Share

Bukan Pembantu

“Om, ini punggungnya basah berarti?” Cheryl mentap Dirga dengan tatapan yang cukup serius, dia masih ingat dengan apa yang sudah terjadi sebelumnya.

Dirga melirik ke arah belakang yang sebenarnya tidak terlihat, tapi cukup terasa basahnya.

“Kenapa Om malah melindungi saya tadi?” Cheryl merasa kebingungan dengan hal ini.

“Mereka keterlaluan,” sahut Dirga yang merasa tidak senang dengan apa yang mereka lakukan.

Secara perlahan Cheryl melepaskan jas yang Dirga gunakan sampai terlihat jelas kalau kemeja putih yang Dirga gunakan sudah berubah kotor oleh cokelat yang sudah disiramkan dan Cheryl menarik napasnya dengan cukup dalam, karena melihat bentuk punggung Dirga.

“Saya bersihin boleh Om?”

Bukannya melarang, dengan santai Dirga membuka kancing kemeja, hingga kemudian Dirga menurunkan kemejanya dan membuat Cheryl melihat dengan jelas bagian punggung Dirga yang pernah dia elus-elus malam itu.

Punggung yang terlihat kekar itu membuat Cheryl menelan salivanya dengan cukup kasar, hingga kemudian dia menarik napasnya dengan begitu panjang. “Om, bentar ya mau ambil handuk kecil sama air. Di mana itu?”

“Ada di kamar mandi, pakai saja.”

Setelah itu Cheryl melangkahkan kaki untuk mengambil apa yang dia butuhkan, hingga kemudian dia kembali ke arah di mana seorang pria tengah duduk tanpa menggunakan atasan.

“Maaf ya Om,” ucap Cheryl yang kemudian dia langsung mengelap punggung Dirga dengan cukup baik, bahkan secara pelan-pelan sampai kemudian dia terbengong karena melihat sesuatu.

“Om, ini bekas luka apaan?” tanya Cheryl sambil memegangi goresan luka yang cukup panjang dan saat melihat bekas lukanya, dia yakin kalau sebelumnya luka itu begitu dalam.

Tidak ada jawaban yang Dirga berikan tidak membuat Cheryl kembali mengajukan pertanyaan, dia hanya memilih untuk diam sampai kamudian dia melanjutkan kegiatannya.

“Om, kerasa gak sih panas? Ini punggung Om saja semerah ini. Lain kali jangan seperti ini ya Om, saya gak mau kalau sampai Om terluka hanya karena Om melindungi saya.” Cheryl merasa tidak enak.

“Lain kali, lindungi diri kamu, agar saya tidak harus melindungi diri kamu.”

Kalimat itu membuat Cheryl terdiam, dia kemudian menunduk dan melanjutkan kegiatannya, tapi tidak lama dari itu Dirga mengalihkan pandangannya.

“Tidak seharusnya kamu menuruti apa yang mereka katakan, karena kamu bekerja bukan untuk mereka, tugas kamu hanya mengurus El!” tekan Dirga.

“Ya maaf Om,” ucap Cheryl yang sudah tidak ingin berdebat apa pun lagi.

***

“Dirga! Dirga! Tante ingin berbicara dengan kamu!”

Mendengar kalimat itu membuat Dirga menghentikan langkah kakinya, hanya saja dia tidak ingin berbalik badan, sehingga dia membiarkan orang yang merupakan Tantenya berjalan ke hadapannya.

“Mau ke mana kamu?” tanya Lani dengan menggunakan nada bicara yang sangat serius.

“Ke mana pun saya pergi, bukan urusan Tante.”

Kening Lani mengernyit penuh dengan tanda tanya. “Saya bicara serius dengan kamu! Kenapa kamu jawab seperti ini, apa kamu marah pada saya atas apa yang sudah saya dan anak saya lakukan pada pembantu kamu ini?”

“Dia bukan pembantu!” tekan Dirga dengan raut wajah yang penuh dengan amarah.

“Kalau dia bukan pembantu, terus dia apa? Kenapa dia bisa ada di Rumah ini?”

“Dia Babysitter!”

Lani masih pusing dengan hal ini. “Terserah lah, hanya saja saya pusing, kenapa kamu sampai semarah ini sampai tidak menghargai keberadaan saya, padahal saya datang jauh-jauh untuk bertemu dengan kamu dan juga ingin menjenguk El!”

“Malam, waktunya El istirahat, jangan ganggu dia.”

“Ya kalau begitu saya ingin berbicara dengan kamu, terus sekarang kamu mau pergi ke mana?” Lani masih penasaran dengan tujuan Dirga sekarang.

“Pergi.”

Jawaban yang sangat singkat itu membuat Lani dan juga Cheryl terdiam, karena sebenarnya Cheryl juga merasa tidak menyangka kalau Dirga akan sedingin ini, padahal berhadapan dengan bagian keluarganya.

Merasa sudah tidak ingin berbicara, membuat Dirga dengan seketika melangkahkan kaki yang membuat Cheryl juga ikut melangkah.

“Dirga, jangan bilang kalau kamu mau mengantarkan perempuan itu?”

“Ya!” sebuah jawaban yang sangat jujur Dirga berikan.

“Kalau dia hanya babysitter, kenapa kamu sampai mau mengantarkan dia? Kalian mau pergi ke mana? Kenapa kamu pergi bersama dengan babysitter?”

Tidak ada jawaban yang Dirga berikan, dia terus melangkahkan kaki bersama dengan Cheryl, bahkan saat Cheryl melangkah lambat, membuat Dirga menarik tangan Cheryl kemudian masuk ke mobil.

“Om, kok punya keluarga yang kayak gitu?” tanya Cheryl dengan raut wajah yang terlihat cukup berhati-hati.

“Bukan saya yang menciptakan,” timpal Dirga dengan menggunakan nada bicara yang datar.

“Oh ya, kalau tuh orang sampai gangguin El gimana? Kenapa Om malah meninggalkan El?” Cheryl menjadi terpikirkan akan keadaan El nantinya.

“Tidak akan ada yang mengganggu El,” jawab Dirga penuh dengan rasa yakin.

“Mereka saja berani mengganggu saya, kenapa Om bisa yakin kalau mereka tidak akan mengganggu El?”

“Dia tahu El dari kecil, tidak seperti kamu yang baru bertemu sekarang.”

Cheryl masih merasa kebingungan dengan hal ini, sehingga kerutan di wajahnya belum usai.

“Sudah, tidak perlu mengkhawatirkan El, dia tidak akan diganggu.”

Di saat Cheryl mencoba untuk santai dengan pandangan yang dia fokuskan ke depan, kemudian tangan Dirga secara perlahan menarik kepalanya sampai akhirnya bersender di bahunya.

“Eh Om, apa gak keberatan?”

“Tenang saja.” Dirga menjawab dengan penuh kelembutan, hingga kemudian terasa jelas kalau tangan Dirga tengah mengelus-elus kepalanya dan elusannya membuat Cheryl merasakan sebuah rasa tenang.

Suasana di dalam mobil ini awalnya hening sampai kemudian terdengar suara krubuk yang cukup jelas dan Dirga menjadi menatap Cheryl dengan tanda tanya. “Kamu lapar?”

Cheryl tertawa kecil atas suara yang sudah perutnya timbulkan. “Hehe, belum sempet makan, tadi gak ikut makan sama El.”

“Pak, berhenti di Restoran depan.”

Mendengar kalimat itu membuat Cheryl dengan seketika bangkit dari posisi bersandarnya, dia manatap Dirga dengan begitu serius. “Lah, siapa yang bilang mau makan?”

“Orang lapar itu pasti mau makan,” sahut Dirga enteng.

“Ya tapi kan ... saya tidak mengatakan kalau saya ingin makan di Restoran Om, karena saya bisa makan nanti di Rumah.”

“Tidak papa, sekarang saja, agar kamu tidak perlu repot nantinya.”

Sikap baik Dirga membuat Cheryl terdiam, dia menatap Dirga dengan tatapan yang begitu dalam, karena Dirga yang tengah berhadapan dengannya jauhh berbeda dengan Dirga yang penuh amarah sebelumnya.

“Om,” panggil Cheryl sambil terus berpikir.

“Ya?”

“Kenapa saya ngerasa kalau sikap Om itu berbeda ya pada saat bersama dengan saya?”

Bukannya memberikan sebuah jawaban, Dirga malah mengukirkan senyuman kecilnya.

“Kenapa bisa seperti itu Om?”

“Menurut kamu?” Dirga membiarkan Cheryl berpikir akan hal ini.

Pikiran Cheryl sudah tertuju pada sesuatu hal, hanya saja dia merasa kebingungan bagaimana mengutarakannya, tapi rasa yakin dalam dirinya cukup besar.

“Om, gak mungkin kan kalau semua ini Om lakukan, karena Om sayang pada saya?”

Tatapan Cheryl semakin serius kala menatap Dirga, dia menunggu jawaban yang akan Dirga ucapkan, apalagi saat melihat senyuman yang kembali terukir di bibir Dirga yang tidak bisa dibohongi kalau dia menyukainya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status