Share

5 - Tertarik

Krek.

Dalam sekali gerakan, pintu kamar mandi itu terkunci.

“Kamu sengaja kan buat aku nggak nyaman kaya gini biar aku akhirnya benar-benar menentang hubungan orang tua kita?” tanya Airin pada sosok bertubuh tinggi yang kini kembali mengunci tubuhnya.

Kairan mengangguk. “Kamu bisa bayangin kan kalau aku jadi kakak tiri kamu gimana nasib kamu sehari-hari harus bertemu dengan cowok kaya aku?”

“Tch, di depan wartawan sok suci. Nyatanya brengsek!” ucapnya berapi-api. Airin tidak pernah sebenci ini pada orang, baru kali ini.

Melihat senyum setan di wajah Kairan, Airin memberanikan dirinya. Ia malah memajukan wajahnya dengan sedikit berjinjit agar bisa menyamai tinggi badan Kairan. “Kamu pikir aku takut sama ancaman kamu?” tantangnya lagi.

Gadis itu memicingkan matanya, ia ikut melayangkan devil smile-nya pada Kairan.

“Aku nggak akan biarin orang tua kita menikah,” ucap Kairan lagi. “Aku yang harus menikah sama kamu.”

Mendengar kalimat itu, alis Airin sedikit naik. “GILA!” katanya kembali mendorong Kairan, kemudian keluar dari kamar mandi.

*

Kejadian kemarin malam benar-benar membuat Airin tidak bisa tidur. Sosok Kairan Valo terus terngiang-ngiang di kepalanya. Apalagi saat Kai mengatakan bahwa Kai akan menikahinya, ia tak mengerti maksud semua itu.

Berbeda dengan Airin yang kebingungan dan susah tidur, Kim Hanna begitu riang pagi ini. Kim Hanna dan Yoseph menonton film sampai habis, sedangkan Airin kemarin malam usai dari hubungan terlarangnya dengan Kai, kembali ke studio mini bioskop dan duduk tepat dibelakang Hanna agar Kai tak bisa mengganggunya.

Airin pikir ia tak akan mampu lagi jika harus bertemu dengan Kai, kegilaan yang Kai ciptakan setiap bertemu sudah cukup membuatnya spot jantung. Airin juga berpikir akan kata-kata Kai, jika memang orang tuanya menikah bagaimana bisa ia menghadapi Kai yang gila itu. Meski Yoseph dan Hanna menikah, Kai dan dirinya memang tak ada hubungan apa pun selain saudara tiri. Hal itu membuat Airin was-was.

Namun melihat kebahagian Kim Hanna, Airin benar-benar tak tega jika mengikuti kemauan Kairan untuk menentang hubungan orang tuanya. Tidak ada masalah Yoseph menjadi Ayah tirinya karena Yoseph bisa membahagiakan Kim Hanna, masalahnya ada pada Kairan Valo.

Terkadang Airin berpikir, apa harus ia memberitahukan kelakuan Kai pada Kim Hanna? Tetapi jika hal itu diketahui oleh Kim Hanna dan Yoseph, yang ada bisa-bisa Kim Hanna kena serangan jantung. Airin benar-benar bingung.

“Sayang, kamu nyiram apa sih krannya nggak di nyalain?” tanya Kim Hanna, melihat anaknya yang tengah melamun di Minggu pagi sambil memegang selang saat bertugas menyiram tanaman-tanaman.

“Oh iya belum nyala,” ujar Airin cengengesan, menyalakan kran selangnya hingga memancurkan air ke tanah. “Ma, Mama ketemu om Yoseph di mana?”

“Waktu Mama jadi make up artis film-nya itu,” jawab Hanna riang, memotong tangkai-tangkai bunga.

“Oh pantes Mama betah banget pulangnya subuh-subuh.” Airin tersenyum kecil. “Mama bahagia sama om Yoseph?”

“Banget!” jawab Hanna cepat. “Mama nggak pernah sebahagia ini sejak Papamu meninggal. Kenapa?”

“Syukurlah kalau Mama bahagia.”

“Pagi, tante,” sapa suara seorang laki-laki yang tiba-tiba muncul dan melangkah masuk dengan kaos hitam dan celana hitam, ia juga memakai topi hitam dan sebuah masker wajah berwarna hitam.

Bola mata Airin melotot, sampai-sampai selang di tangannya jatuh ke bawah.

“Pagi Kairan, tumben kok ke sini?” Kim Hanna ikut bingung. Seperti keajaiban Kairan datang ke rumahnya dan menyapa dengan ramah, padahal selama ini ia adalah kulkas berjalan.

“Iya ini dari Papa,” ucapnya memberikan sebuah kotak roti.

“Astaga, darling so sweet,” ujar Hanna kegirangan. “Yuk masuk, masuk.”

Kairan mengangguk lalu menatap gadis dengan rambut terikat itu.

Kairan tersenyum nakal ke arahnya, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah keluarga Kim.

“Tante, Kairan rencana mau ajak Airin cari baju buat pertunangan tante sama Papa, boleh?” tanya Kairan dengan sopan.

Airin yang samar-samar mendengar pertanyaan itu harap-harap cemas, ia harap Hanna tidak mengijinkannya tetapi itu tidak mungkin.

“Boleh banget, gih sana cari. Papa kamu sama tante udah fitting baju, tinggal kalian belum dapat baju. Si Airin tiap di suruh sibuk terus alasannya,” jawab Hanna.

Kairan mengangguk tanda mengerti. “Yuk, calon adik aku,” goda Kairan.

“Ta … tapi, aku ….”

“Sana, Rin!” usir Hanna. “Mama tunangan tinggal beberapa minggu lagi loh.”

Airin menyerah, ia benar-benar tak bisa menolak permintaan itu. Airin masuk ke kamarnya, mengganti pakaian yang ia gunakan dengan pakaian kasual.

Ia menggunakan jeans panjang biru dan hoodie berwarna hitam bergambar Piggy. Padahal seorang Kim Ai Rin jika sedang ngemall, gayanya selalu kece badai.

Ia mengurai rambut badainya, memakai sedikit riasan di wajahnya dan menyemprotkan parfume nuansa flora pada tubuhnya hingga wanginya semerbak. Ia melangkahkan kakinya dengan malas keluar kamar dan menemui Kairan yang masih duduk bersama Kim Hanna sambil berbincang seru.

Airin menggelengkan kepalanya. “Yuk,” ajaknya pada Kairan dengan tatapan dingin.

Kairan mengangguk dengan senyum mautnya, lalu mengajak gadis itu masuk ke dalam mobilnya.

Selama perjalanan, AC di mobil Kairan menyapa keras setiap pakaian yang Airin gunakan hingga kulitnya masih terasa sejuk. Alunan musik hanya bersumber dari Radio yang terputar di tape mobil Kairan.

Sesekali Airin melirik laki-laki itu, bahkan dari samping Kairan memang begitu sempurna dari segi visual.

Selama perjalanan, Kairan tidak mengatakan sepatah kata pun. Entah kenapa dia tiba-tiba menjadi pendiam meski setiap mata bertemu senyum dan tatapannya mematikan.

Sebelum turun dari mobil, Kairan memakai masker wajah, topi, dan juga kacamata sebagai penyamaran. Maklum dia aktor terkenal.

Airin dan laki-laki jangkung itu berjalan bersebelahan, masih dalam mulut yang sama-sama terkunci rapat. Airin hanya mengikuti langkah panjang laki-laki itu hingga mereka sampai di sebuah store yang khusus menjual dress-dress mewah wanita dan pakaian pria berdasi di lantai empat.

“Ini kayaknya cocok,” ujar Kairan sambil mengambil sebuah mini dress berwarna hitam dengan bagian belakang terbuka lebar dan bagian depan belahan kerahnya sampai ke perut.

“Gila ya lo! Nggak mungkin lah gue pakai ini!” protes Airin, mengambil pakaian itu kemudian mengembalikan ke asalnya.

Kairan tersenyum nakal lagi. “Gue nggak minta lo pakai di pesta, tapi di …. .”

Glek.

Airin meneguk air liurnya, ia mengalihkan tatapannya ke pakaian yang lain dibanding harus bertatapan dengan Kairan. “Tema nya warna apa ya?” tanyanya salah tingkah.

Kairan terus mengikuti langkah kaki gadis itu sambil tak bisa menahan senyumnya dibalik masker wajah yang ia gunakan. “Putih.”

“Oh putih.”

“Lo pakai baju tertutup gini karena takut gue apa-apain ya?” goda Kairan.

Airin masih sibuk memilah dress putih yang kini berjejer di depannya, ia hanya diam.

“Good job!” Kairan mengacak-acak rambut Airin. “Cuman gue yang boleh.”

“Lo pikir lo siapa?” bentak Airin kesal.

“Gue? Calon kakak tiri lo kan? Atau calon suami lo enaknya?”

“Kairan Valo! Gue peringatin, jangan godain gue kaya kemarin-kemarin lagi! Jangan coba hancurin rencana pernikahan orang tua kita!”

Kairan menatapnya tajam.

“Baru kali ini gue ngelihat nyokap gue sebahagia ini, jadi tolong restui hubungan bokap lo sama nyokap gue. Gue akan maafin semua kelakuan bejat lo dan menjadi saudara tiri yang baik.”

Kairan terdiam saat melihat peringatan dari gadis itu.

“Gue bayar dulu,” ujar Airin sambil membawa sebuah pakaian menuju kasir.

Sebelum Airin membayar dan memberikan kartu atm-nya, Kairan lebih dahulu memberikan blackcard miliknya pada sang kasir. Tidak ingin ribut, Airin hanya menghela napasnya.

Dengan gantle-nya Kairan juga membawakan tas belanjaan milik Airin tanpa disuruh terlebih dahulu. Mereka berdua berjalan bersebehalan dan tampak serasi. Saat mereka lewat, ada saja mata pengunjung yang terpikat akan aura mereka. Meski wajah Kairan benar-benar tertutup, namun style Kairan sangat cocok dengan tubuh jangkungnya dan kulit bersihnya.

“Udah kan? Kita balik,” ajak Airin, sedikit memimpin di depan dan menuju arah parkiran di basement.

Namun langkah kakinya terhenti saat hendak masuk ke sebuah lift.

“Airin?” sapa Tristan, keluar dari lift dan berjalan ke arahnya. Elton mengalihkan pandangannya pada laki-laki yang berdiri di belakang Airin.

"Hei, Tristan!" sapa Airin balik dengan senyumnya yang semerbak.

Melihat senyum itu, Kairan sedikit jengkel.

Bola mata Tristan menyipit. "Siapa?"

"Kenalin, gue cowok Airin," ujar Kairan sambil memberikan tangannya ke arah Tristan.

Tristan semakin bingung.

"Gila! Bukan!" sela Airin cepat. "Nanti aja aku jelasin di rumah, Tristan.

Kini Kairan yang bingung, ia tak tahu sedekat apa gadis itu dengan lelaki yang ia temui saat ini hingga perlu menjelaskan di rumah.

"Bye!" pamit Airin buru-buru, mendorong Kairan masuk ke lift dan langsung menekan tombol agar pintu tertutup.

Tristan masih dibuat heran. Ia dan Airin memiliki rumah yang berhadap-hadapan sejak dulu dengan kata lain mereka adalah tetangga dekat, bahkan bisa dibilang Airin sudah seperti adik sendiri baginya. Tetapi ia tak tahu menahu tentang laki-laki yang Airin bawa kali ini, yang Tristan tahu adalah kabar bahwa Ibunda Airin akan menikah lagi. Hanya itu.

Tak heran kini Tristan begitu bingung, rasa penasaran bergejolak di dalam otaknya.

"Apa gue terlalu sibuk sampai nggak tahu kalau dia udah punya cowok?" gumam Tristan masih memandang pintu lift yang tertutup.

kikie azure

Hai readers, jangan lupa bantu vote karya aku ya. terima kasih semua <3

| 1

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status