Share

Bab 6

"Gak apa-apa Nyonya, kapan-kapan aja." Dewi mendadak tak bersemangat, dia masih terbayang wajah Fras saat tadi dia melihatnya di dalam mobil mewah.

***

Jam dinding sudah menunjukan pukul sebelas malam, tapi gadis kecil bernama Zehra itu masih belum bisa tidur. Dia gelisah, berbalik ke kanan dan kiri sampai berpuluh kali.

Biasanya kalau di kampung, Zehra tidur dengan Mbah Asti, wanita tua itu akan menyanyikan lagu sebelum tidur atau berdongeng untuk Zehra sampai gadis kecil itu terlelap, tapi kali ini tidak ada yang bisa melakukannya, itulah sebabnya Zehra belum bisa tidur walau sudah larut malam.

Ditatapnya Dewi yang sudah terlelap di atas kasur, sementara Zehra hanya tidur di bawahnya dengan alas seadanya.

"Aduh pelut Cela lapel," ringis Zehra sambil memegangi perutnya.

Gadis kecil itu pun bangkit, gara-gara dia belum bisa tidur, akhirnya perut dia terasa lapar.

"Bagaimana Cela bisa matan?"

Zehra bingung sendiri, dia ingin membangunkan Dewi untuk minta tolong, tapi dipikirnya lagi berkali-kali sebab dia takut Dewi marah-marah lagi seperti biasanya.

"Cela tak boyeh bangunkan Mamah, takut Mamah malah yagi."

Akhirnya gadis itu kembali berbaring sambil memeluk boneka lusuh pemberian Mbah Asti. Gadis itu cukup pintar rupanya, boneka lusuh itu sebisanya ia pakai untuk mengganjal perutnya yang tengah lapar.

Jam terus berdetak, perut Zehra semakin lapar dan kini rasa hauspun tak terelakan. Zehra mencari ke sekeliling, barangkali di kamar itu ada air untuknya minum tapi nihil. Akhirnya walau ragu-ragu dan dengan penuh rasa takut, gadis kecil itu membangunkan Dewi.

"Maaah ... banun." Tangan kecilnya menggoyang-goyangkan tubuh Dewi yang terasa berat baginya.

"Mah banun Mah, Cela haus, pelut Cela uga lapal."

Dewi membuka matanya setengah.

"Apa sih?! Ganggu aja!" sentaknya.

"Cela haus, Maah."

"Haus haus, ambil sana sendiri!"

"Tapi Maah Cela tatuut."

"Ah bodo ah." Dewi menarik selimutnya lagi sambil berbalik membelakangi Zehra.

Zehra bergeming, air matanya tiba-tiba merembes, ia bingung harus bagaimana, padahal ia sangat haus dan lapar, tapi rumah ini adalah tempat baru baginya, tentu tak mudah mengambil sesuatu sendiri seperti yang selalu ia lakukan saat di rumah Mbah Asti.

"Cela halus belani, kata Mbah Asti Cela anak hebat." Gadis itu menyeka air matanya.

Rasa haus dan lapar membuat gadis kecil itu akhirnya memberanikan diri membuka pintu kamar, lalu berjalan ke arah dapur, di mana ia tadi diberi makan oleh Dewi.

Dilihatnya dapur yang tak terlalu terang itu sebab beberapa lampu sudah dimatikan. Zehra merasa sedikit takut dengan tempat yang gelap tapi terpaksa saja kaki kecilnya terus melangkah.

Zehra ingat tadi siang di atas meja ada air dan makanan yang banyak, ia berpikir mungkin sekarang air dan makanan itu masih ada di sana.

Zehra berjalan mendekati meja makan, setelah sampai ia berjinjit dan melompat-lompat agar ia bisa melihat apa yang ada di atas meja makan itu sebab mejanya memang melebihi tingginya sendiri.

"Aduuuh Cela capee," katanya sambil berusaha mengatur napas.

Gadis kecil itu sudah sangat kehausan rupanya sebab melompat-lompat membuat hausnya semakin bertambah.

Tak habis akal, Zehra lalu menggeser kursi makan dengan susah payah agar dirinya bisa naik ke sana. Setelah bediri di atas kursi barulah ia dapat melihat apa yang ada di atas meja makan.

Hanya air putih, Zehra sedikit kecewa tapi ia tersenyum juga sebab hausnya akan hilang saat ia meminum air putih itu. Cepat, dituangnya air putih tersebut ke dalam gelas, susah payah Zehra melakukannya agar air tak tumpah membasahi meja marmer itu.

Direguknya air dalam gelas hingga habis, setelah itu Zehra gegas berusaha turun sebelum ada orang yang melihatnya. Tapi saat hendak susah payah turun, tak sengaja tangan mungi Zehra menyenggol gelas hingga gelasnya pecah berantakan ke lantai.

Preng!

Zehra kaget bukan main, jantungnya berdebar tak karuan karena merasa takut saat melihat pecahan gelas itu. Ia ingat betapa akan marah besarnya Dewi saat tahu dirinya memecahkan gelas.

"Heh, ngapain kamu di sini?!" teriak seseorang di belakangnya.

Zehra berbalik dengan tubuh bergetar.

"Mam-ah?"

"Kurang ajar ya kamu!" Tanpa ampun Dewi menjewer telinga Zehra hingga gadis kecil itu menangis kencang.

"Aaaw ampum Mamah ... ampuumm."

"Ampun ampun kamu ya! Rasain nih, biar kapok kamu! Heran banget, kenapa sih kamu tuh bikin ulah mulu?!"

"Maaf Maah maaf." Zehra menjerit kencang karena Dewi menghadriknya dengan kejam.

"Udah gak usah nangis, kebiasaan nangis mulu kamu tuh, lihat tuh gelasnya pecah. Kamu harus ganti dasar anak pembawa sial!" sentak Dewi dengan rahang yang mengerat dan mata melotot.

Zehra makin ketakutan, gadis kecil itu berjalan mundur bersembunyi di balik kursi makan.

"Beresin tuh sial! Dasar gak berguna!" sentaknya lagi.

Mendengar suara keributan di lantai bawah, Nyonya Trissy terbangun dan gegas menuju ruang makan.

"Sini buruan anak pembawa sial! Dasar sial. Awas aja kalau aku ketemu sama bapak kamu, aku kasih kamu sama dia."

Dewi menyeret Zehra tanpa ampun, wanita itu hendak membawa gadis kecil tak berdosa itu ke kamar mandi, tapi untunglah Nyonya Trissy sampai tepat waktu.

"Dewi! Ada apa ini? Malam-malam begini bikin keributan."

Dewi terkesiap, refleks ia melepaskan pergelangan tangan Zehra.

"Emm Nyonya. Ini ... anu ... itu ... gelasnya pecah sama Zehra, Nyonya."

Nyonya Trissy menggeleng kepala, "bukan masalah gelasnya Dewi, tapi ngapain kamu teriak-teriak malam-malam begini?"

"Zehra, Nyonya."

"Zehra kenapa? Kasian anakmu itu jangan dibentak-bentak terus."

Dewi tak bicara lagi, ia hanya menunduk sambil memutar bola matanya ke arah Zehra dengan tajam. Gadis kecil itu makin ketakutan. Sementara Nyonya Trissy membungkuk mengulurkan tangannya pada Zehra.

"Zehra ... sini, Sayang."

Ragu-ragu, Zehra pun mendekat dengan tubuh yang masih gemetar dan mata yang basah.

"Zehra kok belum tidur?"

Gadis kecil itu menggeleng pelan, "Cela lapel dan haus."

"Oh kamu laper? Ayo duduk." Trissy lantas menaikan Zehra pada kursi makan yang tadi digunakan gadis itu untuk mengambil air.

"Dewi, tolong panaskan makanannya," titah Nyonya Trissy.

Dewi yang masih berdiri sambil menunduk itu gegas ke dapur.

"Sialan, semua makanan ini rencananya buat aku besok, malah harus dipanasin buat anak sial itu," dengusnya kesal.

Dewi berdiri agak lama di depan kulkas sambil memandangi gulai ayam, kentang balado dan sate yang tadi malam sengaja ia simpan. Rencananya dia akan memakan makanan sisa itu besok saat dirinya sedang santai. Tapi sekarang makanan itu malah suruh dipanaskan untuk Zehra.

Sementara di meja makan, Nyonya Trissy tengah mengusap-ngusap rambut Zehra.

"Dewi ini gimana sih, anaknya laper bukannya dikasih makan malah bikin keributan," gumamnya.

"Emang Zehra belum makan? Kok malam-malam begini bisa lapar?"

Gadis kecil itu menggeleng, "tadi ciang Cela matan, tapi cekarang lapal."

"Tadi siang? Emang tadi sebelum bobo gak dikasih makan lagi?"

"Enda."

"Ya ampun keterlaluan banget si Dewi itu, anaknya dibiarkan kelaperan begini."

"Kasihan, Zehra pasti gak bisa tidur gara-gara laper ya?"

Zehra mengangguk, "Cela lapel, haus dan kangen cama, Mbah."

"Oh Zehra kangen sama Mbah? Nanti besok kita telepon Mbah ya."

Mata Zehra mendadak berbinar, "benelan?"

"Yaa bener, tapi besok ya, soalnya sekarang Mbahnya takut udah tidur."

Zehra mengangguk senang.

"Cela mau dinyanyikan lagu tidul," katanya lagi.

"Lagu tidur? Emang Mamah enggak nyanyi buat Zehra?"

Zehra menggeleng lesu, "Mamah enda mau."

Saat mereka sedang mengobrol, Dewi datang membawa makanan yang sudah dipanaskan. Dengan perasaan kesal ia menyodorkan satu persatu makanan itu pada Zehra.

Awas aja kamu Zehra, dasar anak gak tau diri, kecil-kecil udah berani caper ke majikanku. Gumamnya dalam hati.

"Waaah Cela mau mataaan," seru gadis kecil itu sambil bertepuk tangan. Ia terlihat sangat senang karena banyak sekali makanan enak di hadapannya.

"Makanlah," kata Nyonya Trissy seraya menyendok nasi ke dalam piring dan memberikannya pada Zehra.

"Makacih Nyonya, Cela boyeh Mam cemuanya?"

"Oh boleh doong, boleh banget, makan aja sampai habis semuanya ya." Trissy mengusap dagu kecil itu dengan lembut.

Sementara Dewi yang masih berdiri di sampingnya menatap Zehra dengan tatapan benci. Tangannya sudah gatal, dia ingin sekali menarik gadis kecil itu andai ia bisa.

"Dewi, kamu tuh gimana sih? Masa iya Zehra gak dikasih makan lagi sebelum dia tidur?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status