Krek.
Dalam sekali gerakan, pintu kamar mandi itu terkunci.“Kamu sengaja kan buat aku nggak nyaman kaya gini biar aku akhirnya benar-benar menentang hubungan orang tua kita?” tanya Airin pada sosok bertubuh tinggi yang kini kembali mengunci tubuhnya.Kairan mengangguk. “Kamu bisa bayangin kan kalau aku jadi kakak tiri kamu gimana nasib kamu sehari-hari harus bertemu dengan cowok kaya aku?”“Tch, di depan wartawan sok suci. Nyatanya brengsek!” ucapnya berapi-api. Airin tidak pernah sebenci ini pada orang, baru kali ini.Melihat senyum setan di wajah Kairan, Airin memberanikan dirinya. Ia malah memajukan wajahnya dengan sedikit berjinjit agar bisa menyamai tinggi badan Kairan. “Kamu pikir aku takut sama ancaman kamu?” tantangnya lagi.Gadis itu memicingkan matanya, ia ikut melayangkan devil smile-nya pada Kairan.“Aku nggak akan biarin orang tua kita menikah,” ucap Kairan lagi. “Aku yang harus menikah sama kamu.”Mendengar kalimat itu, alis Airin sedikit naik. “GILA!” katanya kembali mendorong Kairan, kemudian keluar dari kamar mandi.*Kejadian kemarin malam benar-benar membuat Airin tidak bisa tidur. Sosok Kairan Valo terus terngiang-ngiang di kepalanya. Apalagi saat Kai mengatakan bahwa Kai akan menikahinya, ia tak mengerti maksud semua itu.Berbeda dengan Airin yang kebingungan dan susah tidur, Kim Hanna begitu riang pagi ini. Kim Hanna dan Yoseph menonton film sampai habis, sedangkan Airin kemarin malam usai dari hubungan terlarangnya dengan Kai, kembali ke studio mini bioskop dan duduk tepat dibelakang Hanna agar Kai tak bisa mengganggunya.Airin pikir ia tak akan mampu lagi jika harus bertemu dengan Kai, kegilaan yang Kai ciptakan setiap bertemu sudah cukup membuatnya spot jantung. Airin juga berpikir akan kata-kata Kai, jika memang orang tuanya menikah bagaimana bisa ia menghadapi Kai yang gila itu. Meski Yoseph dan Hanna menikah, Kai dan dirinya memang tak ada hubungan apa pun selain saudara tiri. Hal itu membuat Airin was-was.Namun melihat kebahagian Kim Hanna, Airin benar-benar tak tega jika mengikuti kemauan Kairan untuk menentang hubungan orang tuanya. Tidak ada masalah Yoseph menjadi Ayah tirinya karena Yoseph bisa membahagiakan Kim Hanna, masalahnya ada pada Kairan Valo.Terkadang Airin berpikir, apa harus ia memberitahukan kelakuan Kai pada Kim Hanna? Tetapi jika hal itu diketahui oleh Kim Hanna dan Yoseph, yang ada bisa-bisa Kim Hanna kena serangan jantung. Airin benar-benar bingung.“Sayang, kamu nyiram apa sih krannya nggak di nyalain?” tanya Kim Hanna, melihat anaknya yang tengah melamun di Minggu pagi sambil memegang selang saat bertugas menyiram tanaman-tanaman.“Oh iya belum nyala,” ujar Airin cengengesan, menyalakan kran selangnya hingga memancurkan air ke tanah. “Ma, Mama ketemu om Yoseph di mana?”“Waktu Mama jadi make up artis film-nya itu,” jawab Hanna riang, memotong tangkai-tangkai bunga.“Oh pantes Mama betah banget pulangnya subuh-subuh.” Airin tersenyum kecil. “Mama bahagia sama om Yoseph?”“Banget!” jawab Hanna cepat. “Mama nggak pernah sebahagia ini sejak Papamu meninggal. Kenapa?”“Syukurlah kalau Mama bahagia.”“Pagi, tante,” sapa suara seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul dan melangkah masuk dengan kaos hitam dan celana hitam, ia juga memakai topi hitam dan sebuah masker wajah berwarna hitam.Bola mata Airin melotot, sampai-sampai selang di tangannya jatuh ke bawah.“Pagi Kairan, tumben kok ke sini?” Kim Hanna ikut bingung. Seperti keajaiban Kairan datang ke rumahnya dan menyapa dengan ramah, padahal selama ini ia adalah kulkas berjalan.“Iya ini dari Papa,” ucapnya memberikan sebuah kotak roti.“Astaga, darling so sweet,” ujar Hanna kegirangan. “Yuk masuk, masuk.”Kairan mengangguk lalu menatap gadis dengan rambut terikat itu.Kairan tersenyum nakal ke arahnya, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah keluarga Kim.“Tante, Kairan rencana mau ajak Airin cari baju buat pertunangan tante sama Papa, boleh?” tanya Kairan dengan sopan.Airin yang samar-samar mendengar pertanyaan itu harap-harap cemas, ia harap Hanna tidak mengijinkannya tetapi itu tidak mungkin.“Boleh banget, gih sana cari. Papa kamu sama tante udah fitting baju, tinggal kalian belum dapat baju. Si Airin tiap di suruh sibuk terus alasannya,” jawab Hanna.Kairan mengangguk tanda mengerti. “Yuk, calon adik aku,” goda Kairan.“Ta … tapi, aku ….”“Sana, Rin!” usir Hanna. “Mama tunangan tinggal beberapa minggu lagi loh.”Airin menyerah, ia benar-benar tak bisa menolak permintaan itu. Airin masuk ke kamarnya, mengganti pakaian yang ia gunakan dengan pakaian kasual.Ia menggunakan jeans panjang biru dan hoodie berwarna hitam bergambar Piggy. Padahal seorang Kim Ai Rin jika sedang ngemall, gayanya selalu kece badai.Ia mengurai rambut badainya, memakai sedikit riasan di wajahnya dan menyemprotkan parfume nuansa flora pada tubuhnya hingga wanginya semerbak. Ia melangkahkan kakinya dengan malas keluar kamar dan menemui Kairan yang masih duduk bersama Kim Hanna sambil berbincang seru.Airin menggelengkan kepalanya. “Yuk,” ajaknya pada Kairan dengan tatapan dingin.Kairan mengangguk dengan senyum mautnya, lalu mengajak gadis itu masuk ke dalam mobilnya.Selama perjalanan, AC di mobil Kairan menyapa keras setiap pakaian yang Airin gunakan hingga kulitnya masih terasa sejuk. Alunan musik hanya bersumber dari Radio yang terputar di tape mobil Kairan.Sesekali Airin melirik laki-laki itu, bahkan dari samping Kairan memang begitu sempurna dari segi visual.Selama perjalanan, Kairan tidak mengatakan sepatah kata pun. Entah kenapa dia tiba-tiba menjadi pendiam meski setiap mata bertemu senyum dan tatapannya mematikan.Sebelum turun dari mobil, Kairan memakai masker wajah, topi, dan juga kacamata sebagai penyamaran. Maklum dia aktor terkenal.Airin dan laki-laki jangkung itu berjalan bersebelahan, masih dalam mulut yang sama-sama terkunci rapat. Airin hanya mengikuti langkah panjang laki-laki itu hingga mereka sampai di sebuah store yang khusus menjual dress-dress mewah wanita dan pakaian pria berdasi di lantai empat.“Ini kayaknya cocok,” ujar Kairan sambil mengambil sebuah mini dress berwarna hitam dengan bagian belakang terbuka lebar dan bagian depan belahan kerahnya sampai ke perut.“Gila ya lo! Nggak mungkin lah gue pakai ini!” protes Airin, mengambil pakaian itu kemudian mengembalikan ke asalnya.Kairan tersenyum nakal lagi. “Gue nggak minta lo pakai di pesta, tapi di …. .”Glek.Airin meneguk air liurnya, ia mengalihkan tatapannya ke pakaian yang lain dibanding harus bertatapan dengan Kairan. “Tema nya warna apa ya?” tanyanya salah tingkah.Kairan terus mengikuti langkah kaki gadis itu sambil tak bisa menahan senyumnya dibalik masker wajah yang ia gunakan. “Putih.”“Oh putih.”“Lo pakai baju tertutup gini karena takut gue apa-apain ya?” goda Kairan.Airin masih sibuk memilah dress putih yang kini berjejer di depannya, ia hanya diam.“Good job!” Kairan mengacak-acak rambut Airin. “Cuman gue yang boleh.”“Lo pikir lo siapa?” bentak Airin kesal.“Gue? Calon kakak tiri lo kan? Atau calon suami lo enaknya?”“Kairan Valo! Gue peringatin, jangan godain gue kaya kemarin-kemarin lagi! Jangan coba hancurin rencana pernikahan orang tua kita!”Kairan menatapnya tajam.“Baru kali ini gue ngelihat nyokap gue sebahagia ini, jadi tolong restui hubungan bokap lo sama nyokap gue. Gue akan maafin semua kelakuan bejat lo dan menjadi saudara tiri yang baik.”Kairan terdiam saat melihat peringatan dari gadis itu.“Gue bayar dulu,” ujar Airin sambil membawa sebuah pakaian menuju kasir.Sebelum Airin membayar dan memberikan kartu atm-nya, Kairan lebih dahulu memberikan blackcard miliknya pada sang kasir. Tidak ingin ribut, Airin hanya menghela napasnya.Dengan gantle-nya Kairan juga membawakan tas belanjaan milik Airin tanpa disuruh terlebih dahulu. Mereka berdua berjalan bersebehalan dan tampak serasi. Saat mereka lewat, ada saja mata pengunjung yang terpikat akan aura mereka. Meski wajah Kairan benar-benar tertutup, namun style Kairan sangat cocok dengan tubuh jangkungnya dan kulit bersihnya.“Udah kan? Kita balik,” ajak Airin, sedikit memimpin di depan dan menuju arah parkiran di basement.Namun langkah kakinya terhenti saat hendak masuk ke sebuah lift.“Airin?” sapa Tristan, keluar dari lift dan berjalan ke arahnya. Elton mengalihkan pandangannya pada laki-laki yang berdiri di belakang Airin."Hei, Tristan!" sapa Airin balik dengan senyumnya yang semerbak.Melihat senyum itu, Kairan sedikit jengkel.Bola mata Tristan menyipit. "Siapa?""Kenalin, gue cowok Airin," ujar Kairan sambil memberikan tangannya ke arah Tristan.Tristan semakin bingung."Gila! Bukan!" sela Airin cepat. "Nanti aja aku jelasin di rumah, Tristan.Kini Kairan yang bingung, ia tak tahu sedekat apa gadis itu dengan lelaki yang ia temui saat ini hingga perlu menjelaskan di rumah."Bye!" pamit Airin buru-buru, mendorong Kairan masuk ke lift dan langsung menekan tombol agar pintu tertutup.Tristan masih dibuat heran. Ia dan Airin memiliki rumah yang berhadap-hadapan sejak dulu dengan kata lain mereka adalah tetangga dekat, bahkan bisa dibilang Airin sudah seperti adik sendiri baginya. Tetapi ia tak tahu menahu tentang laki-laki yang Airin bawa kali ini, yang Tristan tahu adalah kabar bahwa Ibunda Airin akan menikah lagi. Hanya itu.Tak heran kini Tristan begitu bingung, rasa penasaran bergejolak di dalam otaknya."Apa gue terlalu sibuk sampai nggak tahu kalau dia udah punya cowok?" gumam Tristan masih memandang pintu lift yang tertutup.Hai readers, jangan lupa bantu vote karya aku ya. terima kasih semua <3
Kairan kembali mengendarai mobilnya, selama di dalam mobil dia benar-benar kesal apalagi terkait pembicaraan Airin dan Tristan karena ia takt ahu sama sekali hubungan dua orang tersebut. Kairan bingung, sejauh mana sudah sebenarnya Airin pernah berpacaran? Apakah gadis di sebelahnya ini sama dengan gadis-gadis nakal di luaran sana yang ganti-ganti pasangan dan hanya pura-pura polos? Karena emosi dan penuh pertanyaan, Kairan Valo menghentikan mendadak mobilnya saat baru melintas gerbang utama perumahan. Ia menghentikan mobilnya itu di taman utama perumahan yang masih ramai akan pengunjung. “Dia tadi siapa?” tanya Kairan tiba-tiba. “Bukan urusan kamu.” “Ini urusan aku,” tangkapnya. “Jawab pertanyaan aku!” “Apa hubungannya sama kamu?” tanya balik Airin. “Masalah hidup aku nggak ada hubungannya sama kamu, Kairan Valo.” “Aku nggak pernah biarin milik aku, dimiliki orang lain.” Bola mata Airin membelalak. “Kamu milik aku, Kim Ai Rin!” “Aku bukan milik kamu, Kairan Valo! Aku tau kamu
Kairan Valo dan Yoseph Valo beserta beberapa pekerja di kebun keluarga Kim bekerja keras memindah beberapa pot kembang agar terlihat berbeda. Kairan begitu kuat, ia mampu mengangkat pot besar itu sendiri padahal yang lain harus berdua. Sedangkan Yoseph, baru tiga kali mengangkat sudah ngos-ngosan dan berkeringat. Di sebelahnya ada Kim Hanna yang memijat-mijat sambil mengipasi Yoseph. “Darling capek ya, maafin ya darlingku.” “Maklum darling, udah berumur nggak sekuat jaman muda. Hufh, hufh …,” candanya. “Tuh Kairan, nggak ada capeknya tuh.” Kim Hanna menatap arah pandangan Yoseph, ia tersenyum. “Beruntungnya Airin punya kakak kaya dia.” Yoseph mengangguk. “Jadi nggak sabar buat menikah.” “Ih, darling!” Pukul setengah tujuh pagi, keluarga Kim dan keluarga Valo duduk di kursi meja makan, menyantap beberapa makanan yang tersaji. Berbeda dengan Yoseph dan Hanna yang suap-suapan di mabuk asmara, yang terjadi pada Airin adalah kecanggungan karena duduk bersebelahan dengan Kairan. Sedan
“Bang Tristan!” panggil Airin dengan suara riangnya, melangkah happy masuk begitu saja ke kamar milik tetangganya itu saat pukul tujuh malam membawa sekotak cake kesukaan Tristan yang ia olah sendiri dengan penuh kasih sayang. “Rin?” sahut Tristan, ia duduk di kursi kerjanya. Di dalam kamar Tristan memang tidak hanya ada kasur dan sofa, melainkan ada ruang kerja kecil di sudut kanan dekat jendela. Maklum hobinya Tristan adalah bekerja hingga jatuh sakit karena kelelahan. Tristan yang kini berprofesi sebagai pengacara muda itu juga menangani banyak kasus, maka dari itu istirahatnya kurang. “Kata Mama kamu sakit, jadi aku buatin cake kesukaan kamu nih,” katanya, duduk di sebrang meja Tristan. Tristan tersenyum, ia menutup laptopnya dan melepas kacamata kerjanya. “Brownis kesukaan aku nih?” Airin mengangguk. “Kapan kamu buatnya, Rin? Kan kerja kan tadi?” “Iya tadi pulang kerja langsung buat dikit, khusus buat kamu. Biar cepat sembuh.” “Thanks ya,” katanya membelai rambut Airin, ke
“Makasih ya Tristan, udah ikut bantu juga,” ucap Kim Hanna saat berada di kamar 1208, kamar Airin. “Iya tante, sama-sama,” ujar Tristan yang duduk di salah satu sofa kamar. “Eh Kinan mana?” tanya Kim Hanna lagi, masih mengambil pakaian di koper Airin. “Udah pulang duluan tadi.” “Kamu juga pulang apa mau tante pesenin kamar?” tanya Kim Hanna lagi. “Pulang aja, lagian nggak jauh dari rumah.” “Oh gitu, yaudah.” Kim Hanna duduk di kursi rias sambil mengedarkan pandangannya pada anak semata wayangnya yang sejak tadi bersembunyi di balik selimut di atas kasur kamar hotel. “Rin, mama tidur kamar kamu aja boleh nggak?” tawar Kim Hanna. “Nggak!” jawab gadis itu cepat dari balik selimut, seluruh tubuhnya menghilang di telan selimut. “Airin mau sendiri.” “Yah kamu nih, mumpung kita di hotel masa kamar sendiri-sendiri,” omel Kim Hanna, membuat Tristan tertawa kecil. “Tu anak kenapa lagi?” tanya Hana pada Tristan. Tristan menggelengkan kepalanya. “Yaudah Mama tidur di kamar Mama kalau g
Satu minggu lebih Kairan tidak mengganggu Airin karena sedang syuting acara variety show di luar negri. Hidup Airin begitu tenang dan damai sentosa. Tetapi Kairan tidak tenang, ia terus menerus memikirkan gadis bernama Kim Airin yang sepenuhnya menguasai otak dan hatinya. Walau awalnya Kairan hanya memanfaatknya untuk memecah belah hubungan orang tua mereka, tak ia sangka hari demi hari membuatnya rindu. Rindu menyiksa yang tak pernah ia rasakan pada siapa saja sebelumnya. Setiap hari ia mengirimkan pesan untuk Airin, bahkan ia menelpon gadis itu, tetapi Airin tidak menggubrisnya sama sekali. Malah satu hari terakhir ini, pesan dan panggilannya tidak ada yang masuk, sedangkan saat ia mencoba menggunakan nomor ponselnya yang lain pesan panggilan itu masih masuk. Kairan yakin, Airin telah memblockir nomor ponselnya. Sial. Entah apa yang Airin lakukan di sana? Sedang bersama siapa? Sedang memakai pakaian sopan atau tidak? Kairan hanya bisa mengira-ngira. Masalahnya sejak pertunangan o
“Aku sayang kamu,” jelas Kairan. “Aku nggak mau kamu melihat laki-laki selain aku.” “Kairan …,” Airin menatap Kairan. “Hm?” Kairan juga menatapnya. “Kalau kamu ganggu aku terus aku suka kamu juga gimana?”“Baguslah, cinta aku terbalas berarti.”Airin mengangguk. “Tapi orang tua kita ….”“Itu dipikir nanti aja. Oke?”Airin tertawa kencang melihat ekspresi Kairan. “ haha haha ngarep banget ya aku suka kamu?”Kairan mendengus. Ia tak mengangka Airin usudah menjebaknya.”“Kamu kerjain aku?”Gadis itu mengangguk.“Dasar iseng!” Omelnya.“Ngambek ya?”“Ya iyalah, aku kira kamu serius.”“Ya kali aku mau serius sama kamu.”“Padahal aku sempurna, idola para wanita, kenala kamu nggak tertarik sama aku?”“Kamu suka ganggu aku, kamu bukan tipe aku.“Terus tipe kamu gimana?” “Kaya Lee Min Ho.”Kairan mendengus lagi. Padahal ia rasa ia tak kalah tampan dari aktor Korea yang satu itu. Tubuhnya juga tak kalah bagus.“Pulang sana!”“Nggak.”“Pulang!”Lelaki itu menatapnya kesal. “Kejam banget jadi
From: Kai ValoSori, aku pulang terlambat. Malam ini kita nggak jadi dinner.Airin dengan cepat membalas pesan dari Kairan sedang duduk di sofa ruang tengah rumahnya sambil menonton TV.To: Kai ValoIya nggak apa.Pesan demi pesan antara mereka pun terus berlanjut sejak tadi, sejak Kairan pergi meninggalkan Airin.Personal Chat Airin & Kairan ...Kai Valo: Aku kirimin makanan ya, buat kamu makan malam.Airin: Nggak usah, aku mau keluar sekalian ke Indomarch kok ini.Kai Valo: Sama siapa? Naik apa?Airin: Sendiri, jalan kaki kan dekat.Belum lama pesan terkirim, sebuah panggilan muncul di layar ponsel Airin. Spontan Airin mengangkatnya.“Halo?” jawab Airin sambil mematikan televisi.“Udah malam, nggak usah keluar-keluar,” ucap Kairan dengan galak di lokasi syuting sana.Airin mencibir. “Baru juga jam tujuh.”“Aku nggak mau kamu kelayapan sendirian.”“Ya ampun Kai, kan cuman bentar,” protes Airin.“Tunggu aku, aku pulang sekarang.”Klik.Sambungan itu mati, membuat Airin melongo seorang
Beberapa hari ini Kim Airin tidak bertemu Kairan. Meski syuting Kairan sudah berakhir, Kairan melanjutkan kegiatannya ke luar kota karena lagi-lagi ada acara fans meeting. Tidak adanya Kairan, membuat Airin bernapas tenang karena tidak ada yang mengganggunya. Selain itu, Chiko juga ikut Kairan ke luar kota sehingga Airin bisa dengan bebas kelayapan sesuka hati. Kairan memang selalu mengiriminya pesan dan juga menelpon, dia juga terus memperingatkan Airin untuk langsung pulang ke rumah usai bekerja. Meski Airin iya-iya, nyatanya gadis bar-bar itu hanya mengiyakan tetapi tidak melakukan. * “Ya elah Ma, baru sehari di rumah masa ke Bali lagi,” protes Airin di Minggu sore sambil menatap Kim Hanna yang sudah di jemput oleh sopir pribadi Yoseph Valo di depan rumah. “Iya sayang, dua minggu lagi syutingnya selesai kok,” jawab Kim Hanna, menepuk-nepuk pundak anaknya itu. “Airin kesepian tau.” “Kan banyak pegawai Mama di salon sama kebun, ada si mbok juga. Makanya kamu tuh berbaur sama m