Share

"Mundur! Hajar lagi Sei!"

"Benar itu rumahnya Sei?" Tanya Chiharu kepada Seiko yang duduk di belakang setir.

"Benar. Nih cocok kan dengan gambarnya. Pagarnya, model rumahnya." Seiko meyakinkan adiknya, Chiharu. Keduanya saling bertatapan. Lalu keduanya diam menatap rumah itu kembali.

Jarak mereka 20 meter dari rumah itu. Hari masih pagi, jelang pukul 7, kakak adik itu, Seiko dan Chiharu sudah menunggu disana tiga puluh menit. Seiko menatap rumah itu tanpa berkedip. "Sebentar lagi dia akan keluar mengantar anaknya sekolah. Nah itu dia."

Dari rumah berhalaman luas itu keluar seorang perempuan cantik dengan penampilan yang sophisticated. Wajahnya ayu jelita seperti Monica Belucci versi masih muda. Rambutnya diikat satu ke atas, berkacamata hitam, dia memakai kemeja putih oversize dengan kerah ditegakkan, kaki panjangnya dibalut dengan legging jeans.

Perempuan itu berjalan dengan anggun, tampak memukau. Di belakang perempuan itu berjalan seorang pengasuh anak berseragam putih menuntun seorang anak laki-laki berusia 4 tahun. Mereka menuju mobil mewah yang terparkir di catport.

"Sekarang, Seii! !" Chiharu menepuk bahu Seiko.

Seiko langsung menginjak gas. Hanya beberapa detik mobil pajero itu melaju cepat, sebentar kemudian langsung belok ke kiri menabrak dinding pagar rumah itu. BRAGGH!!

Bemper mobil yang garang dengan mudah membuat pagar rumah itu hancur sebagian.

Perempuan dan pengasuh anak tadi menjerit kencang. Mereka sangat terkejut. Teriakan mereka berubah jadi jeritan yang bersahut-sahutan.

"Mundur! Hajar lagi Sei! Ke kanan, biar ambruk semua pagarnya." Chiharu memprovokasi.

Seiko menekan gear mundur, tangannya sigap langsung mengoper gear maju. BRAGGH!!

Bemper besi depan mobil menghajar pagar tanpa ampun. Sekali lagi, BRAGGH!! Akhirnya semua pagar itu roboh.

Perempuan dan pengasuh anak itu berpelukan menjerit-jerit sangat ketakutan. Anak laki-laki itu sudah dalam pelukan ibunya lebih ketakutan lagi.

"Cukup! Kita cabut!" Seiko tersenyum puas. Mobil meluncur meninggalkan lokasi menuju keluar komplek.

"Kaget banget mukanya dia. Haha... " Chiharu tertawa.

"Pastilah." Tukas Seiko,  "Lumayan, kena mental kan. Kasian juga sih anaknya. Yeah bodo amatlah. Yang penting dia sekarang dijamin tidak lagi terlalu besar kepala."

***

Kanaya siyok melihat kejadian mengerikan yang begitu cepat memporak porandakan pagar indah rumahnya.

Anak yang dipeluknya diam termangu, sepertinya trauma, anak laki-laki itu diam saja tidak bereaksi ketika ibunya bertanya keadaannya. Anak itu berpindah ke tangan pengasuhnya.

Kanaya segera mengambil gawainya dari dalam tas. Tangannya masih gemetar. Kejadian barusan benar-benar melemahkan mentalnya.

Ia menekan nomor bernama Agit, Agit Darmawangsa. Agit Darmawangsa pengusaha sukses pemasok brand-brand besar dunia dari jam tangan, fashion sampai kosmetik.

"Mas, mas, rumah di grubug. Pagar hancur semua."

"Maksud kamu apa. Di grubug gimana?" Agit tidak mengerti maksud penjelasan Kanaya yang tiba-tiba.

"Iya, barusan. Ada mobil sengaja menabrak pagar rumah. Aku kira orang mabuk yang nyetir. Taunya sengaja. Karena setelah itu ditabrak lagi. Rontok semua pagar. Aku tahu pelakunya, Mas."

"Kamu tahu?"

"Ya, siapa lagi, pasti orang suruhan keluargamu. Maksudku istrimu. Pasti!"

"Loh kamu bisa yakin sekali. Jangan menuduh keluargaku dulu. Apalagi istri. Belum tentu. Tidak mungkin mereka senekat itu." Agit agak sengit membela. Dia memang sudah tidak ada rasa kepada istrinya, tapi dia tidak rela istrinya disalahkan.

"Ya siapa lagi, mas. Sejak foto-foto itu beredar di internet, baru dua hari lalu kan viral. Sekarang ada yang robohin pagar rumahku. Anakku sampai trauma loh. Aku gak terima mas. Aku mau kasusin. Enak aja dikira aku takut." Kanaya terdengar garang walau dengan suara lembut jelita manjanya.

"Jangan. Kamu sabar saja. Kalau kamu bawa ke hukum, kamu akan repot sendiri. Tidak kasihan dengan anakmu kalau kamu mesti bolak balik ke polisi. Nanti mas cari tahu siapa pelakunya. Mas janji akan buat mereka kapok tidak anarkis lagi. Oke." Agit berusaha menenangkan Kanaya, istri kedua yang dinikahinya secara siri tiga bulan lalu.

"Janji ya mas. Usut tuntas. Aku yakin itu adalah keluarga mas. Siapa lagi yang marah melihat foto-foto viral itu, ya pasti keluargamu atau istrimu. Aku yakin!" Kanaya merajuk manja merona.

"Pasti sayang. Mas janji. Apa sih janji mas yang gak mas tepatin kalau untuk kamu."

"Ada. Mas janji mau nikahin aku secara hukum. Jangan janji doang. Sudah mau tiga bulan. Mas nggak niat resmiin aku. Mas kira aku perempuan apa. Aku kan lagi hamil anakmu mas walau baru dua bulan kehamilanku. Aku butuh kejelasan!" Kanaya semakin merajuk sekalian mengeluarkan uneg-unegnya.

"Oh itu. Iya pasti. Mas pasti akan menepati. Cuma mas lagi ada proyek baru kan. Lagi banyak fokus. Kalau sudah rapi proyeknya, mas akan menceraikan istri mas. Lalu kita nikah di KUA ya. Ayolah mana istri kesayangan mas yang paling mas sayang.. Ketawa dong. Mas kangen suara ketawa merdu kamu..."

Kanaya akhirnya tertawa merdu manja merona. Dia tidak kuat kalau dirayu Agit seperti itu. "Mas, aku mau ketemu sekarang. Aku udah bad mood nih. Please aku mau kamu naikin mood aku lagi. Pleasee.. Mass.. Ketemuan yaa.. Kalau nggak aku ngambek beneran."

"Ya udah. Sekarang ya. Kamu mau dimana sayang. Mas jadi rindu... rindu kamu... tanpa baju... "

Kanaya tertawa berderai-derai manjalita. Dia tahu Agit bukan saja keok dengan wajah ayunya tapi juga paling takluk dengan tubuhnya. Tubuh molek menggemaskan yang katanya sudah tidak dimiliki istri pertamanya itu. Agit akan dibuatnya terbius ketika bertemu nanti. Kanaya senyum-senyum sendiri penuh menggoda.

"Suster Ria, saya ketemu bapak dulu ya. Hari ini Axel tidak sekolah. Suster telepon miss-nya ya. Saya gak lama. Kunci pintu. Jangan buka pintu sampai saya pulang." Kanaya pamit dengan pengasuh anaknya.

Kanaya lalu memeluk Axel, anak lelaki semata wayangnya. "Axel sama suster dulu ya. Axel boleh makan es krim tapi satu cup aja ya. Makanan yang dikasih suster dihabiskan ya. Mama pergi sebentar. Nanti siang kita ke rumah oma ya. Oma katanya kangen mau peluk Axel." Kanaya mencium kepala Axel berkali-kali. Anak itu sudah lebih rileks ketimbang saat kejadian tadi.

Kanaya baru saja akan masuk mobil ketika Pak RT dan beberapa tetangga sudah datang berdiri di luar pagar yang sudah hancur. Wah bakal ditanya-tanya ini.

"Eh Pak RT, assalamu'alaikum Pak.." Kanaya tidak jadi masuk ke dalam mobil. Ia menghampiri Pak RT dan beberapa tetangga yang datang. Pak RT dan yang lainnya kompak menjawab salam.

"Maaf Bu, saya baru dikabarin satpam, ada kejadian apa ya Bu. Pagar Ibu sampai hancur begini."

"Aduh maaf Pak RT, jadi ngerepotin pagi-pagi. Pagar rumah saya memang mau diganti Pak, jadi dirubuhin dulu Pak. Hehe sengaja kok Pak. Hehe... Maaf ya bapak bapak juga, terganggu ya dengan suaranya runtuhnya."

"Eh iya Bu..," Jawab seorang bapak mewakili. Sepertinya tetangga Kanaya. "Tadi saya dan orang rumah dengar suara seperti menabrak, brakkk! kencang sekali. Sekitar dua tiga kali. Trus dengar suara orang menjerit. Jadi saya langsung telepon satpam dan Pak RT. Maaf ya Bu."

"Oh iya saya yang minta maaf karena jadi mengagetkan. Suara jeritan karena seru seru kaget gitu Pak lihatnya tadi, hehe, maaf ya Pak."

"Oh ya tadi memang ada mobil pajero Bu, ijin masuk komplek, ninggalin KTP, nama di KTPnya Seiko Bu, katanya mau ke rumah ibu Kanaya. Mereka juga menyebutkan alamat detil ibu. Itu tamu ibu ya Bu." Pak satpam sekarang ikut bicara.

Seiko? Kanaya langsung teringat istrinya Agit. Benar kan dugaanku katanya dalam hati, Seiko yang menghancurkan pagar rumahnya. Padahal tadi Agit sengit sekali membela istrinya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status