Kairan Valo dan Yoseph Valo beserta beberapa pekerja di kebun keluarga Kim bekerja keras memindah beberapa pot kembang agar terlihat berbeda. Kairan begitu kuat, ia mampu mengangkat pot besar itu sendiri padahal yang lain harus berdua. Sedangkan Yoseph, baru tiga kali mengangkat sudah ngos-ngosan dan berkeringat.
Di sebelahnya ada Kim Hanna yang memijat-mijat sambil mengipasi Yoseph. “Darling capek ya, maafin ya darlingku.”“Maklum darling, udah berumur nggak sekuat jaman muda. Hufh, hufh …,” candanya. “Tuh Kairan, nggak ada capeknya tuh.”Kim Hanna menatap arah pandangan Yoseph, ia tersenyum. “Beruntungnya Airin punya kakak kaya dia.”Yoseph mengangguk. “Jadi nggak sabar buat menikah.”“Ih, darling!”Pukul setengah tujuh pagi, keluarga Kim dan keluarga Valo duduk di kursi meja makan, menyantap beberapa makanan yang tersaji. Berbeda dengan Yoseph dan Hanna yang suap-suapan di mabuk asmara, yang terjadi pada Airin adalah kecanggungan karena duduk bersebelahan dengan Kairan.Sedangkan Kairan, ia tampak biasa saja. Seperti tidak terjadi apa pun. Kairan makan dengan lahap, mulai dari nasi organiknya hingga buah dan sayur.Saat jarum pendek jam hendak menyentuh angka tujuh, Kairan mengajak Airin untuk berangkat kerja. Tentunya Airin dengan posisi yang masih malu-malu canggung, sejak tadi ia gagap jika berbicara dengan Kairan.“Airin!” panggil Tristan, sebelum gadis itu masuk ke dalam mobil Kairan.Kairan spontan menatap tidak suka kehadiran Tristan.“Kok kamu sama dia?”“Hari ini gue disuruh tante Hanna buat anter dia,” jawab Kairan, meski pertanyaan itu bukan untuknya.Airin mengangguk tidak nyaman ke arah Tristan.Tristan kalah telak, tidak ada yang bisa ia lakukan apalagi saat melihat Kim Hanna mulai berjalan ke arah mereka. “Oh yaudah … hati-hati ya,” ujarnya, membelai rambut gadis itu.Airin tersenyum malu dengan tatapan hangatnya.“Tristan, udah sarapan?” tanya Kim Hanna. “Makan gih di dalam banyak makanan.”“Oh udah te, ini Tristan mau berangkat kerja juga,” jawabnya ramah. Mereka memang begitu dekat bagai ibu dan anak. “Nanti aku chat ya,” katanya mencubit kecil pipi Airin.“Iya, Tristan.” Wajah Airin semakin berseri, Kairan semakin panas.“Yaudah yuk.” Kairan mendorong Airin agar segera masuk ke mobilnya, ia melambaikan tangannya ke arah Kim Hanna dan Yoseph Valo yang juga melambaikan tangan ke arah mereka.Kairan mengendarai mobilnya dengan cemburu yang cukup kuat hingga wajahnya menekuk. Ia sendiri tidak menyangka bisa sampai cemburu seperti ini, ia rasa ia kualat dengan kelakuannya sendiri. Tak pernah terbayangkan di hidupnya bisa tertarik dengan calon adik tirinya sendiri padahal baru beberapa kali bertemu.“Tristan kayaknya suka kamu,” ucapnya saat perjalanan, tanpa membahas apa yang terjadi saat di kamar Airin sama sekali.Kim Ai Rin hanya diam, ia masih sangat kesal akan Kairan.“Perlu aku cubit gemes kamu biar kamu bisa jawab obrolan aku?” ancam Kairan sambil melirikkan matanya pada gadis itu.“Mau kamu apa sih?” ucap gadis itu sewot.“Aku bilang, Tristan itu suka kamu,”“Nggak mungkin lah, dia bukan cowok playboy. Dia udah punya cewek.”“Aku cowok, aku tau tatapan dia ke kamu itu lebih dari sekedar hubungan tetangga apalagi kakak adik.”“Nggak mungkin lah, dari dulu dia gitu. Seumur hidup dari aku bayi aku udah kenal dia, emang kaya gitu.” Airin tetap mengelak.“Kalau dia suka kamu, apa yang kamu lakukan?”“Ya aku terima lah, dari dulu juga aku suka dia. Siapa yang nggak suka sama cowok baik hati dan ganteng kaya dia. Nggak mesum lagi kaya kamu.”Kairan menghela napasnya. “Kamu milik aku, jangan macam-macam sama dia!” terangnya tegas.Airin menoleh ke arah Kairan. “Aku bukan milik kamu.”“Liat aja nanti,” senyumnya picik.Airin mengalihkan pandangannya. Ia mencibir.Kairan menghentikan gadis itu tepat di halaman parkir kantor Airin setelah belasan menit berkendara. “Hati-hati, kalau ada apa-apa kabarin.”Kim Ai Rin tidak merespon kalimat itu. Ia hanya menutup pintu dan berjalan masuk ke area kantor.Tampak dari dalam mobil, para security menyapa ramah hadirnya Airin, begitu pula dengan Airin yang kesannya riang ke mana pun melangkah. “Tu anak rok kantor nggak kurang pendek apa,” omel Kairan sendiri sebelum akhirnya pergi meninggalkan lokasi kantor Airin. *Andhita tersenyum sendiri sambil melihat layar ponselnya ketika sedang jam istirahat dan menonton interview eksklusif live seorang aktor tampan rupawan. Saking sumringahnya, ia sampai tak menyentuh sama sekali makanan yang ada di meja kantin kantornya.Dari sebelahnya, Airin ikut mengikuti wawancara itu. Kairan yang ia kenal bukan hanya Kairan yang bersikap cool seperti di TV, tetapi Kairan dengan kepribadian terselubung.“Beruntung banget sih ceweknya dapat dia,” ucap Andhita dengan bibir manyun. “Udah tajir, ganteng, cool, dan tipe setia lagi.”“Setia?” tanya Airin.Andhita mengangguk. “Dia pernah cerita di wawancara sama media apa gitu, kalau dulu dia pernah punya pacar waktu masih jadi aktor pemula. Dia pacaran di selingkuhi berkali-kali tapi tetap maafin pacarnya, sampai pacarnya minta putus gara-gara pacaranya merasa nggak nyaman sama dia.”“Oh ya? Artis juga?”“Bukan, kalangan biasa. Makanya netizen sebel, uda dari kalangan biasa tapi berani-beraninya selingkuhin Kai Valo.”“….”“Terus isunya dia lagi deket sih sama lawan mainnya di film kemarin.”“Siapa?” tanya Kim Ai Rin cepat.“Itu loh, Luna Pamela. Artis jebolan iklan shampoo, yang kulitnya eksotis.”Airin angguk-angguk tanda mengerti, ia tau wajah Luna Pamela. Wajahnya sedikit blasteran, di kenal memiliki kepribadian suka akan hidup mewah namun baik hati. Banyak berita yang menyebutkan Luna Pamela adalah sosok orang kaya yang suka berbaur dengan siapa saja.“Dhit,” panggil Airin.“Hm?”“Lo mau tau rahasia nggak?”“Apaan?”“Janji nggak bilang siapa-siapa.”Andhita mengangguk.“Nyokap gue mau nikah, Sabtu besok tunangan,” jelas Airin.“Terus? Bukannya lo udah cerita?”“Hm, lo tau siapa calon bapak gue?”“Mana gue tau, lo kira gue dukun apa!” sewot Dhita, terkadang ia kesal dengan Airin.“Calon bokap gue, Yoseph Valo.”“Oh … what?” Bola mata Andhita membelalak seketika. “Yoseph Valo bapaknya dia?” tanyanya tak percaya sambil menunjuk layar ponselnya.Kim Ai Rin mengangguk.“Sumpah lo demi apa?”“Beneran, tapi rahasia.”“Gila, gue nggak percaya.” Ai Rin menghela napasnya, lalu ia memperlihatkan sebuah foto Kim Hanna dan Yoseph Valo serta ada dia dan Kairan Valo yang sarapan bersama tadi pagi. “Tadi pagi gue sarapan sama dia.”Andhita, gadis teman terdekat Airin di tempat kerja itu tercengang, tak bisa berkata-kata.“Jadi kalau emang nyokap gue jadi nikah, jangan heran ya lo kalau tiba-tiba gue jadi artis dadakan.”“Gila lo Rin, lo di kehidupan lampau ngelakuin hal baik apa kok bisa sampai kaya gini?”Airin terkekeh.“Gue iri, iri banget. Hua, Airin gue mau jadi elo!” rengeknya.Airin menahan tawanya.“Rin, pertemuin gue sama dia. Oke? Gue fans beratnya dia!”Airin mengangguk. “Ntar ya kapan-kapan.”“Gimana kalau pas nyokap lo tunangan?”“Itu private party, jadi keluarga dekat aja sama beberapa wartawan dan kerabat mereka,” jelasnya. “Sori.”“Gimana kapan dong?”“Ya ntar kalau gue udah jadi adik tiri sahnya.”“Kapan emang nikahnya?”“Tiga bulan lagi kayaknya.”“Akhir tahun?”Airin mengangguk.“Terus, terus … gimana sikapnya dia? Dia emang kaya kulkas berjalan tapi ramah gitu ya kata orang-orang?”Airin berpikir sejenak lalu menganggukan kepalanya. Rasanya ingin menceritakan semuanya pada Andhita, tapi yang ada malah gossip menyebar. “Iya baik aja,” jawabnya malas. “Tapi….”“Tapi apa?” tanya Dhita penasaran.‘Tapi di balik sosoknya yang dingin, dia tuh penuh nafsu, usil, suka ganggu orang, cemburuan,’ batin Airin.“Tapi apaan, Rin?” desak Dhita.“Baik kok sebenarnya,” tambahnya sambil tersenyum.“Arhhhhh, gue iri!” ujarnya meronta lagi.*TOK-TOK-TOK.“Neng, bangun sudah jam enam! Dipanggil Ibuk,” ujar si mbok, langsung membuka bola mata Airin.Airin membelalak, menatap langit-langit kamarnya, menatap tak percaya akan mimpinya yang aneh.‘What? Gue mimpi? Gue mimpi Kairan?’ pikir gadis itu tak percaya.“KIM AI RIN LO UDAH GILA!”“Bang Tristan!” panggil Airin dengan suara riangnya, melangkah happy masuk begitu saja ke kamar milik tetangganya itu saat pukul tujuh malam membawa sekotak cake kesukaan Tristan yang ia olah sendiri dengan penuh kasih sayang. “Rin?” sahut Tristan, ia duduk di kursi kerjanya. Di dalam kamar Tristan memang tidak hanya ada kasur dan sofa, melainkan ada ruang kerja kecil di sudut kanan dekat jendela. Maklum hobinya Tristan adalah bekerja hingga jatuh sakit karena kelelahan. Tristan yang kini berprofesi sebagai pengacara muda itu juga menangani banyak kasus, maka dari itu istirahatnya kurang. “Kata Mama kamu sakit, jadi aku buatin cake kesukaan kamu nih,” katanya, duduk di sebrang meja Tristan. Tristan tersenyum, ia menutup laptopnya dan melepas kacamata kerjanya. “Brownis kesukaan aku nih?” Airin mengangguk. “Kapan kamu buatnya, Rin? Kan kerja kan tadi?” “Iya tadi pulang kerja langsung buat dikit, khusus buat kamu. Biar cepat sembuh.” “Thanks ya,” katanya membelai rambut Airin, ke
“Makasih ya Tristan, udah ikut bantu juga,” ucap Kim Hanna saat berada di kamar 1208, kamar Airin. “Iya tante, sama-sama,” ujar Tristan yang duduk di salah satu sofa kamar. “Eh Kinan mana?” tanya Kim Hanna lagi, masih mengambil pakaian di koper Airin. “Udah pulang duluan tadi.” “Kamu juga pulang apa mau tante pesenin kamar?” tanya Kim Hanna lagi. “Pulang aja, lagian nggak jauh dari rumah.” “Oh gitu, yaudah.” Kim Hanna duduk di kursi rias sambil mengedarkan pandangannya pada anak semata wayangnya yang sejak tadi bersembunyi di balik selimut di atas kasur kamar hotel. “Rin, mama tidur kamar kamu aja boleh nggak?” tawar Kim Hanna. “Nggak!” jawab gadis itu cepat dari balik selimut, seluruh tubuhnya menghilang di telan selimut. “Airin mau sendiri.” “Yah kamu nih, mumpung kita di hotel masa kamar sendiri-sendiri,” omel Kim Hanna, membuat Tristan tertawa kecil. “Tu anak kenapa lagi?” tanya Hana pada Tristan. Tristan menggelengkan kepalanya. “Yaudah Mama tidur di kamar Mama kalau g
Satu minggu lebih Kairan tidak mengganggu Airin karena sedang syuting acara variety show di luar negri. Hidup Airin begitu tenang dan damai sentosa. Tetapi Kairan tidak tenang, ia terus menerus memikirkan gadis bernama Kim Airin yang sepenuhnya menguasai otak dan hatinya. Walau awalnya Kairan hanya memanfaatknya untuk memecah belah hubungan orang tua mereka, tak ia sangka hari demi hari membuatnya rindu. Rindu menyiksa yang tak pernah ia rasakan pada siapa saja sebelumnya. Setiap hari ia mengirimkan pesan untuk Airin, bahkan ia menelpon gadis itu, tetapi Airin tidak menggubrisnya sama sekali. Malah satu hari terakhir ini, pesan dan panggilannya tidak ada yang masuk, sedangkan saat ia mencoba menggunakan nomor ponselnya yang lain pesan panggilan itu masih masuk. Kairan yakin, Airin telah memblockir nomor ponselnya. Sial. Entah apa yang Airin lakukan di sana? Sedang bersama siapa? Sedang memakai pakaian sopan atau tidak? Kairan hanya bisa mengira-ngira. Masalahnya sejak pertunangan o
“Aku sayang kamu,” jelas Kairan. “Aku nggak mau kamu melihat laki-laki selain aku.” “Kairan …,” Airin menatap Kairan. “Hm?” Kairan juga menatapnya. “Kalau kamu ganggu aku terus aku suka kamu juga gimana?”“Baguslah, cinta aku terbalas berarti.”Airin mengangguk. “Tapi orang tua kita ….”“Itu dipikir nanti aja. Oke?”Airin tertawa kencang melihat ekspresi Kairan. “ haha haha ngarep banget ya aku suka kamu?”Kairan mendengus. Ia tak mengangka Airin usudah menjebaknya.”“Kamu kerjain aku?”Gadis itu mengangguk.“Dasar iseng!” Omelnya.“Ngambek ya?”“Ya iyalah, aku kira kamu serius.”“Ya kali aku mau serius sama kamu.”“Padahal aku sempurna, idola para wanita, kenala kamu nggak tertarik sama aku?”“Kamu suka ganggu aku, kamu bukan tipe aku.“Terus tipe kamu gimana?” “Kaya Lee Min Ho.”Kairan mendengus lagi. Padahal ia rasa ia tak kalah tampan dari aktor Korea yang satu itu. Tubuhnya juga tak kalah bagus.“Pulang sana!”“Nggak.”“Pulang!”Lelaki itu menatapnya kesal. “Kejam banget jadi
From: Kai ValoSori, aku pulang terlambat. Malam ini kita nggak jadi dinner.Airin dengan cepat membalas pesan dari Kairan sedang duduk di sofa ruang tengah rumahnya sambil menonton TV.To: Kai ValoIya nggak apa.Pesan demi pesan antara mereka pun terus berlanjut sejak tadi, sejak Kairan pergi meninggalkan Airin.Personal Chat Airin & Kairan ...Kai Valo: Aku kirimin makanan ya, buat kamu makan malam.Airin: Nggak usah, aku mau keluar sekalian ke Indomarch kok ini.Kai Valo: Sama siapa? Naik apa?Airin: Sendiri, jalan kaki kan dekat.Belum lama pesan terkirim, sebuah panggilan muncul di layar ponsel Airin. Spontan Airin mengangkatnya.“Halo?” jawab Airin sambil mematikan televisi.“Udah malam, nggak usah keluar-keluar,” ucap Kairan dengan galak di lokasi syuting sana.Airin mencibir. “Baru juga jam tujuh.”“Aku nggak mau kamu kelayapan sendirian.”“Ya ampun Kai, kan cuman bentar,” protes Airin.“Tunggu aku, aku pulang sekarang.”Klik.Sambungan itu mati, membuat Airin melongo seorang
Beberapa hari ini Kim Airin tidak bertemu Kairan. Meski syuting Kairan sudah berakhir, Kairan melanjutkan kegiatannya ke luar kota karena lagi-lagi ada acara fans meeting. Tidak adanya Kairan, membuat Airin bernapas tenang karena tidak ada yang mengganggunya. Selain itu, Chiko juga ikut Kairan ke luar kota sehingga Airin bisa dengan bebas kelayapan sesuka hati. Kairan memang selalu mengiriminya pesan dan juga menelpon, dia juga terus memperingatkan Airin untuk langsung pulang ke rumah usai bekerja. Meski Airin iya-iya, nyatanya gadis bar-bar itu hanya mengiyakan tetapi tidak melakukan. * “Ya elah Ma, baru sehari di rumah masa ke Bali lagi,” protes Airin di Minggu sore sambil menatap Kim Hanna yang sudah di jemput oleh sopir pribadi Yoseph Valo di depan rumah. “Iya sayang, dua minggu lagi syutingnya selesai kok,” jawab Kim Hanna, menepuk-nepuk pundak anaknya itu. “Airin kesepian tau.” “Kan banyak pegawai Mama di salon sama kebun, ada si mbok juga. Makanya kamu tuh berbaur sama m
Tidak bisa Airin bohongi, perasaanya terus berkembang pada Kairan Valo. Sifat asli Kairan yang perhatian dan sayang padanya semakin nampak. Hal itu lah yang membuat Airin merasakan adanya rasa sayang, bukan sekedar biasa aja saat bersama Kairan. “Pagi tante, Rin …,” sapa Tristan, pagi-pagi sudah rapi menggunakan pakaian kerja dan berkunjung ke rumah Airin. Airin bengong. Ini pertama kalinya setelah sekian lama Tristan tidak ke rumahnya di pagi hari. “Hai Tristan,” sapa balik Kim Hanna yang sudah pulang dari kerjanya. Tristan duduk di di sebelah Airin yang asik mencomot sarapan. Airin menawarkan Tristan, Tristan hanya meneguk teh hangat yang tersedia. “Tris, mama kamu masih di luar negri ya sama papa kamu?” tanya Kim Hanna lagi. “Iya te, kemungkinan pas tante mau nikah baru balik ke Indo.” Airin terdiam, mendengar kata menikah membuatnya cukup ingin menikah juga. Yah, tentunya sekarang ia ingin menikah dengan Kairan, laki-laki aneh itu. Meski perasaanya sedang ke sana-sini, ia
“Rin! Rin!” panggil Dhita dengan langkah terburu-buru ke arah Airin sambil membawa ponselnya. “Apaan?” tanya Airin penasaran karena tidak biasanya Andhita seperti ini. Tidak banyak berkata-kata, Andhita memperlihatkan layar ponselnya. Bola mata Airin membelalak seketika, ia langsung mengambil alih ponsel Andhita dan membaca artikel terbaru yang sedang ramai diperbincangkan oleh para netizen. “Gila nggak sih! Gue antara percaya dan nggak percaya.” Kim Ai Rin tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa diam seribu bahasa dan membaca artikel-artikel lain serupa. Dalam artikel itu tertulis jika Luna Pamela tengah hamil di luar nikah. Luna Pamela juga tidak menyebutkan siapa ayah dari bayi yang sedang dikandungnya. Namun banyak para netizen yang berspekulasi bahwa anak yang dikandung oleh Luna adalah anak dari Kai Valo. Tidak hanya sekedar menerka, beberapa foto unggan netizen turut memperkuat dugaan itu karena isi foto itu tampak Luna dan Kairan yang sedang masuk ke area hotel berdua,