Share

Bab 8. Pria Asing

Tentu saja itu hanya bisa Kayana ucapkan dalam hati. Meski ia membenci Eiser, tetapi melihat apa yang dilakukan Eiser terhadap Ivana, membuat sudut hati Kayana terluka.

Selain berdiri, ia hanya bisa memalingkan wajahnya dengan sesekali mendongak ke atas agar buliran bening yang sedari ia tahan tidak tumpah.

Pekerjaan dapur menjadi menumpuk setelah kepergian Eiser dan Ivana. Kayana memandang makanan sisa yang ditinggalkan oleh Eiser. Selera makannya seketika menghilang tak bersisa.

Ia kembali ke kamar setelah menyelesaikan pekerjaan dapur. Tak ia pedulikan di mana keberadaan Eiser, terakhir kali ia melihat pria itu mengantar selingkuhannya ke kamar. Persetan bila pria itu ingin tidur di sana.

Itu malah bagus, dan dirinya bisa terlepas dari pria itu malam ini. Kayana menjatuhkan bobot tubuhnya di bibir ranjang, melepas ikatan rambutnya, barulah ia merebahkan diri untuk beristirahat.

Di sepertiga malam, ia dibangukan oleh suara derit pintu dan derap langkah kaki seseorang. Setengah terbuka, matanya menangkap sosok bayangan hitam mendekat ke arahnya. Dan sebelum ia bangun dan berteriak, sosok itu sudah menindih dan membekap mulutnya menggunakan tangan. Barulah ia tahu siapa sosok itu.

"Eiser."

"Diam dan jangan bersuara."

"Apa yang kamu lakukan?"

"Apalagi jika bukan memberimu hukuman."

Benar-benar siksaan malam. Kayana jelas tahu, hukuman yang dimaksud oleh Eiser. Apa yang dipikirkan Kayana ternyata salah. Ia pikir akan terbebas dari Eiser karena ada Ivana di rumah ini. Nyantanya, pria itu masih saja mendatanginya seperti sekarang ini.

Puas membuat Kayana lemas. Eiser segera bangkit lalu pergi ke kamar mandi. Lima menit ia keluar mengenakan kembali pakaiannya yang ia lempar di lantai kemudian bergegas keluar.

Ruangan kembali hening tanpa suara. Dan saat itulah, air mata Kayana tumpah. Ia sedih, ia terluka. Hidupnya yang menyedihkan menjadi alasan utama ia menangis saat ini.

Entah kesalahan apa yang ia perbuat sehingga ia dihukum seperti ini. Mungkin kesalahannya adalah lebih mencintai makhluknya melebihi sang pencipta. Ya, ia sadar bagaimana ia mencintai Eiser di kehidupan masalalu.

Bahkan cinta itu mengalahkan logika yang dimilikinya. Ia begitu tergila-gila pada Eiser sehingga ketika setan memberi umpan untuk dirinya, makan dengan sangat mudah Kayana memakannya. Dan satu hal yang sangat ia sesalkan adalah, cintanya malah bertepuk sebelah tangan. Belum lagi menanggung kebencian dari Eiser. Lengkap sudah penderitaannya.

Tambahan pekerjaan yang diberikan Eiser masih membuat Kayana tidak terbiasa. Buktinya ia bangun kesiangan dan lupa menyiapkan segala sesuatunya untuk Ivana. Ini karena kejadian semalam.

Selain harus membersihkan diri sendiri, Kayana juga harus membersihkan ranjang sisa semalam. Dan itu membuat Ivana bertanya-tanya ketika melihat Kayana sedang memasukkan sprei ke dalam mesin cuci.

"Sedang apa kamu?" tanya Ivana. Kayana hanya melirik wanita itu sekilas lalu berdecak.

"Memangnya kamu nggak bisa lihat?"

"Kau belum memasak? Aku lapar," ucap Ivana sembari menatap ke arah meja makan yang hanya ada keranjang berisi buah. Kayana menghembuskan napas panjang. Ia memang tidak suka Ivana, tetapi melihat wanita itu kelaparan, ia jadi tidak tega.

Ini karena Eiser yang tidak bertanggung jawab. Meninggalkan kekasihnya di sini seenaknya. Sementara Eiser telah berada dalam perjalanan bisnis bersama asistennya dan berangkat pagi-pagi sekali.

Kayana menghela napas berat, lagi-lagi Kayana harus mengingatkan diri akan hukuman yang diberikan Eiser.

"Kamu tunggulah di kamarmu. Aku akan memasak sebentar lagi."

"Aku ingin steak daging sapi," ucap Ivana yang membuat Kayana seketika berbalik.

"Kamu pikir ini restoran." Kayana mengepal geram. Selain menyebalkan, Ivana ini banyak maunya.

"Eiser bilang, aku bisa meminta apapun padamu, dan masakanmu itu enak," kata Ivana dengan raut wajah dibuat-buat. Kayana menahan napas. Ia pikir kenapa wanita seperti dia bisa menjadi model. Pantasnya dia menjadi aktris saja.

"Kalau kamu ingin minta saja pada kekasihmu. Aku sibuk. Jika kamu tidak ingin memakan makanan yang aku hidangkan. Terserah kamu saja." Kayana tetap pergi menyiapkan makanan dengan bahan yang ada di kulkas. Ia bukannya tidak mau membuatkan makanan yang diinginkan Ivana, melainkan stok daging di lemari pendingin sudah tidak ada.

Matahari semakin menyengat. Satu jam yang lalu Kayana tiba di toko bunga. Ini kesempatan karena Eiser tidak ada di rumah. Jadi ia akan menyempatkan diri untuk mengunjungi toko bunga miliknya. Sementara Ivana tertidur setelah menghabiskan makanannya.

Ada beberapa laporan keuangan yang menunggu persetujuan dirinya. Akibatnya, barang yang harusnya sampai beberapa hari yang lalu jadi tertunda. Dan itu berdampak pada berkurangnya pengunjung akibat stok beberapa jenis bunga yang tidak ada.

"Ini semua gara-gara Eiser," gerutu Kayana. Pintu ruangan diketuk. Kayana mengalihkan pandangan dari berkas di meja.

"Masuk," ucap Kayana sembari mendorong kacamata di pangkal hidung.

"Permisi, Bu." Seorang gadis muncul dengan pakaian khusus. Toko Bunga Kay Flower memiliki empat orang pekerja wanita dan dua pria. Dan Vero adalah pekerja yang cukup dekat dengan Kayana.

"Ada apa, Vero?"

"Saya pikir Ibu tidak datang hari ini," ucap Vero basa-basi.

"Memangnya ada apa, Vero?"

"Emmm anu, Bu." Vero terlihat ragu-ragu untuk mengeluarkan kata-kata dan itu kembali menyita perhatian Kayana.

"Ada apa, Vero? Kamu ada masalah? Kemari, ayo duduk."

Ditawari duduk, Vero tidak sungkan lagi dan seketika mengambil posisi duduk berseberangan dengan atasannya itu.

"Bukan saya, Bu. Tapi Ibu. Kemarin ada seseorang datang kemari. Kami pikir dia seorang pelanggan yang ingin mencari bunga. Tapi ternyata kami salah. Dia datang mencari Ibu untuk menagih sesuatu pada Bu Kay," jelas Vero. Kening Kayana mengkerut.

"Menagih?"

"Iya." Vero mengangguk. "Apa Bu Kay punya hutang atau janji pada seseorang?"

Kayana terdiam sejenak. Seingatnya ia tidak memiliki hutang piutang atau janji dengan siapapun. Namun, dari cerita Vero, seolah mengatakan kalau dirinya memang berhutang.

"Bisa kamu jelaskan ciri-ciri orangnya seperti apa?"

Vero melirik ke atas seolah membayangkan sesuatu yang dilihatnya kemarin. Tetapi, dia malah membayangkan seorang aktor. "Dia seorang pria, tampan, memakai setelan jas mahal, aroma parfumnya begitu menyengat, mata lebar, lalu hidung dan dagunya lancip. Dia sungguh mirip aktor China, Bu."

"Pffttt." Kayana nyaris tertawa mendengar penuturan anak buahnya ini. "Kamu ini. Terlalu banyak nonton drama China. Sudah-sudah, sekarang tolong bantu aku menghubungi para suplier, dan minta mereka untuk mengirim ulang jenis bunga kita yang kosong."

"Tapi, Bu...."

"Sudah. Kalau dia merasa butuh, pasti akan datang lagi."

Belum juga bibir mengatup setelah bicara, pintu kembali diketuk. Pegawai lainnya muncul setelah mendapat persetujuan dari sang pemilik ruangan.

"Maaf, Bu. Orang yang kemarin datang lagi."

Kayana dan Vero saling pandang. "Maksudmu lelaki tampan yang mirip aktor China itu?"

"Ya, kau benar."

"Apa saya bilang, Bu. Dia pasti datang lagi."

"Ya, sudah. Kalian lanjutkan pekerjaan. Biar aku yang temui dia."

Kayana keluar diikuti pegawainya. Ia penasaran, kepada pria asing yang tengah mencarinya dan mengatakan seolah dirinya memiliki hutang.

"Itu orangnya, Bu."

Kayana mengikuti arah jari telunjuk anak buahnya. Nampak sosok seorang pria berdiri memunggunginya.

"Permisi, Anda mencari saya?"

Pria yang tengah memegangi mahkota bunga mawar itu, berbalik setelah mendengar suara seorang wanita. Dan saat itulah Kayana bisa melihat wajahnya.

"Kamu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status