke. Kita coba bicarain lagi besok. Aku paham kamu perlu waktu."

Dokter Rafael ingin Rado beranjak dari zona nyamannya yang selama ini selalu berlindung di bawah ketiak Kian.

"Tadi, aku melakukan pekerjaan pertamaku, Kak."

Dokter Rafael terperanjat hingga menunjukkan ekspresi tidak terduga. "Apa yang kamu lakukan?"

"Dia minta aku menusukkan pisau ke keempat ban sama ngasih pilox di kaca mobil saudara tirinya."

"Wow! Berhasil?"

Rado mengangguk pelan. "Sekarang, aku takut. Aku tadi hampir ketahuan."

"Rado, apa yang kamu lakuin itu salah. Kelak kalau dia nyuruh kamu kayak gitu lagi, seenggaknya kamu bisa peringatin dia baik-baik."

"Dia nggak mau dilawan, Kak! Aku benci sama jalan hidupku! Aku benci!"

Sejurus kemudian Rado menarik rambutnya kesal. Karena apa yang dia jalani dan Dokter Rafael katakan semuanya berbanding terbalik.

"Oke, oke, tenang Rado. Tenang!"

Dengan sekuat tenaga Dokter Rafael menahan Rado melukai dirinya sendiri karena apa yang ia jalani tidak sejalan dengan apa yang seharusnya.

Kontra yang ada membuat konflik di dalam hatinya dan harus teratasi dengan baik. Beruntung ia segera mendatangi Dokter Rafael atau gangguan itu semakin mengambil kewarasannya.

***

Ketika masih petang, Rado menyelinap ke dalam dapur untuk mengisi perutnya dengan makanan apapun yang masih tersisa. Dia harus minum obat penenang yang Dokter Rafael resepkan kemarin. Dan ia tidak mungkin berangkat kuliah tanpa pengaruh obat. Rado bisa mengamuk seperti orang gila.

Walau Kian dan Sasha tidak pernah memaksanya bercerita selama seminggu ini, namun keduanya berusaha mendekati Rado agar mau mengatakan rahasia yang ia pendam.

"Rado?"

Seketika Rado waspada begitu mendengar suara lembut itu memanggilnya dengan nada lirih. 

"Kamu ngapain?"

Rado menyembunyikan roti bakar yang belum habis di belakang tubuhnya dengan mimik waspada. Ia tidak mau sampai ketahuan bahkan dicurigai.

"Lapar ya? Sini aku buatin sarapan yang lebih bergizi." Tawar Sasha dengan penuh perhatian.

Masih dengan pakaian tidurnya yang berbahan satin, Sasha melewati Rado lalu menghangatkan ayam parmigiana dari dalam kulkas. Melihat itu hati Rado merasa lebih tenang karena Sasha tidak mencari tahu tentang keanehannya, justru bersikap seperti tidak ada masalah. 

Itulah yang ia sukai dari Sasha. Ia bisa mencari kapan waktu yang tepat bahkan suasana yang mendukung untuk bertanya apa masalahnya, dan itu membuat Rado merasa cukup disayang bahkan dicintai sedalam-dalamnya. 

Kemudian dorongan naluri kelelakian membuat langkah kaki Rado bergerak maju dan ketika jaraknya dengan punggung Sasha hanya satu jengkal, tangannya tiba-tiba terulur memeluk Sasha dari belakang. Matanya memejam erat sambil merasakan kenyamanan dengan kepalanya direbahkan di pundak Sasha. Bahkan di dalam dadanya seperti ada ledakan kebahagiaan yang tidak bisa dijelaskan karena begitu ingin memeluk Sasha. 

"Rado?" Sasha terperanjat ketika ia sedang memanaskan makanan.

"Rado, lepas. Aku lagi masak."

Rado menggeleng lalu tangannya makin memeluk erat Sasha. Jika tempo hari ia gagal meraih puncak kenikmatannya karena kedatangan Kian yang mendadak, maka ia ingin menyalurkan kerinduannya pada Sasha pagi ini sebelum Kian mencegahnya. 

"Rado, kamu... kenapa begini?" Sasha bertanya dengan penuh kebingungan. 

Pasalnya ini pertama kalinya Rado begitu terang-terangan memeluknya. Tanpa ijin pula. Namun sayang Rado kembali diam sembari menikmati pelukan yang membuat kerinduan yang mengekangnya terlepas satu demi satu. 

Tangan Sasha menyentuh tangan Rado untuk disingkirkan perlahan tapi Rado enggan. Ingin sekali mulutnya berkata cinta dan sayang namun ia tidak mau kedekatan yang ada berubah rusak akibat ulahnya sendiri. 

"Do, ada Mas Kian. Jangan begini."

Sasha berusaha menyadarkan Rado agar tidak seperti ini karena hubungan mereka sudah jelas sebatas kakak dan adik ipar. Namun Sasha juga tidak mau terlalu frontal memarahi Rado akan tindakannya yang melewati batas. Ia ingat jika hati Rado sangat sensitif jika menyangkut anggota keluarganya akibat gangguan kelekatan yang diderita. 

"Kalau nggak ada Mas Kian, apa aku boleh begini yang lama?"

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Muhammad
hmmm gitu juga ya
goodnovel comment avatar
Gould Amadine
makanya g blh deket² sm ipar ya itu...takutnya terjd cinta terlarang.. gmn reaksi kian klo tau istrinya udah digagahi adiknya sdri
goodnovel comment avatar
Juniarth
buku ini akan mulai update setelah buku dg judul aku bukan pemuas nafsumu tamat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status