Share

Enam

Tak kusangka, aku hamil tepat di saat aku mengetahui bahwa suamiku telah bermain gila dengan wanita lain. Entah ini anugerah atau musibah. Karena bahkan kini aku tak bisa berpikir apa-apa lagi.

Kulihat binar bahagia di mata Dani ketika mengetahui berita kehamilanku. Ia segera menghampiri dan menggenggam tanganku.

Sebenarnya aku jijik bersentuhan dengannya lagi. Tapi aku begitu lemah sampai-sampai tak memiliki tenaga untuk sekedar menyingkirkan tangan lelaki bej*t itu dari tanganku.

"Shania, kita akan menjadi orang tua. Shania! Impian kita selama ini terwujud," ucapnya penuh kebahagiaan.

Tapi tidak denganku. Sungguh rasanya aku ingin bertanya pada Tuhan, kenapa ia harus memberikan kehamilan padaku saat ini. Saat aku sudah bulat berpisah dari suamiku. Kenapa bayi itu harus ada di perutku di saat aku tidak menginginkannya?

"Shania ... kamu masih marah padaku? Kumohon Shania, maafkan aku. Aku berjanji akan berubah. Demi anak kita, Shania!" bujuknya sambil mengecup punggung tanganku.

Dengan sekuat tenaga kucoba melepaskan tanganku dari genggamannya. Jijik, aku jijik sekali. Bayang-bayang perbuatan menjijikan Dani dan Haya tak bisa hilang dari pikiranku. Belum lagi dengan Risa, juga mungkin di luar sana masih ada Haya dan Risa lainnya yang tidak aku ketahui. Entah lelaki seperti apa yang aku nikahi ini. Ternyata ia tak ubahnya seorang penjahat kel*min memalukan.

"Shania ... maafkan aku. Kamu tahu, Tuhan memberikan kehamilan padamu karena ia ingin kita bisa membesarkan anak kita bersama. Jadi kumohon Shania maafkan aku, berikan aku kesempatan kedua, jangan laporkan aku ke polisi agar kita bisa membesarkan anak kita berdua."

Dia masih saja banyak omong. Membuat aku semakin jengah saja. Tak berhenti bicara meracau semakin tak jelas apa yang dibicarakannya.

"Sudah diam, Mas! Pergi sana! Aku tak ingin melihatmu lagi!" usirku sudah muak dengan semuanya.

"Tapi, Shania ...."

"Kalau kamu tidak pergi juga, sebaiknya aku gugurkan saja janin ini!" ancamku padanya. Aku serius, aku bisa saja melakukan hal itu. Karena hamil saat ini adalah hal yang paling tidak aku inginkan. Apalagi membayangkan bahwa anakku akan terlahir sebagai anak dari seorang lelaki bej*t seperti Dani.

Ah ..., Tuhan. Bisakah aku memohon untuk menggugurkan saja kandungan ini?

"Jangan gegabah, Shania!" tegas Dani. Nampak raut ketakutan di wajahnya.

"Pergilah dari hadapanku kalau begitu, Mas! Aku membencimu! Aku muak padamu!"

Kulihat Dani pun akhirnya perlahan mundur, dan kemudian berbalik pergi meninggalkanku.

Tak lama dari itu, tiba-tiba kudengar suara ribut dari luar kamar periksa. Sayup-sayup kudengar suara pukulan dan juga makian seperti suara orang yang sedang bertengkar. Jantungku tiba-tiba berdebar kencang, karena aku mengenali suara siapa itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah suara Bapak.

Pintu ruang rawat seketika terbuka. Ibu menghentak masuk dan langsung menhambur memelukku erat. Tangisnya pecah seketika.

"Nak ... apa yang terjadi padamu, Nak. Bisa-bisanya suamimu bermain gil* seperti itu. Apalagi sekarang kamu hamil. Kasian kamu dan cucu ibu," rintihnya sambil memelukku erat.

Ibu dan Bapak pasti sangat kecewa. Teringat betul bagaimana mereka saat melepasku menikah dengan Dani, Bapak memberikan banyak petuah pada Dani agar bisa menjagaku dengan baik. Tapi sekarang nihil, Dani ternyata malah berbuat bej*t dan memalukan.

Kulihat Salsa berdiri di ujung kasur. Menatapku penuh iba.

"Ada apa di luar sana, Salsa?" tanyaku penasaran.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status