Share

Bagian Dari Ketakutan Yang kau Lupakan

“Ayah?”

Banyak orang yang hadir di sana menjadi heran dengan ini, rahasia yang selama ini dijaga akan terbongkar ke publik, dampaknya bisa begitu buruk untuk keluarga Edmon, terutama terhadap bisnis yang sedang dijalani olehnya.

“Penjaga bawa bocah lancang ini keluar, berikan dia hukuman atas apa yang sudah dirinya lakukan!”

Teriakan Edmon menghancurkan titik kecil di dalam tubuh Zeion, wajah yang tadi penuh pengharapan kini berubah menjadi rasa kecewa yang tidak terbayang. Dia bertanya-tanya dalam hati kenapa ayahnya tega mengatakan hal seperti ini.

Tidak beberapa lama kemudian, seorang penjaga datang dan menyeret tangan Zeion secara kasar, menarik terus menerus bocah kecil ini.

Dia bukan tidak tahu kalau Zeion adalah anak dari Edmon, namun sebagai penjaga dari keluarga ini, apa pun perintahnya harus dipatuhi.

“Sakit! Lepaskan aku...” berontak Zeion yang terus mencoba melepaskan diri, tapi dia tidak punya cukup tenaga untuk melakukannya, orang-orang di sana bergumam dan menatap heran terhadapnya, ini seperti sampah yang harus dibuang.

Benar, Zeion yang ketakutan mencoba menatap Rosa sebagai ibu yang mungkin bisa menyelamatkannya. Sayangnya, dia hanya mendapatkan tatapan acuh dari Rosa, itu sama seperti Edmon yang bukan memandangnya sebagai anak melainkan sebagai pengganggu.

“J-Jadi begitu!”

Kaboom...

Ledakan menghamburkan konsentrasi semua orang, bahkan pelayan yang tidak berada di dalam ruangan itu menjadi kaget.

Enia yang berada di ruangan ini menoleh ke arah sumber ledakan, asap begitu banyak hingga menimbulkan rasa panik. Teriakan terdengar dari sana, bergegas Enia bergerak ke arahnya.

Di sana sedang terjadi gejolak amarah yang disebabkan oleh Zeion, api besar menyelubungi bocah ini, mereka yang tadi terkena ledakan langsung terlempar dengan luka bakar.

Orang-orang berteriak histeris dan mencoba menyelamatkan diri, namun itu tidak bisa dilakukan, api yang menjalar di dalam tubuh Zeion sudah menutup pintu.

Edmon dan Rosa tidak menduka kalau acara yang mereka nanti bisa berubah menjadi neraka seperti ini.

Tidak ada yang bisa dilakukan, suara orang-orang di sana tidak akan menghentikan amarah Zeion.

Bocah itu sejak dari tadi hanya diam dengan aura api yang menyebar sendiri, tidak perlu untuknya mengerahkan energi, biarkan api saja yang menghanguskan siapa saja yang ada di sana.

“Tuan Muda...”

Suara ini serentak menghancurkan konsentrasi Zeion dalam amarah hebatnya, dia melirik ke arah wajah Enia yang berdiri di sisi pintu.

Diam dan tidak menjawab ucapan Enia, wajahnya hanya melotot dengan mata putih menyeramkan.

“Tuan Muda tolong hentikan ini! Jangan buat mereka terluka oleh sihir Anda, bukankah sudah pernah aku katakan kalau sihir digunakan untuk melindungi, bukan untuk menyakiti! Tolong jangan sakiti mereka...”

Wajah Zeion perlahan berpaling dari sana, memperhatikan sekitarnya, wajah ketakutan orang-orang di sana tampak terlihat jelas, di hadapan kekuatannya tidak ada yang berani melawan.

Secara perlahan keajaiban muncul, api yang semulanya besar kini menyusut hingga menghilang. Hanya bekas hitam yang dipenuhi asap menempati ruangan tersebut.

Kesadaran Zeion juga ikut lenyap, bocah ini tidak sadarkan diri akibat energi yang terlalu besar digunakannya.

Tidak dapat dibayangkan Enia apa yang terjadi hari ini, banyak yang ketakutan di sana dan bisa ditebaknya kalau Zeion tidak akan selamat dari hukuman yang ada.

Benar saja, 10 jam dari kejadian itu telah ditatap langsung oleh Zeion. Dia terbangun bukan di dalam kamar biasanya, melainkan di dalam ruangan gelap dengan rantai besi di tangan dan kakinya, ruangan ini ruangan yang dibuat untuk mengurung pencuri.

“Kenapa aku ada di sini? Lepaskan aku...” Teriakan mungilnya menggema, tidak ada yang menjawab. Dia melihat sekeliling demi memastikan semuanya, dan ini bukanlah mimpi. Hanya dia yang ada di sana, di dalam kegelapan ruangan yang mencengkam.

“Kenapa mereka kejam sekali padaku, aku padahal hanya ingin ikut dalam perayaan itu!” Air matanya menetes dengan sendirinya, dirinya tidak tahu kalau momen ini memperlihatkan kejanggalan. Butiran air mata yang keluar memberikan energi alam yang cukup berkilau hingga sinarnya dapat terlihat dari kejauhan.

Sejak insiden itu, Zeion tidak pernah lagi bertemu dengan Enia, yang memberikan makan hanya penjaga dengan wajah yang garang. Mereka tidak memberikan kehangatan seperti yang dilakukan Enia.

Sarapan yang diberikan hanya sepotong roti dan segelas air saja, itu benar-benar penyiksaan yang kejam untuk anak berumur 9 tahun.

Hari demi hari terus berjalan hingga 1 tahun berlalu, masih saja sama, hanya tubuh Zeion yang jauh lebih kurus daripada sebelumnya. Dia tampak kekurangan gizi, wajahnya pucat dengan tatapan yang telah kehilangan harapan.

Suara langkah kaki terdengar dari ujung lorong, ada lentera yang juga mengiringi langkah kaki ini. Zeion tidak peduli, paling ini hanya penjaga yang akan memberikan makanan untuknya.

Benar juga, dalam kurun waktu 1 minggu ini, makanan hanya datang satu kali, itu sedikit berat, tapi bagi Zeion tidak mengapa, dirinya mungkin bisa mati di dalam kondisi ini.

Secara samar terdengar seseorang berbicara, tidak hanya satu orang, tapi dua orang saja, tepat ketika pintu kurungan dibuka, seseorang dengan pakaian rapi berdiri di hadapannya.

Itu bukan pelayan, orang asing dengan aura yang misterius. Terus memandanginya dengan sorot tajam.

“Hmm... dia kurang mendapatkan asupan gizi...” gumam pria itu dengan mendekatkan wajahnya yang bersangga pada kedua jari tangan.

Penjaga yang menemaninya tidak memberikan jawaban, tapi tidak mengurungkan niatnya. Setelah itu Zeion dibawa keluar dari kurungan tersebut, kakinya begitu lemas untuk menapak sedikit demi sedikit.

Tubuh Zeion bergerak ke kiri dan kanan, tidak ada cahaya kehidupan di sorot matanya, dia terus mengikuti langkah dua orang dewasa ini hingga keluar dari ruangan.

Untuk pertama kalinya cahaya rembulan yang begitu terang memberikan dirinya kekuatan untuk hidup, dia tercengang menatap cahaya itu, matanya berbinar-binar.

Pria itu terpaku memperhatikan Zeion, lebih tepatnya mata yang dimiliki Zeion, seolah ada butiran mutiara dalam dunia yang berkumpul menjadi satu di sana.

“Oi, lepaskan rantai di kaki dan tangannya!” gumam pria itu kepada penjaga.

“Tapi...” Penjaga ini yang satu tahun lalu menjadi saksi dari amukan milik Zeion, tentu saja trauma tidak akan mudah untuk dihilangkan. Dirinya mendadak kehilangan semangat akibat tatapan dingin pria itu, dan terpaksa menurutinya.

Semua borgol yang membelenggu kaki dan tangan Zeion sudah terlepas, kini bocah itu bisa berlari ke sana dan kemari.

“Bocah, siapa namamu?” tanya pria itu dengan kepala yang menatap langsung kepada sorot mata Zeion.

Matanya seakan bersinar dengan kekuatan penuh, ini mirip dengan cahaya bulan yang begitu silau.

“Aku Zeion...”

“Zeion, baiklah! Mulai sekarang kau harus ikut aku, di sini bukan lagi tempatmu! Mari kita memulai kehidupan baru...”

Zeion tercengang, takut dan terasa bahagia. Hanya satu tanda tanya yang membekas di dalam kepalanya, kenapa sorot mata pria itu terasa dingin ketika mengatakan hal tersebut.

__To Be Continued__

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status