Share

Kepolosanmu Sudah Menjadi bencana

Enia tidak menyangka kalau buku sihir yang diberikannya akan membawa perubahan besar kepada Zeion, ini sudah 2 minggu sejak Zeion menerima buku itu. Begitu banyak perubahan yang diberikan, bocah ini merapal mantra yang bahkan Enia sendiri saja masih tidak dapat memahaminya.

“Api...”

Muncul dari tangan Zeion api seukuran batu kecil, Enia terdiam sembari menarik ludahnya kembali.

“Tuan Muda, bagaimana bisa Anda mempelajari sihir seperti ini?” tanya Enia yang tampak sangat khawatir.

“Aku mempelajarinya dari buku yang kau berikan, tidak aku sangka kalau bukunya begitu bermanfaat seperti ini!”

Enia seharusnya bangga, tanpa pelajaran khusus bocah di depan matanya mampu menggunakan sihir tingkat dasar, namun yang dikhawatirkan Enia adalah pencapaian Zeion yang melebihi ekspektasinya.

Untuk umur seorang bocah Zeion telah memperlihatkan keajaiban, tapi justru di sini mungkin akan menjadi sumber masalah. Keluarga Edmon bukanlah keturunan yang bisa menggunakan sihir tingkat tinggi, untuk Edmon sendiri hanya seorang pedagang biasa, sedangkan Rosa hanya ibu rumah tangga.

Emily bahkan hanya gadis kecil biasa, hanya Zeion yang terlihat berbeda oleh Enia. Bocah umur 9 tahun ini tidak akan dianggap normal oleh orang lain.

“Tuan Muda, sebaiknya Anda jangan menunjukkan sihir ini kepada orang lain!”

“Jangan menggunakan sihir ini? Kenapa?” Wajar dia berkata demikian, bukan hanya itu yang membuatnya penasaran, sorot mata yang diberikan Enia juga penuh akan tanda tanya.

Enia kebingungan, ucapan seperti apa yang pantas untuk menghilangkan rasa ingin tahu dari bocah ini. Anak kecil akan dengan mudah merekam setiap ucapan, dan dia tidak ingin menjatuhkan rasa ingin tahunya.

“Tuan Muda, nanti kekuatan sihir ini akan berguna kalau digunakan untuk menyelamatkan banyak orang! Saat ini Tuan Muda harus belajar lebih banyak lagi sebelum menunjukkannya kepada orang lain, ya!”

Tanpa curiga dan tanda tanya Zeion hanya memberikan anggukan penuh semangat, senyuman hangat itu menambah rasa berdosa Enia.

Setelah beberapa saat, Enia mulai pergi dari bangunan itu. Kakinya terasa enggan untuk melangkah pergi, menoleh perlahan kepalanya memandang jendela kaca yang terdapat lilin.

“Aku berharap kalau Tuan Muda akan mendengarkan ucapanku tadi...”

Berlanjut pada situasi Zeion yang masih polos membaca buku, mempelajari berbagai macam sihir mulai dari api, air, angin, dan tanah. Hingga saat ini dia hanya bisa memanipulasi energi api dan angin.

Dia tidak tahu bagaimana cara mengendalikan energi ini, semua terasa menjalar ke seluruh tubuh hingga kilatan cahaya muncul dari balik kamarnya, ini disadari mereka yang berada di kediaman Edmon.

“Apa itu tadi?” tanya Edmon setelah menyaksikan kilauan cahaya sesaat, dia bahkan harus pergi membuka jendela demi memastikannya, hanya saja tidak ada sambutan dari rasa ingin tahunya ini. Sebuah bangunan dari kejauhan yang menjulang di tengah kegelapan malam.

“Aku rasa itu hanya perasaanmu saja...” ucap Rosa yang di atas pahanya ada Emily yang diusap kepala secara lembut, gadis kecil yang tertidur dengan senyuman hangat.

“Kau benar!” Buru-buru Edmon mengunci jendela, akan tetapi perasaan ini terus mengganggunya, dia merasa ada yang salah dari kejadian tadi.

“Besok hari yang cukup besar untuk Putri kita ini, jadi jangan kecewakan dia!” ucap Rosa yang menaruh harapan akan apa yang terjadi.

Senyum kecut Edmon berikan kepada wajah mungil putrinya, dia berharap akan sebuah kelancaran yang dinanti.

Besok harinya...

“Kenapa Enia masih belum datang juga?” tanya Zeion yang gelisah, ingin ditunjukkannya hasil latihan satu malam yang memukau, bocah ini telah membuat sebuah energi es dari elemen air yang baru dikuasainya. Udara di dalam kamarnya terasa dingin, bahkan lilin yang biasa menjadi penerangan membeku begitu saja.

Hari sudah terik, dan Enia belum juga datang untuk memberi makan terhadap Zeion. Gadis ini akan datang saat pagi dan malam hanya untuk menemani Zeion makan atau bercerita, terkadang juga ada urusan lain yang membuatnya tidak dapat hadir hingga Zeion harus kelaparan.

Rasa ingin mengejutkan ini mengalahkan perut yang berdemo, Zeion tidak sabar menantikan wajah kaget milik Enia atas apa yang akan terjadi.

Prok! Prok!

Suara aneh ini melangkah masuk ke dalam telinga Zeion, wajahnya menoleh ke arah jendela. Langsung dia berdiri dan memeriksa apa yang ada di luar bangunan, dari kejauhan beberapa orang berkumpul, tidak bisa dilihatnya secara jelas, tubuhnya terlalu pendek meski dibantu bangku untuk melihat ke arah luar.

Dubrak...

Malangnya dia sampai terjatuh dengan kepala yang membentur pintu kamarnya, pintu kamar masih tampak kokoh, namun terlihat usang.

“Aku harus keluar...” Ucapan ini mendorongnya untuk menggunakan sihir yang akhirnya mendobrak pintu sampai bisa terbuka.

Hari ini merupakan ulang tahun Emily yang ke lima, keluarga bangsawan banyak diundang oleh Edmon. Para pelayan sibuk untuk hadir di acara ini hingga Enia tidak sempat untuk mengunjungi Zeion, tubuhnya merasa bersalah ketika tahu kalau bocah itu mungkin belum makan.

“Bersabarlah Tuan Muda, aku pasti akan datang untukmu!” Enia sudah menyimpan beberapa potong kue yang nantinya akan diberikan kepada Zeion, terlebih lagi kue kesukaan Zeion ada di sini. Membayangkan wajahnya saja sudah membuatnya senang.

Orang-orang bertepuk tangan atas kesehatan dan kecantikan Emily putri dari Edmon dan Rosa, banyak para bangsawan yang melirik kalau gadis ini akan tumbuh menjadi cantik.

Semua memasuki sesi makan dan melakukan obrolan kecil sebelum ke sesi terakhir, di sini orang sibuk untuk menjalin keakraban dengan relasi. Bangsawan dan pedagang akan menentukan masa depan mereka, Edmon sangat pintar untuk mengatur acara ini demi kelangsungan hidup keluarganya juga.

“Wah...”

Tapi, dari pengawasan para pelayan, mereka lupa akan kehadiran sosok bocah yang masuk ke dalam ruangan pesta.

Bocah polos yang tercengang dengan kemewahan ruangan, banyak lampu yang berkerlip di matanya.

“Megah sekali ruangan ini?” Hidungnya mencium aroma yang tidak asing, matanya langsung membidik satu wadah yang berisi kue besar, putih dan ditaburi beberapa toping buah.

Tampak tergoda dengan ini hingga dia menghampirinya, terus melangkah hingga.

“Bau...”

“Siapa bocah ini...”

“Kenapa dia bisa masuk ke dalam perayaan ini?”

Bocah-bocah yang jauh lebih tua dari Zeion memberikan ucapan menyakitkan, mereka menatap pakaian Zeion yang tampak tidak seperti seorang bangsawan atau orang terpandang. Warna cokelat dengan sedikit robekan di lengan, itu seperti gelandangan.

Orang-orang dewasa menoleh dengan ekspresi yang sama, mereka mengucilkan Zeion dengan ucapan-ucapan penuh kehinaan.

“Hah... kenapa?” Zeion yang masih kecil punya tubuh yang jauh lebih sensitif, begitu juga perasaannya, dia sadar kalau sorot mata dan nada bicara orang-orang tertuju kepadanya.

Edmon dan Rosa mendadak kaget setelah menyadari kalau sumber dari keributan ini adalah Zeion, anak yang sudah lama tidak mereka temui. Keduanya terdiam, keduanya bingung untuk menanggapi hal ini.

“Ayah...” Tapi, Zeion sebagai anak polos tentu mengucapkan ini demi mencari perlindungan kalau dia adalah bagian keluarga yang tidak pantas untuk disakiti.

__To Be Continued__

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status