Share

Bab. 2 Mengapa Semua Ini Harus Terjadi

Di dalam mobil berkaca gelap. Sepasang pria dan wanita kembali mengenakan pakaiannya secara asal. Mereka berdua tertidur di kursi belakang setelah merasa kelelahan.

Sebelum fajar menyingsing, wanita lugu itu membuka mata secara perlahan. Namun, penglihatanya seperti berbayang dan berputar. Kedua tangan meremas kepala yang masih terasa pening.

Luna sedikit beranjak dari sandarannya, mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Matanya mengernyit seraya mengingat kejadian semalam. Namun, mata kecoklatan itu mendadak terbelalak, saat samar-samar adegan semalam melintas di benaknya.

Benar saja, Luna tersentak ketika melihat sosok pria tampan yang tak lain adalah suami dari sahabatnya tengah tertidur di sampingnya.

Spontan, wanita itu membentak. "Rayyan?! Apa yang sudah kamu lakukan?!"

Mendengar suara bernada tinggi, Rayyanza terbangun. "Luna, kamu ...?"

PLAAAAK!!

Sebuah tamparan mendarat dengan sempurna di pipi pria tampan itu. Rayyanza langsung terperanjat. Ia merasa kaget dan langsung memegangi pipinya yang terasa berdenyut nyeri. Seumur hidup, baru kali ini ia merasakan tamparan di wajahnya.

Rayyanza melihat ke arah bawah bagian tubuhnya sendiri. Ia langsung membenahi celananya yang tidak tertutup dengan benar.

"Luna, aku-!" Belum selesai pria itu berkata, Luna langsung mencoba membuka pintu mobil.

"Tunggu Luna, kita bisa bicara baik-baik" cegah Rayyanza ketika wanita yang ada di sampingnya berusaha keluar dari mobilnya.

"Kamu mau bicara apa, hah? Kamu benar-benar sudah gila! Dasar brengsek kamu, Rayyan!" maki Luna memukul-mukul dada bidang Rayyanza.

"Tapi-, semalam kita sama-sama mabuk! Ini benar-benar diluar kendaliku!"

Luna terdiam. Memegangi kepalanya yang masih terasa pening.

"Kamu itu suami sahabatku. Aku tidak bisa membayangkan jika sampai Amanda tau apa yang sudah kita lakukan!"

Seketika, penglihatanya menjadi buram, akibat air yang mulai mengumpul di pelupuk matanya. Hingga akhirnya, genangan itu jatuh menganak sungai di pipi mulusnya.

"Maafkan aku, Luna! Aku akan bertanggung jawab!" ucap Rayyanza seraya menyeka air mata wanita lugu itu.

Luna mendengus kasar. "Apa ...? Apa aku tidak salah dengar? Tanggung jawab seperti apa yang akan kamu berikan untukku, hah?!"

"Aku akan menceraikan Amanda, lalu menikahimu!"

"Kamu benar-benar sudah gila Rayyan!" sentak Luna. "Aku mau pulang!" Luna kembali mencoba membuka pintu mobil.

"Tunggu, Luna! jangan pergi!" Rayyanza kembali menarik tangan luna. Namun, wanita itu menghempaskan cekalan tangan Rayyanza dengan kasar.

"Dengar Luna! Aku menikahi Manda karena terpaksa. Sebenarnya, perasaanku padamu tidak pernah hilang," tutur pria tampan bertubuh atletis itu.

Mendengar pengakuan Rayyanza, Luna tersenyum miring. Rasanya ingin sekali wanita itu menampar pipi Rayyanza tanpa henti agar ia tersadar dari kebodohannya.

Luna benar-benar marah. Ia tak peduli dengan pengakuan Rayyanza. Ia mencoba membuka kembali pintu mobilnya. Namun, tangan Pria itu langsung menahannya.

"Lepas! Aku bilang, lepas!" sentak wanita itu berusaha melepaskan cengkraman tangan Rayyanza.

"Luna, pliiiiss ...! Aku mohon Luna," ucap Rayyanza dengan wajah memelas.

"Lepas! Atau aku akan berteriak!" Luna merasa sudah sangat murka menghadapi suami sahabatnya itu.

Dengan ragu, Rayyanza melepaskan genggaman tangannya. Wanita itu pun keluar dari mobil, berjalan dengan sedikit sempoyongan. Menahan pening dan perih di area intinya.

Luna berjalan hingga menemukan tempat pemberhentian bus. Ia duduk menunggu bus dengan pikiran yang sangat kacau.

Rayyanza masih terdiam di dalam mobil. Merenungi tindakan bodohnya yang tega merenggut kesucian wanita yang sudah sejak lama ia cintai. Pria yang tidak mengenakan baju atasan itu menoleh ke arah celana jeans berwarna blue wash yang ia kenakan. Di celana itu terdapat bercak merah milik Luna.

"Benar! Dia masih perawan!" gumamnya.

Baru kali ini ia merenggut kesucian seorang wanita. Karena, ketika pertamakali melakukannya dengan Amanda, istrinya itu mengakui jika dirinya sudah tidak perawan. Namun, Rayyanza samasekali tidak memedulikannya. Lagi pula, ia menikahi Amanda karena terpaksa.

Amanda Harumi Mukti, atau biasa dipanggil dengan sebutan Manda, adalah seorang anak dari pengusaha sukses yang tak lain adalah penanam saham terbesar di perusahaan milik Ayah Rayyanza.

Drrrrttt .... Drrrrrtt ....

Ponsel Rayyanza bergetar. Ia meraih benda pipih yang tergeletak di sebelah kursi kemudi.

"Hallo, Sayang! Kamu dimana? Dari semalam aku telpon kamu tapi tidak diangkat-angkat!" sapa suara wanita di seberang sana.

"Maaf, Sayang. Semalam aku lupa menyalakan deringnya. Aku tertidur di dalam mobil. Semalam terlalu banyak minum. Sekarang aku akan pulang. Tunggu ya, Sayang!" terang Rayyanza.

"Oke. Hati-hati, ya!" jawab Amanda.

Rayyanza meraih kaosnya yang menggantung di setir mobil. Kemudian, mengenakannya.

Ia membuka bagasi mobil mencari celana ganti yang biasa ia simpan untuk berjaga jika ada meeting dadakan bersama klien.

Beruntung, stock celana meeting itu masih tersimpan rapih terbungkus plastik laundry di dalam bagasi mobilnya. Dengan cepat, Ia mengganti celana yang terdapat bercak kemerahan itu dengan celana berbahan kain yang biasa ia gunakan untuk meeting.

Rayyanza menghidupkan mesin mobilnya. Mengemudi dengan hati yang tidak menentu. Di dalam perjalanan, ia mampir ke sebuah laundry di dekat rumahnya untuk mencuci celana jeans bekas pertempurannya agar Amanda tidak mencurigainya.

"Hai, Sayang. Kamu ini, malah membuat aku khawatir," tegur Amanda yang berdiri menyambut Rayyanza di ambang pintu.

"Maaf, Sayang. Semalam aku terlalu banyak minum," jawabnya seraya berjalan lurus menuju kamarnya.

Amanda yang masih berdiri di ambang pintu, memperhatikan suaminya yang terlihat kusut. Namun, ada satu hal yang mencuri perhatianya. Yaitu, celananya!

"Mengapa Rayan memakai celana berbahan kain? Kalau tidak salah, kemarin malam ia memakai setelan casual?" batin Amanda seraya mengingat ulang. Namun, ia juga lupa persisnya Rayyanza memakai celana yang mana.

****

BRUGH!!

Suara pintu kamar ditutup oleh wanita cantik yang baru saja tiba di rumahnya. Ia berdiri di balik pintu. Tubuhnya merosot hingga jatuh di atas lantai. Duduk dengan posisi memeluluk kedua lututnya.

Air mata yang sedari tadi sudah mendesak ingin keluar, akhirnya tumpah diiringi teriakan penuh emosi. "Brengsek kamu, Rayyan! Mengapa kamu melakukan itu padaku?" umpatnya.

Luna menarik kain pelapis kasur sembari menangis histeris. Untung saja di rumahnya sedang tidak ada Nikita. Adiknya itu tengah menginap di rumah sang bibi.

Kini, wanita itu mulai mengingat potongan kejadian yang terjadi semalam. Saat dengan gagahnya Rayyanza merampas mahkota miliknya.

"Mengapa ini harus terjadi?"

Luna benar-benar frustasi. Ia terus menangis, menyesali semuanya. Tetapi, sebesar apa pun peyesalan itu, tentu saja tidak akan bisa mengubah sesuatu yang telah terjadi.

Luna yang terkulai di lantai kamarnya segera bangkit. Kemudian, merangkak masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari sisa semalam. Namun, ia merasa kaget ketika menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Beberapa noda merah menghiasi leher jenjangnya.

"Benar-benar brengsek kamu Rayyan!" makinya sembari menangis tak terkendali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status