Share

8

Hari itu juga kami membawa ayah mertua pulang ke rumahnya. Aku memang tidak semobil dengan mobil yang membawa jenazah, demi menghindari konflik dan tidak membuat malu keluarga di depan banyak orang.

Kukemudikan mobil lalu menjemput anak-anak kemudian mengajak mereka pulang ke rumah untuk berganti baju, lalu pergi melayat. Jangan tanya Bagaimana reaksi anakku ketika tahu bahwa kakek mereka meninggal dunia, mereka sangat sedih dan terpukul, tidak mampu menahan perasaan dan tangisannya.

Saat aku tiba di rumah duka jenazah sedang dimandikan, para kerabat dan handai taulan berkumpul untuk berbela sungkawa dan duduk menghibur tuan rumah. Ibu mertua masih menangis sementara Mas Alvin dan Disha sibuk menyambut para tamu, raut mereka sedih, tapi mereka tetap berusaha tegar. Sesekali Mas alvin tersenyum tipis pada orang yang berusaha menguatkan perasaannya. Sikapnya seakan tidak punya dosa dan seolah kematian ayahnya bukan karena perbuatannya.

Aku sendiri, memilih duduk sedikit jauh dari kerumunan orang agar ibu mertua tidak terus menatap sinis dan murka kepadaku lalu mempermalukan dirinya sendiri. Kupilih untuk tetap diam dan tenang, sedikit membantu anggota keluarga untuk membagikan air dan membantu kerepotan mereka.

*

Usai acara pemakaman, tidak kuputuskan untuk langsung pulang, karena tak enak dengan saudara mertua dari kedua belah pihak, ada orang tuaku juga yang datang melayat juga teman teman Mas Alvin. Mereka mengenalku dan kami akrab karena suamiku kerap mengajak teman temannya makan malam ke rumah kami.

Pukul empat sore tamu mulai berkurang, hanya beberapa tetangga yang sibuk menyiapkan hidangan untuk tahlil nanti malam. Aku yang saat itu sedang sibuk menyapu bekas para tamu di ruang tengah langsung dipanggil ibu ke kamarnya. Dengan wajah dingin dan mata tajam, dia memanggilku.

"Iya, Bu."

"Siapa lagi yang tahu kejadian ini selain kamu?!"

"Tidak ada!"

"Berikan ponselmu!"

"Untuk apa?"

"Aku ingin menghapus semua jejak perbuatan anakku agar itu tidak jadi masalah di kemudian hari," jawabnya datar.

"Aku sudah menghapusnya Bu." Sebenarnya aku sudah menyembunyikan file itu di sebuah folder yang bisa dihilangkan dari beranda, Jadi Ibu tidak akan pernah menemukannya. Memeriksa ponselku wanita itu lalu mengembalikannya sambil menghela nafas.

"Aku tidak mau kejadian ini terulang lagi, meski Aku sangat membencimu tapi kita harus bicara dari hati ke hati. Katakan saja apa yang kau harapkan setelah ini? Apakah kau akan menuntut cerai dan minta kompensasi?"

"Tidak aku masih ingin mempertahankan Rumah tanggaku, meski segala sesuatu tidak akan lagi sama. Ibu bisa bayangkan kan, ketika suamimu berhubungan dengan wanita lain akan seperti apa rasanya ketika dia melakukannya denganmu," jawabku.

"Jadi kau jijik dengan anakku?"

"Tidak, aku tidak bermaksud begitu, aku hanya, butuh waktu, Bu."

"Ah, kau menyebalkan sekali," jawabnya.

"Maafkan aku."

"Aku masih dendam padamu, aku murka karena kau mengirim pesan itu pada suamiku, aku benci padamu sebenci bencinya."

"Maafkan aku Bu...."

"Jangan coba-coba berharap bahwa kau akan mendapatkan warisan dariku. Meski tadinya aset kami akan dibagi dua bersamamu dan Disha, tapi, kuputuskan untuk menahan itu sampai batas waktu yang tidak ditentukan."

"Saya tidak berdaya dan tidak mampu memaksakan kehendak. Saya juga tidak begitu berambisi untuk mendapatkan harta, apa yang diberikan seseorang dengan ikhlas akan saya terima, tapi jika tidak, maka tidak usah." Mendengar wanita itu mendesis selalu tertawa.

"Mana ada keluarga dari kalangan menengah yang menolak harta dan juga warisan, kecuali itu orang bodoh."

"Aku akan senang jika mendapatkan rezeki Tapi tentu saja rezeki itu diambil dengan cara yang halal."

"Hah, ... Masih membicarakan halal setelah kau sendiri yang membunuh ayah mertuamu?"

"Aku tidak bermaksud untuk membunuhnya justru aku ingin memperlihatkan kelakuan suamiku agar ayah bisa mengambil tindakan yang tegas, aku benar-benar merasa bersalah."

"Mulai sekarang aku akan sangat memusuhimu dan membencimu! Enyahlah kau dari hadapanku dan berpura-puralah baik sampai acara kematian suamiku selesai."

"Baik ibu." Aku berlalu dari hadapannya tanpa ekspresi apa apa.

"Oh ya, Aku ingin sekali berkenalan dengan selingkuhan Alvin, Mungkin saja dia adalah kandidat menantu yang ideal."

Oh, ucapannya benar benar membuatku kesal.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Suswati
banyak comik bagus tapi jadi males baca karna harus pakai koins
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status