“Assalamualaikum.” Suara Mas Harun terdengar memasuki rumah saat jam sudah menunjukkan jam setengah enam pagi. Ibu mertua berjalan di belakangnya dengan wajah datar. Pasti mereka sudah sarapan dulu di rumah Mbak Wulan sebelum datang kesini. Terlihat dari rantang makanan yang ia serahkan padaku.“Waalaikumsalam.”Seperti biasa aku akan menyalami tangan Mas Harun dan Ibu. Walaupun hanya di sambut angin lalu karena Ibu segera masuk ke dalam kamar. Sekali lagi Ibuku terpaksa masuk ke dalam kamar kecil di dekat dapur selama suami dan Ibu mertuaku tinggal di rumah ini. Aku mengikuti Mas Harun masuk ke dalam kamar untuk meletakan kopernya. Meletakan sejenak rantang makanan di atas meja.“Aku langsung berangkat ke kantor dulu. Ada rapat sama pimpinan.” Ujar Mas Harun yang tetap acuh padaku. Sikap dinginnya yang tidak lagi melukai hatiku. Karena rasa cinta yang ada dalam dada sudah hilang.Pura-pura kupasang wajah sedih untuk menarik perhatiannya. “Apa kamu tidak mau sarapan dulu denganku mas
Ibu sudah meloncat-loncat di kamar seperti anak kecil.. Girang melihat uang sebanyak ini ada di dalam koper. Aku segera menahan tangan Ibu agar Bu Desi tidak mendengar keributan di kamar ini. Paham dengan maksudku, Ibu kembali duduk di tepi tempat tidur. Dengan senyum yang masih merekah dari bibirnya. Begitu juga denganku. Berusaha menekan kegembiraan agar tidak berteriak seperti orang gila."Uang ini cukup untuk bayar semua hutang di bank Ray. Mudah-mudahan juga sisa banyak untuk melunasi hutang Ibu. Membeli rumah sederhana dulu agar bisa membawa kedua adikmu tinggal bersama kita. Lalu,""Bu." Segera kuhentikan agar Ibu tidak bicara lagi. Kami perlu menenangkan diri sejenak agar tidak terlalu kentara saat keluar dan di lihat oleh Bu Desi dan anak-anaknya nanti. “Sssttt. Jangan bicara keras-keras Bu. Kita hitung dulu uangnya sejumlah hutangku di bank. Kalau cukup akan langsung aku bayar hari ini juga. Mumpung bank belum tutup. Kalau waktu kita habis, akan aku bawa koper ini pulang ke
Tidak sulit untuk memberikan kepuasan pada Mas Ardi. Baginya kepuasan di bagian bawah adalah hal yang terpenting. Hanya satu saja syarat darinya yang harus kupenuhi yaitu menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan jika kami tidak terkena penyakit kelamin. Syarat yang mudah bagiku. Tidak masalah karena aku memang tidak pernah berhubungan dengan sembarang laki-laki. Satu-satunya pria yang pernah berhubunyan denganku sebelum Mas Ardi, hanyalah Mas Harun. Itu saja setelah kami mengincarnya agar bisa merebut harta Mbak Wulan. Walaupun harus berakhir dengan kegagalan.Di kota kecil tempat kami tinggal tidak ada lokalisasi yang membuat para pria beristri hanya menyalurkam hasrat pada selingkuhan. Seperti yang di lakukan Mas Ardi. Di sisi lain aku juga yakin jika Mas Ardi bukan tipe pria yang suka jajan sembarangan dengan tidur bersama banyak wanita. Kadena dia tipe pria yang sangat menjaga kesehatan dengan rutin melakukan medical check up secara berkala di rumah sakit langganannya.“Ba
POV Desi“Bu May aku boleh tanya sesuatu nggak?” Tanyaku pada wanita paruh baya itu saat dia sedang menyapu lantai dapur. Kepalanya menoleh dengan wajah cemas mendengar pertanyaanku barusan. Padahal aku belum bertanya pada pertanyaan inti yang akan aku sampaikan.Sepertinya Bu May sudah tahu tentang keberadaan hp Mas Ardi yang aku masukan ke dalam tasnya. Hanya saja sampai hari ini dia memang tidak pernah memberikan hp itu padaku atau pada Mas Ardi. Mungkin saja karena Bu May dan Raya penasaran dengan isi handphone itu yang jelas-jelas menampilkan wajah Mas Ardi dan Sarah. Entah apa yang membat Raya dan Bu May tetap menyimpan hp itu. Padahal mereka tidak akan bisa membuka apalagi membajak isinya seperti yang sudah di lakukan oleh Wulan. Bukankah mengembalikan hp itu lebih cepat akan jadi lebih baik?“Boleh Bu. Mau tanya apa?” Tanya Bu May setelah kegugupannya reda. Meski begitu Bu May tidak berani menatap wajahku. Pandangannya terus tertuju pada lantai yang masih kotor karena belum se
Jarum jam sudah menunjukkan jam setengah delapan malam saat bel rumah berdenting beberapa kali. Aku yang memang sedang menunggu di ruang tengah lantai satu segera beranjak menuju ke pintu depan. Begitu pintu terbuka sudah terlihat sosok Ratna yang menunggu. Aku akam menitipkan barang-barangku padanya untuk di bawa lebih dulu ke rumah kontrakan. "Dua kopermu yang mau di bawa ke Yogyakarta sudah siap Des?" Tanya Ratna lalu masuk mengikuti menuju ruang tengah. Dimana dua koper itu berada. "Sudah. Untuk koper terakhir baru akan aku bawa besok ke rumah Wulan." Kataku lalu mengajaknya keluar. Aku tidak ingin terlalu lama menahan Ratna agar tidak menghambat perjalanan sahabatku dan keluarganya malam ini. Mereka memang berangkat pada malam hari dengan alasan agar bisa nyaman berkendara karena jalanan yang lebih sepi. Kami berdua membawa masing-masing satu koper untuk di tangan untuk di masukan dalam bagasi mobil Ratna. Aku menyapa suami Ratna sejenak untuk minta maaf dan terima kasih karena
Aku terbangun saat mendengar suara mobil yang memasuki gerbang. Mobil masuk lalu pintu pagar di tutup lagi. Setelah itu aku mendengar pintu garasi yang terbuka. Sama seperti sebelumnya, pintu garasi kembali di tutup setelah mobil masuk. Mungkin Mas Ardi sudah pulang dari liburannya di Bali. Jarum jam di dinding sudah menunjukkan setengah dua belas malam. Mataku kembali terpejam untuk pura-pura tidur. Aku sedang malas untuk bicara dengannya.“Apa nggak masalah kalau aku menginap di rumah ini mas? Bagaimana kalau besok kita bangun kesiangan hingga aku tidak bisa pulang sebelum Bu Desi dan anak-anakmu bangun?” Itu suara Raya yang sedang bertanya pada Mas Ardi dengan suara berbisik. Meskipun begitu aku masih bisa mendengar dengan jelas suaranya karena suasana rumah yang benar-benar hening. Apa mereka tidak tahu jika suara mereka terdengar begitu jelas di saat suasana rumah sedang sepi?“Aku yang akan mengalihkan perhatian Desi dan anak-anak saat mereka terbangun. Jadi, kamu bisa pergi den
Tubuhku terlonjak kaget saat ada yang menepuk bahu dari belakang. Segera kulepas earphone dan mematikan hp. Kuatur nafas yang menderu karena gugup. Dadaku masih berdegup kencang. Membayangkan jika orang yang berdiri di belakangku adalah Mas Ardi. Bisa saja dia keluar dari kamar untuk mencariku lalu tidak sengaja melihatku yang sedang menonton rekaman kamera CCTV. Membuatnya jadi tahu jika selama ini aku sudah memata-matainya dan tahu semua rencana busuknya. Jika sudah begitu maka Mas Ardi akan tahu jika aku tidak sepolos yang dia bayangkan. Aku belum berani menoleh untuk melihat siapa yang sudah menepuk bahuku.“Ibu lagi dengerin apa sih? Serius banget. Terus kenapa ekpresi wajah Ibu jadi ketakutan seperti itu?” Suara Salwa yang terdengar membuatku menghela nafas lega. Aku membalikan badan pada putri keduaku yang tengah duduk setelah mengambil air minum dari dispenser. Ekpresi wajahnya masih heran sambil menatap ke arahku. Alhamdulillah bukan Mas Ardi seperti yang sudah aku bayangkan
Sampai waktu sudah beranjak sore, Mas Ardi belum pulang juga ke rumah. Tidak seperti biasanya dia seperti ini. Walaupun sudah berselingkuh dengan Sarah, Mas Ardi akan pulang tepat waktu ke rumah untuk istirahat dan meluangkan waktu bermain game. Dia bisa mengatur sendiri pertemuannya dengan Sarah di kantor. Jadi ini pasti ada hubungannya dengan Raya. Segera kubuka hp untuk melihat percakapan di wanya melalui hpku. Rupanya Mas Ardi menghabiskan waktu di hotel bersama Raya. Sesuai dengan dugaanku. Pantas saja dia tidak pulang siang ini untuk sekedar bermain game. Jam tiga sore Mas Ardi pergi ke kota sebelah untuk bertemu dengan keluarga Sarah. Benar-benar kehidupan yang sangat sibuk karena harus mengencani dua wanita sekaligus di belakang istri sah. Tanpa Mas Ardi sadari aku sudah mengetahui semuanya.Aku sedang sibuk di lantai dua untuk menemani anak-anak bermain sambil menonton TV. Hanya ada kami berenam di rumah ini. Bu May juga sudah pulang sejak jam lima sore. Membuatku dan anak-an