Bab 10 Santunan SembakoSaat hampir tiba di depan makam Firman, Meidina mengerutkan keningnya saat melihat ada seorang pemuda yang menziarahi makam suaminya. Pemuda itu sedang berjongkok, hanya terlihat punggung lebarnya saja dari belakang."Siapakah pemuda itu? Mungkin teman Mas Firman," batinnya. Almarhum suaminya itu memang orangnya supel, baik hati dan suka menolong, hingga banyak mempunyai kawan.Saat jarak Meidina makin dekat dengan makam suaminya, berbarengan pemuda yang berjongkok itu berdiri dan spontan membalikkan badannya hingga keduanya saling berhadapan dan sama-sama terkejut.Keduanya sempat saling bersitatap beberapa detik sebelum akhirnya Meidina menundukkan pandangan matanya."Mas ini siapa? Mas kenal dengan almarhum suami saya?" tanya Meidina sambil mengingat wajah pemuda itu yang sepertinya pernah ia lihat sebelumnya.Pemuda itu yang tak lain adalah Radeva tampak syok saat perempuan yang membawa tiga anak itu menyebut itu adalah makam suaminya. Orang tua Radeva tid
Bab 11 Perlakuan Beda Mertua Setelah urusan pembagian paket sembako untuk warga kontrakan selesai. Radeva baru teringat akan menghubungi Meidina seperti janjinya di pemakaman tadi pagi. Pemuda berpostur tubuh tinggi dan gagah itu rencananya akan memesan seratus buah gantungan kunci teddy bear sebagai sovenir ulang tahun keponakannya, Jasmine.Jasmine adalah anak dari Arabella, adiknya Radeva. Gadis kecil yang bulan depan genap berusia enam tahun itu terlahir karena kesalahan Arabella yang terjebak dalam pergaulan bebas. Arabella hamil saat masih duduk kelas dua SMA. Pacarnya justru kabur melanjutkan pendidikan di luar negeri, enggan bertanggung jawab. Hal ini sempat membuat sang adik nekat hendak aborsi dan bunuh diri karena depresi. Beruntung kedua orang tuanya dan kakaknya memberikan dukungan saat gadis belia itu terpuruk. Selama ini keluarga Adyatama hidupnya jauh dari nilai-nilai agama. Baik Radeva dan Arabella tidak memiliki fondasi agama yang kuat sehingga mudah terombang-am
Bab 12 Kehangatan Sebuah Keluarga Bulan Ramadan kali ini terasa berbeda bagi Meidina karena ini untuk pertama kalinya ia menjalankan ibadah puasa tanpa ditemani suami tercinta. Setiap mengingat kepergian sang suami, dadanya masih terasa sesak. Ia sangat merindukan Firman. Hari-hari dilaluinya dengan berat. Hanya kepada Sang Pencipta ia menyandarkan hidupnya melalui doa-doa yang senantiasa ia panjatkan.Bulan Ramadan kali ini, Bimo yang berusia lima tahun mulai belajar puasa. Meskipun puasanya hanya setengah hari. Itu pun banyak drama. Belum jam sembilan bocah itu sudah mengeluh lapar dan merengek meminta makan nasi. Namun, Meidina mengalihkannya dengan mengajak bermain. Pukul sepuluh, Bimo kembali merengek haus dan memaksa minta minum. Meidina hanya membujuk Bimo untuk sabar menunggu hingga bedug Zuhur bila ingin mendapatkan hadiah.Ayara yang berusia delapan tahun sudah kuat berpuasa full sampai Maghrib. Sementara Meidina sendiri meski tengah menyusui, ia memilih untuk ikut berpua
Bab 13 Ceramah Pengingat Dosa Sebelum berpamitan pulang, Arfa kembali duduk di sofa ruang keluarga sembari menonton televisi yang menayangkan acara reality show. Tak sengaja matanya tertumbuk pada sebuah paket berukuran cukup besar yang diletakkan di dekat sofa yang tengah didudukinya. Iseng saja pemuda bertubuh tinggi kurus itu melihat paket berwarna hitam yang ditempeli kertas putih itu. Arfa terperanjat saat membaca pengirim paket adalah Meidina."Ah, palingan hanya sama nama saja," batin Arfa menyangkal saat mengingat nama itu mirip dengan nama istri almarhum Firman, kakak angkatnya itu. Namun, setahunya nama Meidina tidak terlalu umum, masih jarang digunakan orang."Tapi mana mungkin Mbak Dina mengenal Deva. Orbit mereka saja berbeda, juga circle pertemanan mereka beda. Rasanya tak mungkin mereka saling kenal," batinnya masih terus menduga-duga."Kenapa, Ar?" tanya Radeva mengerutkan kening saat melihat Arfa sangat serius memperhatikan paket. Apa yang menariknya dari paket itu
Bab 14 Rezeki Bertubi-tubi Dengan uang dua puluh ribu rupiah dari tukang rongsok, Meidina sudah sangat bersyukur. Setidaknya uang segitu cukup untuk membeli makanan berbuka puasa untuk kedua anaknya.Meidina hendak keluar rumah sebentar mencari makanan untuk berbuka puasa mumpung bayi Zavia tengah tertidur pulas. Saat membuka pintu kontrakannya, ia terkejut ada seorang kurir ojol sudah berdiri di depan pintu kontrakannya."Apa betul ini rumah Mbak Meidina?" tanya seorang pemuda berjaket hijau tua khas driver ojol."Iya ... betul, Mas.""Saya mau antarkan ini." Kurir ojol itu lalu menyerahkan sekardus besar pizza.Meidina mengerutkan dahinya. "Tapi saya nggak pesan pizza lho, Mas."" Mbak tinggal terima aja. Tenang ini udah dibayar, kok." Pemuda itu sedikit memaksa Meidina untuk segera menerimanya."Memang siapa pengirimnya, Mas?""Kalo nggak salah namanya Pak Arfa. Saya permisi, Mbak." Saat Meidina masih bengong, kurir ojol itu sudah melangkah pergi meninggalkan kontrakannya. Tanpa
Bab 15 Mertua Tak Tahu DiriKedatangan ibu mertuanya menjelang waktu berbuka puasa, cukup mengejutkan Meidina. Selama beberapa bulan ibu mertuanya yang menghilang tanpa jejak dan tak pernah terdengar kabar beritanya tiba-tiba saja muncul di depan pintu kontrakannya. Perempuan berstatus janda itu merasa lega, ibu mertuanya dalam keadaan baik-baik saja. Namun, kehadiran Bu Wiwik juga membuat Meidina merasa risau karena perempuan paruh baya itu selalu saja membuat masalah. Setiap berada di dekat ibu mertuanya Meidina selalu merasa terintimidasi dan tidak tenang. Perempuan paruh baya itu seorang trouble maker, pembuat masalah.Lidah ibu mertuanya setajam silet yang siap merobek hati Meidina yang lembek dan rapuh. Nyinyiran, cibiran, hinaan, dan tuduhan dari perempuan paruh baya itu membuat selera makannya hilang. Ia cukup meneguk teh hangat untuk membatalkan puasanya.Ayara dan Bimo juga tampak ketakutan dan tidak nyaman dengan kehadiran neneknya yang jarang menegur cucunya. Sekalinya me
Bab 16 Masa Lalu Adyatama "Iya, makanya aku menahan diri untuk tidak mengetuk pintu kontrakanmu, Mei. Padahal aku sangat ingin mengunjungimu setiap hari. Aku ingin kita bisa dekat dan akrab seperti dulu sebelum kamu nikah. Namun, aku juga bisa memahami statusmu yang sekarang," ucap Alfin seraya menatap lekat wajah sendu perempuan yang masih ia cintanya hingga saat ini.Ditatap seintens itu membuat Meidina merasa malu. Perempuan berkerudung biru tua itu menunduk untuk menghindari tatapan mata Alfin. "Makasih untuk pengertiannya, Fin. Kamu memang sahabat terbaikku. Aku pamit dulu, ya." Meidina bangkit dari duduknya lalu melangkah pergi.Alfin sedikit kecewa, Meidina masih saja menganggap dirinya sebagai sahabat, teman masa kecilnya. Padahal ia menginginkan perempuan itu melihatnya sebagai sosok lelaki dewasa. Namun, ia pun tak bisa memaksakan perasaannya. Cinta tak bisa dipaksakan. Tak selamanya juga cinta tumbuh karena terbiasa. Mungkin karena sudah terbiasa bersama, perasaan Meidina
Bab 17 Pencarian Jejak Masa Lalu"Setelah menyerahkan bayi itu kepada Rusdi, Papa sudah tidak pernah bertemu dia lagi," ucap Opanya Radeva dengan penuh penyesalan, hingga wajah keriput pria tua itu banjir dengan air mata. "Sekali lagi maafkan Papamu yang kejam ini, Tama."Adyatama masih tergugu. Pria paruh baya itu begitu tergoncang jiwanya. Ia sangat kecewa dengan tindakan papanya yang sudah di luar batas, sudah memisahkan dirinya dengan anak kandungnya selama tiga puluh dua tahun lamanya. Gimana kehidupan anak itu? Apakah anaknya hidup bahagia atau menderita? Perasaan Adyatama campur aduk."Aku akan bantu mencari kakakku, Pah," janji Radeva untuk menghibur papanya yang tampak begitu terpuruk. Bahu Adyatama berguncang hebat, tangisnya belum juga mereda. Terdengar pilu menyayat hati."Papa tenang saja, kita pasti bisa menemukannya." Maharani menepuk-nepuk bahu suaminya turut menghibur dan menguatkan.Kenyataan bahwa anaknya yang terlahir di luar nikah ternyata masih hidup membuat Ad