“Bu Sari, nyuruh aku sembunyi.”“Kenapa?”“Itu Pak masalahnya, aku gak tau pasti,” ucapku lirih. “Ibu Sari ada bilang apa lagi?” Inggit hanya menggeleng. Pria itu mencoba menenangkan Inggit dengan mengelus pelan pundaknya. Ada sedikit rasa tertolong karenanya. Tak lama kemudian, seorang perawat keluar dari ruangan ICU. Perawat itu mengabarkan bahwa keadaan Ibu Sari mulai membaik. Hanya, memang masih butuh perawatan, sehingga harus menginap untuk beberapa waktu ke depan. “Tenang, Bu... Ibu tidak boleh banyak gerak dulu,” ucap seorang dokter yang kemudian menyusul keluar. “Terima kasih, Dok,” seru Inggit yang baru saja tiba. Dokter hanya membalas anggukan dan pamit berlalu. Inggit dan pria paruh baya itu menghampiri keadaan Ibu Sari. Dan Ibu Sari sempat bercerita singkat tentang tragedi yang sedang menimpa ini adalah suruhan Arya. Arya yang sudah mengetahui bahwa Inggi
Tak jauh dari Inggit berdiri, mobil berhenti mendadak.“Dia pingsan.” Temannya ikut melihat wanita itu dari spion mobil. Mengerling jengah! Tentunya sangat malas mengikuti pola pikir Agam yang terlalu manusiawi. “Waktu....”Agam tetap setia menginjak pedal rem mobilnya. Sementara terlihat jelas lelaki yang ada di sebelahnya, tidak ingin membuang waktunya hanya untuk menolong wanita yang dianggap gila itu. “Emang Inggit itu siapa? Apa kamu mengenal nama itu?”“Hah, sudah tidak usah mengulik masa lalu seseorang, di sana ada luka yang cukup dalam. Sangat kentara menyakitkan.”Teman Agam tersenyum remeh, “Malah, puitis.”Mau tidak mau, Agam melaju dengan kecepatan pelan. “Waktu, Gam! Rapat tentang membuka cabang kedai akan segera di mulai, apa kamu mau membuang kesempatan ini!”Agam masih terpikir bila itu benar Inggit. Meskipun bukan Inggit, hatinya sangat berat bila tak menolong, meni
Pisau yang ingin tertancap di dada Inggit semakin menekan. Untungnya, Agam terlebih dulu mendorong tubuh Inggit dan melepaskan pisau itu. PRANG!Agam segera menjauhkan pisau itu dengan bantuan kakinya. Agam memeluk erat tubuh Inggit yang rapuh. “Baiklah! Aku percaya. Aku akan membantumu. Aku mohon jangan seperti ini. Inggit yang aku kenal tidak mudah patah semangat.”Nafas Inggit tersengal. Walau dadanya terasa sakit, tapi usahanya membuahkan hasil. Ia berhasil membuat Agam percaya. Akting Inggit tak sampai di sini, dirinya langsung berpura-pura pingsan, dan menjatuhkan tubuhnya di dada Agam. Agam yang sigap, langsung menuntun tubuh Inggit ke ranjang. Lalu, berlari menuju pintu. Dia berteriak meminta tolong kepada dokter. Inggit tersenyum senang menatap punggung Agam. Semua sudah Inggit rencanakan dengan matang. Dia akan membalas setiap luka dari Arya. Ia tak bodoh seperti dulu, terlalu baik untuk melupakan
Kamar hotel menjadi saksi bisu pertumpahan itu terjadi, teriakan demi teriakan semakin menguar di seluruh ruangan. Tanpa ingat istri Arya bergumul dengan seorang wanita. Mereka saling menyentuh, saling melenguh, merengkuh nikmat. Namun, saat akan mencapai puncak pelepasan impian, ponsel tiba-tiba berbunyi, mengganggu dua insan yang sedang mengadu asmara.Laki-laki itu terpaksa menerima panggilan tersebut, ia takut kalau ternyata penting. Apalagi ia baru saja diangkat menjadi HRD. “Sial!” gumam lelaki tersebut menatap layar ponsel tertera nama istrinya. “Mas Arya ke mana kok belum pulang sih!” Terdengar suara melengking dari ponsel Arya, membuat yang mendengar menutup telinga. "Siapa Mas?" bisik wanita yang berada di sampingnya bergerak tak ingin melepaskan tautan mereka, tak berniat untuk menyudahi melainkan wanita itu mencari kepuasan lain. "Inggit, istriku," bisik Arya yang tak lain seperti kucing nakal, bercinta sana sini sesuka hati!Bodohnya si Inggit selalu menolak kebenaran
“Wah, Apa benar kamu pandai di ranjang?” selidik Agam, dengan isi kepala membayangkan wanita berambut panjang, yang memiliki lekuk tubuh berisi seperti payudara Kim Kardashian dan perut rata Michelle Keegan yang ada di hadapannya. Agam menatap Inggit. Di sisi lain ada perasaan senang dengan keadaan temannya ini. Inggit mendesah berat, bingung untuk mengutarakan kalimat dan apa yang harus ia lakukan setelah ini. “Aku percaya sih, kalau kamu hebat kikuk kikuknya.” Agam menatap Inggit dengan buas. “Udah, deh! Kok jadi bahas itu.” “Cerai aja sudah.” Agam kembali membumbui. Inggit semakin gelisah, sedikit membenarkan kata-kata temannya ini. “Tapi, lebih baik aku liat permainannya dulu sampai mana.” “Permainan apa? Permainan kikuk kikuknya?” “Iih, kamu kok jadi genit gituu, gak jelas!” Inggit mencubit pelan lengan Agam. “Duh, duh, duh, cubit aja gak apa-apa, gue ikhlas. Jangankan di cubit, diapain aja rela.” “Aku udah punya suami,” ujar Inggit memoncongkan bibir. Seketika Inggit
Inggit mengusap wajahnya kasar prustasi. “Hah, sudahlah ... aku gak ada waktu.” “Oke, aku pergi! Tapi, setelah ini kamu akan melihat bahwa suamimu sedang bercumbu dengan wanita lain, dan kamu akan menangis, dan akhirnya menelepon aku kembali. Salam celana dalam. Bye!” Agam memasang kembali helmnya dan menyalakan mesin motornya, meninggalkan Inggit yang terdiam terpaku. Lagi-lagi Inggit mengusap wajahnya secara kasar. “Kayak peramal aja dia! Apa dia sekarang sudah menjadi peramal? Hah, kenapa juga harus memikirkan dia lebih, lupakan itu,” gumam Inggit melangkahkan kakinya. Inggit mulai mengendap-endap mencari tempat duduk yang aman, ia melihat salah satu sofa, dan duduk di sana. Sambil terus mengamati suaminya. Ia seakan enggan untuk membuntuti suaminya, karena ia enggan menerima kenyataan. Namun, rasa penasaran mendorong dirinya untuk tetap bersikukuh untuk menjadi mata-mata dadakan. “Maaf, bisa saya tahu di mana kamar Pak Arya dan calon istrinya? Kebetulan kami sudah janjian unt
Arya menarik pinggang Inggit merapatkan tubuhnya. “Utututu ... masa sih ngiris bawang. Pekerjaan kantor mulai menumpuk, dan ada masalah yang sering membuat meeting dadakan. Jadi, maaf kalau akhir-akhir ini belum bisa mencintaimu sepenuhnya. Soalnya harus jaga stamina untuk menyelesaikan proyek lemburan dan meeting.” ‘Stamina untuk lemburan dan meeting atau buat memuaskan selingkuhanmu mas!’ batin Inggit. Inggit tersenyum kecut. Tentu saja batinnya benar. Suaminya sedang butuh stamina lebih, untuk menggarap selingkuhannya. Dasar lelaki! Hidung kelabang. Ehk, belang! “Iyaa, gak apa kok. Yang penting mas sehat aja udah alhamdulillah.” ‘Sial! Kenapa bisa aku menjadi wanita polos. Tidak bisa mengungkapkan bahwa dirinya sudah selingkuh! Dasar lelaki setan, yang penuh dengan tipu daya!’ ** Inggit membuka matanya, tangannya ingin bergerak meraba sebelahnya akan tetapi sudah tak ada. Dilirik jam yang ada di dinding, masih jam setengah enam pagi. “Apakah rajin dalam bekerjanya selama ini,
“Di mana, mana hatiku senang.”“Jangan bercanda deh, kamu!” Inggit membentak. “Iya udah aktifin kamera kalau kamu tidak percaya.”Inggit mengernyit. Seketika pikirannya curiga karena Agam orangnya sering nyeleneh. “Tapi jangan nunjukin yang macem-macem ya! Nanti kamu kayak oknum yang gak bertanggungjawab itu? Tiba-tiba VC, langsung nunjukin kemaluan.”Agam tertawa lepas. “Iya enggak lah, emang aku lelaki apaan. Aku jomblo gini masih punya harga diri kali. Tapi kalau kamu mau liat ya gak apa?” guraunya. “Iihh, kamu ....”“Mau liat enggak?” “Liat apa?”“Gimana sih kamu! Hah, dari dulu kamu itu memang rada bego.” Agam mengaktifkan kamera untuk beralih panggilan video. Terlihat di layar ponsel Inggit, lelaki yang ia sayang menggandeng wanita lain. Sangat wajar apabila Inggit kesulitan melihat sisi terang atau sisi positif dalam kepelikan atau persoalan yang sedang ia hadapi. Apalagi jika permasalahan yang ia hadapi tersebut sampai membuat hatinya ‘hancur’ berkeping-keping, menjadi par