Share

Bab 4. Julian Scott Dawson

Wenny bangun dari duduknya begitu melihat pria tampan berdiri di depan pintu.

"Kak!" panggilnya dengan wajah sedikit cemas.

Pria itu tidak memperhatikan Wenny. Dia masuk dan menyalami Nirma, juga Astri. Astri terbengong-bengong menatap pria itu.

"Ini Kak Juan yang Wenny suka sebutkan itu? Oh, my God ..." batin Astri bicara. Melihat tampang pria itu, Astri ingat salah satu artis tampan asal negeri Paman Sam. Kakak Wenny keren abis!

"Aku Julian Scott Dawson, kakak Wenny. Minta maaf baru bisa datang siang ini," kata Julian. Suaranya enak didengar. Tidak berat, halus, dan menawan.

Melihat tampang dan bicaranya yang masih kental aksen Inggris meski dalam Bahasa, makin menambah satu poin lagi buat Julian di mata Astri. Dan Astri masih belum bisa beralih dari wajah tampan Julian.

"Terima kasih mau menyempatkan datang di waktu kerja seperti ini. Saya Nirma, guru BK di sekolah ini dan ini ..." Nirma menoleh pada Astri. "... Bu Astrina, Ibu Asrama Wenny."

"Oh, hai ..." Julian mengulurkan tangan pada Astri.

Astri menyambut tangan Julian. Besar dan kuat. Itu kesan yang Astri tangkap.

"Silakan duduk," kata Nirma.

Julian melepaskan tangan Astrina dan duduk di sebelah Wenny. Julian melihat Wenny dengan kedua alis mengkerut.

"Are you making another case?" ujar Julian pada adiknya. Dia tidak suka, Wenny kembali membuat ulah. Enak sekali aksennya didengar. Dugaan Astri benar, kakak Wenny lebih bagus bicara dengan bahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia.

Wenny tidak menjawab, dia mengangkat kedua bahunya, sedang bibirnya cemberut.

"Aku minta maaf, kalau Wenny harus ada di ruangan ini. Bisa dijelaskan kepada aku, apa yang dia telah buat?" Julian memandang Nirma lalu ke arah Astri.

"Baiklah, saya akan jelaskan Pak Dawson. Saya tidak ingin membuang banyak waktu Bapak. Jadi seperti ini ..." Nirma dengan cepat, ringkas, dan jelas menguraikan dari A sampai Z, apa yang terjadi antara Wenny dan temannya, Leni.

Julian memperhatikan dengan seksama. Dia sesekali melirik ke arah Wenny yang masih juga cemberut.

"Well ... I hope this is the last I come here and I have to fix your misbehavior (aku harap ini terakhr kali aku datang di sini dan aku harus memperbaiki sikap kamu)." Julian menatap tajam pada Wenny.

"I didn't mean it anyway. I just wanted ... (Aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya mau ...)"

"Enough, you don't need to defend yourself. Just take your responsible. If I find one more, one more trouble at school you make, I'll take you to Canada. (Cukup, kamu tidak perlu membela diri. Ambil tanggung jawab kamu. Jika aku menemukan satu kali lagi, satu kali lagi masalah di sekolah, aku akan mengirim kamu ke Kanada)," kata Julian mengancam Wenny.

"Kak, no way. Aku lebih suka Indo." Wenny makin kesal.

Julian tidak menyahut, dia kembali melihat pada dua guru Wenny.

"Sekali lagi aku minta maaf. Mohon bantuan Ibu berdua, untuk menolong Wenny. Aku sendiri, harus bekerja dan memang ... agak susah waktu memperhatikan Wenny," ucap Julian serius. Aksen Indonesianya terasa sedikit aneh, tapi tetap enak didengar.

"Mengenai HP itu, eh ... Leni? Aku akan ganti yang sama. Bisa aku bertemu dengan Leni?" Julian melanjutkan.

"Aihh, ngapain juga ketemu dia? Kakak ..." Wenny menghentakkan kakinya.

"Don't make any protest (Jangan protes)," tegas Julian bicara. Tatapannya masih mengandung ancaman.

Wenny tidak bisa lagi membantah. Nirma memanggil Leni. Gadis itu pun tidak lama muncul di ruang BK. Dia cukup kaget melihat kakak Wenny yang datang. Gadis muda itu sama seperti Astri, terpana dengan penampilan Julian yang tampan dan keren.

Saat Julian menjelaskan akan mengganti ponselnya, seperti bingung bersikap, justru Leni menolak.

"Ih, ga usah, Kak. Ga apa-apa. Nanti aku minta papa beli lagi aja. Ga masalah, kok. Wenny juga udah minta maaf," kata Leni.

Wenny mengerutkan kening dengan tingkah temannya yang menurutnya tidak sinkron itu. Nirma dan Astri juga merasa Leni jadi kikuk berhadapan dengan Julian.

"No, don't worry. Ini tanggung jawab Wenny. Dia yang akan mengganti, bukan aku," tukas Julian menegaskan.

"Kak, maksudnya gimana, sih?" Wenny jadi bingung.

"Sorry, I am not finished with Leni," jawab Julian. Dia balik melihat pada Leni. "Aku akan kirim HP yang sama seperti ini, paling lambat besok. Oke? Urusan yang lain aku akan selesaikan dengan Wenny. Aku pastikan Wenny tidak akan mengganggu kamu lagi."

"Kak, beneran, ga usah. Aku ga minta ganti juga, kok. Cuma kesal dikit sama Wenny," tolak Leni.

"Leni!" Astri memanggil. Gadis itu menoleh pada ibu asramanya. Astri melanjutkan, "Tidak ada alasan kamu menolak. Itu bukti tanggung jawab Wenny kepada kamu. Itu inti pertemuan kita. Wenny menyadari kesalahannya, kamu pun akan belajar memaafkan, dan bertindak lebih tepat kepada orang lain."

"Iya, Bu, baiklah," ucap Leni akhirnya.

Nirma menambahkan sedikit lagi nasihat pada dua murid itu, lalu meminta Leni dan Wenny meninggalkan ruangan karena mereka harus meneruskan kegiatan selanjutnya. Sementara Nirma juga undur diri, karena dia harus menjemput anaknya dari sekolah dasar.

Tinggal Astri dan Julian berdua. Julian merasa mendapat kesempatan yang baik sebab bisa berjumpa dengan ibu asrama Wenny.

"Ini momen baik kurasa. Aku senang, bisa bertemu Ibu ..." Julian belum mengingat nama Astri.

"Saya Astri." Astri memandang Julian. Tampan. Tampan yang unik. Paduan Indonesia dan Kanada yang indah di mata Astri. Lebih kuat sisi Kanada, bahkan Astri hampir yakin Julian seratus persen bule.

"Ibu asrama Wenny, benar?" Julian memastikan dia tidak salah mengenali.

"Ya, benar." Astri mengangguk.

"Jika tidak keberatan, aku ingin tahu seperti apa hidup di asrama? Bagaimana Wenny selama ini di antara teman-temannya?" Julia melanjutkan pertanyaannya.

Astri tersenyum. Dia mengangguk. Mulailah Astri bertutur. Julian tampak serius memperhatikan. Sesekali dia bertanya ini dan itu yang dia perlu penjelasan lebih. Astri dengan sabar menjawab, semaksimal mungkin membuat Julian paham tujuan dari semua aturan dan kegiatan yang dilakukan di sekolah.

"Cukup ketat. Murid laki-laki dan perempuan dijaga tidak mudah bergaul dekat, tidak memberi peluang mereka lupa belajar. It is good." Kesimpulan terakhir Julian.

"Benar. Masing-masing asrama ada pengawas. Di asrama putri, itu tanggung jawab saya, sedang di asrama putra, ada juga yang bertanggung jawab di sana." Astri kembali menegaskan.

"Hmm, aku tidak salah menye ... kolahkan Wenny di sini. Awalnya aku memilih dia berasrama karena aku tidak bisa mengawasi dia. So, aku berharap di sekolah ada guru dan teman, mereka akan menolong Wenny banyak. Really, thanks a lot for all." Julian tersenyum lega.

"You are welcome, Mr, Dawson," kata Astri menimpali.

"Aku harus pergi." Julian berdiri dan mengulurkan tangan.

Astri menerima tangan kuat pria tampan itu, mereka bersalaman. Julian berbalik dan menuju ke pintu. Astri hanya menatap saja, tapi rasa kagum mulai hadir di hati Astri terhadap pria itu.

"Well, sorry ..." Julian tiba-tiba berbalik.

"Yes, Sir?" Astri menyahut.

"Maybe ... aku bisa minta nomor Ibu Astri?" Julian kembali masuk beberapa langkah. "Aku bisa menghubungi sewaktu-waktu, jika kurasa perlu."

"Oh, ya, tentu." Dengan cepat Astri mengeluarkan ponsel.

Pertukaran nomor terjadi. Ada sesuatu mengalir di dada Astri. Girang, itu yang dia rasa.

"Thank you once more time. And see you ..." Julian melambai sambil tersenyum.

Astri terkesima. Senyum Julian membuat ketampanannya seolah naik level berlipat. Dengan dada berdebar-debar, mata Astri mengikuti ke mana Julian melangkah.

"Aku ga pernah kayak gini kalau ketemu cowok. Apa aku tertarik pada kakak Wenny?" bisik hati Astri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status