Share

Lima

Aku tak menyangka, kelakuan bejatku bersama Haya akan ketahuan. Dua security komplek, Pak RT dan juga Shania, memergokiku yang sedang bersama Haya.

Padahal ini pertama kalinya kami melakukannya. Setelah sekian lama aku menahan diri menolak ajakan Haya karena tak mau kejadian seperti ini terjadi. Tapi nahas, yang kutakutkan benar saja terjadi.

Shania marah besar, ia menampar pipiku keras. Aku tahu, aku memang salah telah melakukan hal ini. Tapi aku pun tak sepenuhnya salah, karena Haya terus saja menggodaku. Menawarkan sesuatu yang sulit untuk kutolak.

Kucing tak akan menolak ikan, 'kan?

Tapi ternyata tak sampai di situ, Shania juga mengetahui hubunganku dengan Risa, karyawannya sendiri. Aku benar-benar kecolongan. Jadi selama ini Shania tahu setiap malam aku menelepon Risa untuk menghilangkan penatku.

Apa jangan-jangan dia juga tahu bahwa kami sering jalan keluar?

Nasib buruk kini benar-benar menimpaku. Entah apa yang terjadi dengan rumah tanggaku setelah ini. Harusnya aku mendengar perkataan teman-teman untuk berhenti bermain-main dengan wanita dan setia pada Shania. Dia wanita baik, seharusnya aku tidak mengkhianatinya.

Tapi aku tak bisa menahan diri. Sungguh godaan wanita di luar sana begitu besar. Apa lagi jika para wanita itu dengan suka rela mendatangiku. Apa aku harus menolak rezeki nomplok?

"Pak Dani, Bu Haya, kalian berdua harus ikut saya ke kantor RW! Kita selesaikan semua di sana!"

Satu lagi masalah yang harus kuhadapi. Aku sungguh ketakutan, terbayang olehku aku akan dihakimi oleh warga sekitar nantinya.

"Jangan Pak, jangan... kumohon. Biar saya selesaikan masalah ini dengan istri saya sendiri saja!"

Kupikir ini harusnya tidak menjadi besar. Masalah ini hanyalah masalahku dengan Shania. Tidak ada hubungannya dengan RT atau pun RW.

"Tidak bisa, Pak. Masalah Anda dengan istri, silakan Anda selesaikan sendiri. Tapi karena Anda melakukan hal tidak senonoh di lingkungan komplek ini, maka itu adalah masalah dengan kami dan para warga."

Mati aku, tampaknya aku tak bisa mengelak lagi. Apa semua warga akan mengetahui perbuatanku? Apa nanti aku akan viral? Bagai mana dengan orang tuaku juga orang tua Shania nanti? Lalu bagaimana juga dengan pekerjaanku?

Sungguh aku menyesal dengan semua yang kuperbuat bersama Haya, seharusnya aku tetap pada prinsipku, tidak bermain dengan orang dekat.

Setelah berpakaian lengkap aku dan Haya di bawa oleh security untuk mengikuti mereka. Tak kusangka di luar sudah ada banyak orang, yang berkumpul. Mereka menyalakan blitz ponselnya, memotretku. Padahal ini tengah malam. Kenapa mereka tidak tidur dan malah ikut mengurusi urusan orang lain saja?

Semua orang menyoraki aku. Mengataiku dengan umpatan dan sumpah serapah. Kenapa mereka sok peduli dengan urusanku? Padahal belum tentu hidup mereka juga lurus.

"Dani, bagaimana ini?" tanya Haya saat posisi kami cukup dekat.

Sebenarnya aku kesal padanya. Ini juga karena ulahnya. Coba dia tidak menggodaku, semua ini tak akan terjadi.

"Ya, mau gimana lagi, kita memang salah," ucapku dengan malas padanya.

"Aku takut suamiku tahu, Dani!" ucapnya lirih.

Ah ... bahkan istriku sudah tahu kebusukanku. Aku hanya bisa berharap Shania bisa berpikir jernih dan mau mempertahankan pernikahan kami.

Sesampainya di kantor RW aku benar-benar layaknya sedang berada di persidangan.  Semua mata tertuju padaku dan Haya. Sungguh aku merasa malu dijadikan bual-bualan seperti ini.

"Saya sangat kecewa dengan apa yang sudah Pak Dani dan Bu Haya lakukan. Kalian berdua adalah pasangan yang sama-sama sudah menikah. Tidak seharusnya melakukan hal tidak senonoh seperti ini. Perbuatan kalian sudah saya sampaikan juga kepada Pak Lurah juga Pak Emil, suami Bu Haya. Walau belum mendapat respons tapi kami sudah menyampaikannya!" terang Pak RW sambil duduk tepat di hadapanku dan Haya.

"Pak ..., kumohon jangan bilang suami saya!" pekik Haya, penuh harap.

Makin lama aku makin kesal dengannya. Dia berisik sekali, padahal jelas di bersalah. Aku tahu selain denganku dia juga sering bermain dengan lelaki lain. Hanya apes saja nasibku kini terjebak dengannya.

"Saya tidak hanya akan melaporkan perbuatan Anda ke Pak Emil saja. Jika Bu Shania menyetujui saya juga akan melaporkan perbuatan kalian ke polisi atas dasar perzinaan. Perbuatan kalian ini harus mendapat hukuman. Agar menjadi pelajaran bagi kalian dan juga yang lainnya."

Aku tersentak saat mendengar ucapan Pak RW barusan. Apa? Dilaporkan polisi? Ini tidak benar. Ini seharusnya tidak terjadi.

Aku tahu ada banyak orang yang melakukan hal serupa denganku, namun mereka aman-aman saja. Ini tidak benar. Aku tak mau masuk penjara. Ini hanya masalah sepele.

"Sekarang semua keputusan ada pada Bu Shania, karena Pak Emil sampai saat ini belum bisa dihubungi," tegas Pak RW.

Kulihat Shania kini sedang berdiri di sisi Pak Rw bersama istrinya. Entah kenapa Ia tampak sangat pucat. Ia terus menatapku dengan tatapan tajamnya.

Shania, hanya dia harapanku kini. Seharusnya dia tidak akan memperkarakan masalah ini. Kami sama-sama saling mencintai. Pastinya ia mau memberikanku kesempatan kedua.

"Shania, maafkan kesalahanku. Jangan kamu laporkan aku! Aku mencintaimu. Aku janji akan berubah menjadi lebih baik lagi," bujukku.

Shania harus memaafkanku. Masa depanku dipertaruhkan kini. Kulihat Shania melangkah mendekatiku ia menatapku dengan tatapan tajamnya.

"Tolong jangan bawa-bawa cinta, Mas. Jika kamu memang mencintaiku kamu tak akan melakukan hal menjijikkan itu!"

"Shania...! Tolong, tolong jangan laporkan kami. Aku akan memberi apa pun yang kamu mau. Berapa pun yang kamu minta!" kini Haya mencoba membujuk Shania. Ia sampai berlutut di kaki Shania. Sepertinya ia begitu ketakutan jika harus mendekam di hotel prodeo.

"Kamu pikir semua bisa selesai dengan materi, hah?" bentak Shania sambil menjauhkan tubuhnya dari Haya "Aku tidak akan membuat semua ini menjadi mudah. Karena aku telah memutuskan untuk ...--"

Brak.

Belum selesai Shania bicara, ia tiba-tiba terhuyung dan jatuh ke lantai. Gegas aku menghampirinya, ternyata Shania sudah tak sadarkan diri. Dengan sigap kuangkat tubuhnya dalam gendonganku. Shania harus segera mendapat pertolongan.

****

Kini aku berada di salah satu klinik dekat perumahan. Bersama beberapa warga, kami mengantar Shania agar segera mendapat pengobatan.

Tiba-tiba dokter memanggilku, dan memintaku untuk segera datang ke ruang periksa. Kulihat Shania sudah tersadar, namun ia tampak lemah dan pucat. Shania memalingkan wajahnya saat melihatku masuk.

"Pak, tadi kami sudah memeriksa kondisi Ibu Shania, kami juga sudah melakukan beberapa tes. Selamat ya, Pak, Ibu Shania kini tengah mengandung. Usianya kandungannya sekitar enam minggu."

Sungguh, berita ini menjadi oase penyejuk di tengah masalah yang sedang aku hadapi. Inilah pertolongan yang Tuhan berikan untukku. Shania akhirnya hamil, dan pasti dengan kehamilannya ini dia akan mengurungkan niatnya memerkarakan kasusku dengan Haya.

Empat tahun kami menunggu buah hati, tak mungkin dia mau membiarkan ayah dari anaknya mendekam di penjara.

Kutatap wajah Shania lekat, ia masih tak mau menatapku. Tapi dapat kulihat ia mengusap-usap perutnya lembut. Ia pasti bahagia akan kehamilannya ini.

"Shania, mari kita memperbaiki rumah tangga kita, demi anak kita yang sedang kau kandung!"

***Bersambung****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status