Lututku lemas, tanganku bergemetar dengan keringat dingin yang membasahi telapaknya. Mataku tak ingin menyaksikan kejadian yang ada, tapi, tubuhku seakan terpancang mati di lantai, sulit digerakkan. Bahkan tenggorokanku tercekat sewaktu ingin memanggil nama suamimu.
Kupikir dia sedang bekerja, di hari ulang tahunku, ia memberiku hadiah kejutan yang luar biasa. Dia sedang bercinta di atas meja kerja.Wanita itu duduk di meja sementara suamiku mendekapnya dengan posisi berdiri, mereka saling memeluk dan meluapkan kerinduan asmara. Mereka bermain penuh gairah, bersemangat, bahkan lebih dahsyat dari percintaan yang dia lakukan denganku, kekasih halalnya. Desahan dan hasrat seakan bercampur, menghentak dan menghilangkan akal sehat, mereka tidak sadar bahwa aku sedang menyaksikan perbuatan bejat itu...Air mataku tumpah, aku bersender di dinding dengan isakan tangis yang seharusnya tidak perlu menetes di pipiku. Terlalu mahal air mata hingga harus membayar semua perbuatan Mas Alvin padaku. Teganya ia di hari ulang tahunku, dan bodohnya aku yang percaya bahwa ia sibuk. Aku sungguh sudah dikelabui olehnya."Nikmat sekali, Mas," bisik wanita itu dengan tawa bahagia. Aku yang ada di balik dinding hanya bisa gemetar mendengarnya hatiku seperti ditusuk dengan belati bergerigi, sakit dan berdarah darah."Terima kasih, Sayang, kau luar biasa."Tubuhku lemas, bahkan tanganku nyaris tak sanggup untuk meraih ponsel demi merekam perbuatan tadi.Begitulah yang aku rasakan, jika seseorang pernah syok, pernah melihat kejadian mengerikan yang sebelumnya tidak dia bayangkan hingga terpaku membeku seperti ini, maka mereka benar benar memahaminya."Aku mencintaimu, Mona, aku tak sanggup pisah darimu, meski Indira menangis dan kecewa. Aku tak bisa melepas salah satu dari kalian, jujur aku sangat bingung.""Tapi kita saling mencintai dan kau lebih bahagia bersamaku, " jawab wanita itu sambil membenahi pakaiannya yang tersingkap."Tapi, Indira juga istriku, ibu dari anakku.""Kita tidak bisa terus begini, Mas, kau harus menikahiku." Wanita jalang itu mendekat dan mengelus dada suamiku dengan tatapan yang sangat manja sementara Mas Alvin terlihat galau dan berantakan sekali."Aku butuh waktu untuk meyakinkan mona ...." Mas Alvin mendedah gamang sambil menatap wajah pelacur rendahan itu."Tidak perlu repot meyakinkanku, yakinkan saja ibu mertua dan ayahmu," jawabku yang tiba tiba datang dan berdiri di hadapan mereka.Kedua sejoli itu terkejut, mereka nyaris melompat dan segera gelagapan membenahi pakaiannya."Jangankan hanya memberi Restu, aku akan mengadakan pernikahan yang mewah bahkan akan kubayarkan cincin pernikahan dengan karat yang tinggi. Kau mau?" tanyaku sambil melipat tangan di dada."Aku kasihan pada kalian berdua yang kelakuan yang lebih rendah dari sapi dan kerbau! Kedua hewan itu mencari tempat yang cukup aman untuk berhubungan, sedangkan kamu berdua melakukannya di mana saja tanpa peduli norma dan adab. Tidak punya malu," gumamku sambil mendekat pada suamiku.Plak!Tamparan itu mendarat keras di pipinya. Dia terkejut tapi hanya bisa menunduk sambil merapatkan pakaiannya yang kancingnya terbuka."Benahi resleting itu!" Bentakku sambil melirik jijik ke celana suamiku. Dia tahu betul, bahwa aku murka luar biasa. Dia tahu kesalahannya yang sudah buat janji tapi mengingkari."Aku dan anak-anak menunggumu di hotel tapi ternyata kau bersenang-senang dengan wanita lain di tempat ini." Aku menatap suamiku dengan tajam, lalu beralih pada si Mona." ... Dan kau jalang murahan, kau pasti puas membuatku menderita di hari ulang tahunku! Kau anggap itu prestasi padahal itu aib yang mengerikan!"Rasanya, aku di puncak rasa muak pada suamiku, aku bisa bayangkan rasanya bercinta dengan wanita lain lalu bercinta dengan istri sendiri. Aku tahu fantasinya akan berbeda sekali. Boleh jadi ia lakukan denganku, tapi membayangkan wanita itu. Pelan pelan, hatiku dendam dan mulai jijik, dan berniat menjauhinya."Terima kasih ya, Mas, terima kasih untuk hadiahnya yang sangat berkesan," ujarku sambil tertawa sinis."Indira, ma-maafkan aku," ucapnya pelan."Tidak. Aku akan membuat kalian sangat menderita. Akan kubuat kalian menanggung malu yang besar. Kalian akan terlunta dalam hubungan gelap tanpa bisa bersama selamanya, aku bersumpah!""Tolong jangan katakan itu," ujarnya sambil berusaha meraih tanganku. Aku menepis dan menampar pipi kirinya sekali lagi.Plak!"Aku jijik denganmu, jadi, jangan sentuh aku!" jawabku sambil menjauh."Dan iya, aku teringat sesuatu Mas, aku punya video kalian dan akan kukirimkan pada ayah mertua yang sedang sakit jantung.""Tolong jangan ...." Mas Alvin terkejut bukan main dan pucat oasi ketakutan. " Ayah akan membunuhku, dan hidup kita bisa hancur ""Sayangnya, itu sudah terkirim dan centang biru. Selamat ya, kau akan menderita juga sepertiku," jawabku sambil meletakkan kembali ponsel ke dalam tas lalu pergi meninggalkan tempat itu."Apa?""Iya ... aku tidak akan mengulang perkataan dua kali. Aku sudah kirim rekaman video perselingkuhan itu ke ayah mertua."Resikonya jelas, ayah mertua akan kumat sakit jantung, masuk rumah sakit dan kritis, selain itu belajar akan murka, dan boleh jadi membatalkan warisannya untuk Mas Alvin.Ya, mertuaku cukup kaya dan punya banyak aset, dia telah berencana membagikan setengah harta untuk kedua anaknya, yakni Mas Alvin dan adiknya Disha. Tapi, jika suamiku membuat skandal, aku tak yakin semua harapannya tak akan berjalan mulus."Tunggu Indira ..!" Baru saja hendak melangkahkan kaki meninggalkan pria yang kemejanya sudah berantakan akibat bercinta itu, ponsel suamiku berdering. Ketika meraih gawainya ayah anak anakku terlihat gemetar dan syok. Dia melihatku dan pacarnya itu bergantian, tentu dengan ekspresi pucat sekali."Apakah itu dari ayah mertua.""I-iya.""Bagus," ujarku sambil membalikkan badan."Tunggu, kau harus katakan pada ayah bahwa ini salah paham, kita bisa celaka!
Tentu saja aku paham apa yang terjadi, ayah mertua pasti sedang sekarat. Dia kritis karena syok melihat perbuatan anaknya yang memalukan. "Baru melihat secara pribadi saja, sudah masuk rumah sakit, apalagi jika aib tersebut tersebar dan terungkap ke mana mana." Aku berpikir sambil menggeleng Tentu saja aku paham apa yang terjadi, ayah mertua pasti sedang sekarat. Dia kritis karena syok melihat perbuatan anaknya yang mPAku tahu, bahwa sekalinya perbuatan kotor itu tersebar, maka aku juga akan malu karena Mas Alvin adalah suamiku. Tapi, jika tidak memberi pelajaran, mungkin dia tidak akan jera."Selamat siang," ucapk"Ngapain kamu ke sini! Semua ini akibat salahmu!" ujar ibu mertua membentakku ketika aku sedang diambang pintu perawatan. Mas Alvin dan Disha yang sedang berlinangan air mata hanya terdiam, ibu mertua makin meradang dan mengusir hingga suamiku mendekat dan mengajak diri ini keluar dari tempat it"Ayo keluar," ajakny"Sebentar, aku datang ke sini dengan niat baik kok, Mas
Hari itu juga kami membawa ayah mertua pulang ke rumahnya. Aku memang tidak semobil dengan mobil yang membawa jenazah, demi menghindari konflik dan tidak membuat malu keluarga di depan banyak orang.Kukemudikan mobil lalu menjemput anak-anak kemudian mengajak mereka pulang ke rumah untuk berganti baju, lalu pergi melayat. Jangan tanya Bagaimana reaksi anakku ketika tahu bahwa kakek mereka meninggal dunia, mereka sangat sedih dan terpukul, tidak mampu menahan perasaan dan tangisannya.Saat aku tiba di rumah duka jenazah sedang dimandikan, para kerabat dan handai taulan berkumpul untuk berbela sungkawa dan duduk menghibur tuan rumah. Ibu mertua masih menangis sementara Mas Alvin dan Disha sibuk menyambut para tamu, raut mereka sedih, tapi mereka tetap berusaha tegar. Sesekali Mas alvin tersenyum tipis pada orang yang berusaha menguatkan perasaannya. Sikapnya seakan tidak punya dosa dan seolah kematian ayahnya bukan karena perbuatannya.Aku sendiri, memilih duduk sedikit jauh dari keru
Mungkin dia ingin membuatku kesal dan menguni ketahanan hatiku, dia mengatakan itu dengan wajah sinis sementara aku hanya tersenyum lebar. Dia tertegun melihat reaksiku yang santai."Boleh saja Bu, tapi sayang, saya tidak punya nomor telponnya. Mungkin ibu bisa dapatkan itu dari Mas Alvin.""Baiklah, aku akan memintanya, kau boleh pergi," jawabnya dingin."Baiklah," jawabku sambil membalikkan badan, mengubah ekspresi wajah dari senyum ke ekspresi marah, kesalnya seakan menumpuk di hatiku.*Kurebahkan diri di tempat tidur, kusentuh perlahan seprai yang halusnya sama seperti gaun tidur sutraku, bantal yang ada di sampingku masih kosong, karena suamiku belum pulang sampai saat ini. Perlahan kerinduan dan hasrat ingin dipeluk olehnya membuncah di hatiku, sayangnya, harapan itu tak akan terwujud secepatnya karena ya ... seperti itulah, hubungan kami sudah kaku.*Pukul 01.00 malam aku terbangun dan menyadari diriku berada dalam pelukan hangat seseorang. Teryata itu adalah Mas Alvin. Kuco
"Aku bersumpah!" ucapnya mencoba meyakinkan aku."Kalau begitu, segera pulang dan mari berdoa untuk ayah mertua. Aku yang bukan anaknya saja, sangat peduli dengan acara ini, lalu ada apa denganmu?" tanyaku dengan tawa sinis."Ba-baiklah, aku akan sampai dalam tiga puluh menit.""Tidak, itu terlalu lama.""Aku harus pulang dan ganti baju.""Aku bawa baju untukmu, jadi langsung aja kemari!" tegasku."Baiklah," jawabnya, yang pada akhirnya tidak punya pilihan.Kumatikan ponsel, kusimpan dalam tas lalu kutemui anak anak yang terlihat sedang bermain dengan sepupunya di lantai dua. Kuminta pada mereka untuk duduk tenang agar tidak menjadi perhatian para hadirin dan membuat malu itu mertua."Duduklah yang rapi, kalian boleh bermain iPad di kamar atau nonton tv, jangan berlarian ya," ucapku dengan bujukan lembut."Iya, Bunda.""Terima kasih anak pintar," jawabku denga senyum lebar. Aku turun ke lantai bawah untuk membantu keluarga menata hidangan di meja, menerima tamu yang mulai berdatangan
"Aku tak sangka kau akan seberani ini," ucapku pada wanita itu ketika dia sedang mengantri makanan di meja prasmanan, dia memang mengantri di saat saat terakhir hingga aku bisa menghampirinya. Wanita berbaju mint itu tersenyum, bibirnya yang diber gincu pink merekah dengan lengkungan lebar."Apakah kau merasa takut bahwa aku akan berkenalan dan semakin akrab dengan ibu mertuamu?""Tidak sama sekali, aku justru ingin mempertontonkan kebusukan kamu berdua di hadapan semua orang. Sayangnya, ini momen yang kurang tepat," jawabku sambil meneguk minuman di tangan. Aku ingin sekali memukulnya, tapi sikap itu akan mengacaukan acara kematian yang penuh belas sungkawa. Aku tidak suka jadi pusat perhatian di momen yang salah."Jika kau tidak punya kepentingan, tolong tinggalkan aku dan biarkan aku menikmati hidangan ini," ucapnya dengan sombong."Tentu saja, bukannya kau begitu rakus hingga tanpa rasa malu pun kau telah menjadi tamu yang tak diundang.""Siapa bilang tak diundang, aku diajak ke
"jangan memaksaku untuk melakukan hal yang tidak kuinginkan, aku tidak mau menceraikanmu!""Kalau begitu jangan paksa aku untuk menggenggam bara api dan bertahan dalam luka yang kau timbulkan setiap harinya, aku selalu makan hati dan lama-lama bisa gila karena perselingkuhanmu, jadi tolong jangan paksa aku untuk bertahan dalam rumah tangga ini!"Mas Indra terbelalak, ponsel di pangkuannya terjatuh ke lantai dan anehnya dia tak memperdulikannya. Dia hanya menatap padaku sambil menahan air mata yang kini menganak sungai di pelupuk netranya."Jangan coba-coba untuk menjual air mata dan memasang wajah sedih, aku tidak termakan oleh kesedihan yang kau jual-jual itu. Dengar Mas, ceraikan saja Aku dan semuanya selesai.""Kenapa kau begitu bersih keras tidakkah kau memikirkan masa depan anak-anak kita ketika kita berpisah?""Akan lebih baik bagi mereka hidup denganku dan lepas dari situasi tegang seperti ini. Biarpun kita tidak bersama, tapi jika situasinya kondusif maka aku lebih menyukai ha
"Alvin, Rifki! Apa yang kalian lakukan, hentikan, kalian membuat kami malu," ucap Ibu yang tergopoh-gopoh mendekat dan melerai mereka." ... kenapa ini bisa terjadi?" ibu masih bertanya, sementara kedua anak dan keponakannya masih saling memandang dengan sengit."Ini salah saya Tante, maafkan saya, saya akan pergi sekarang," ucap Mona sambil menangkupkan tangan dan membalikkan badan."Kamu ya, kenapa harus memukul sodara kamu? Memangnya dia salah apa?" tanya Tante Hani pada ponakannya, suamiku."Saya lagi ngobrol Tante, dan dia tiba tiba dia menunjukkan kecemburuan dan tidak suka. Kalau memang tidak setuju orang lain dekat dengan temannya, kenapa dia harus mengajaknya kemari?""Apa hubunganmu dengan wanita cantik itu, Alvin?" tanya Ibunya Rifki dengan tatapan selidik pada ponakannya. "Kenapa kamu sampai harus memukul Rifki? Apakah wanita itu adalah milikmu?""Tidak juga!""Iya," selaku, wanita itu adalah pacarnya Mas Alvin. Aku menjawab seperti itu dan melipat tanganku di dada samb