Share

Agit Mendadak Puyeng

"Oh iya Pak." Kanaya pura-pura terkejut, "Memang tamu saya. Mereka kontraktor yang mau renovasi rumah saya pak. Yang pertama mau direnov pagarnya Pak."

"Oh baiklah Bu, jadi ini pagar ini memang sengaja dirobohin ya Bu.. Syukurlah. Saya kira ada apa. Kami selalu siap membantu warga." Pak RT menyambung percakapan.

"Iya Pak. Sengaja. Hehe... Saya baik baik saja Pak. Juga  Bapak-bapak semua saya ucapkan terimakasih atas perhatiannya."

Pak RT, satpam dan semua bapak-bapak sekarang maklum. Walau sebenarnya mereka tidak terlalu percaya dengan penjelasan Kanaya yang kurang logis, mereka memilih diam. Mereka semua pamit kepada Kanaya.

"Eh, maaf, Pak RT dan Bapak-bapak. Boleh saya minta tolong, pagar ini menghalangi, mobil saya tidak bisa keluar. Bisa tolong digeser sedikit saja. Hehe.."

Bapak-bapak yang sudah mau melangkah pergi, jadi saling bertatapan satu sama lain. Ada yang mau protes, dicolek oleh Pak RT untuk diam. Mereka kemudian bersama-sama menggeser pagar besi yang menghalangi jalur carport.

Kanaya tersenyum puas melihat rontokan pagar sudah digeser. Dia tidak bisa membayangkan kalau bapak-bapak pengurus tidak datang, bisa jadi dia sendirian yang menyingkirkan puing-puing rontokan pagar.

Kanaya segera meluncurkan mobilnya menuju hotel bintang lima yang sudah dibooking. Disana Agit sudah menunggu di parkiran.

Kanaya membuka pintu mobil ketika dia sadar Agit sudah berdiri di samping pintu. Kanaya langsung menghambur ke pelukan Agit. Mereka berpelukan erat seperti saling merindukan seakan-akan sudah lama berpisah. Padahal baru semalam mereka bertemu.

"Kamu baik-baik saja kan." Agit mengelus kepala Kanaya. Diperlakukan seperti itu Kanaya malah menangis. Agit lalu memeluknya kembali, "Aku kepikiran kamu terus Aya. Siapa orang yang sengaja melakukan itu. Akan kubuat dia menyesal!" Agit menahan amarah sampai urat di dahinya terlihat jelas.

"Istrimu, Mas. Seiko! Fix dia. Tadi satpam juga bilang karena jelas tertera di KTP yang dititipkan ketika masuk ke dalam komplek." Kanaya menengadahkan kepalanya ke atas melihat wajah Agit yang tegang. Agit melepaskan pelukannya.

"Seiko? Serius? ... "

"Benar, Mas. Kan ada cctv satpam juga. Aku belum sempat lihat CCTV di rumah. Mas nanti bisa lihat bagaimana kegilaan Seiko menghajar pagar rumahku."

Agit benar-benar terkejut. Dia tidak menyangka Seiko yang lembut pendiam bisa anarkis begitu. Pasti ada yang mengompori.

Seketika kepalanya agak pening membayangkan apa yang akan dilakukan kepada dirinya nanti kalau dia pulang ke rumah. Seiko ternyata bisa mengerikan kalau terluka hatinya. Bisa jadi dia dibunuh oleh Seiko. Agit bergidik membayangkannya.

"Kenapa Mas, kok mendadak diam?"

"Ayok kita masuk ke hotel sayang. Kepalaku mendadak puyeng waktu kamu bilang Seiko pelakunya. Sudahlah proyek tadi pagi ada masalah. Sekarang Seiko pula. Aku benar-benar perlu rileks..."

Agit mendekap Kanaya disampingnya. Mereka berjalan menuju lobby hotel.

Kanaya senang sekali melihat reaksi Agit ketika tahu Seiko pelakunya. Kanaya tersenyum penuh arti.

Seiko! Agit akan menjadi milikku seorang, kamu akan diceraikan, Seiko! Kanaya berteriak di dalam pikirannya.

Di kamar, kedua insan itu langsung lupa diri, apalagi Agit, saat ini dia hanya ingin melupakan Seiko. Agit hanya ingin bersama Kanaya melupakan semua masalah pagi ini.

Mereka berkali-kali mereguk kenikmatan yang hanya mereka berdua yang merasakan.

Jam 12 siang kurang 5 menit. Kanaya sudah berpakaian lagi dengan rapi. Agit masih tergeletak di bawah selimut. 

"Mas, Mas Agit, bangun. Aku harus pulang. Mas mau tinggal disini dulu?" Kanaya menyugar rambut ikal Agit  nan tebal. Agit membuka matanya. Meraih Kanaya ke dalam pelukannya. 

"Mas, aku sudah rapi." Kanaya menepis pelukan Agit. Tapi perlakuan Agit membuat Kanaya pasrah. Dia diam saja membiarkan Agit melepaskan satu persatu hingga tak ada sehelai benang di kulitnya yang putih bak pualam. 

Setelah melalui dua babak, mereka terkulai lagi. Kali ini mereka berdua malah lebih mengantuk. 

Krrtt krrtt krrtt bunyi getar gawai menghentakkan mereka berdua dari rasa kantuk. "Hape siapa?" Tanya Agit dengan mata menahan kantuk. 

"Hapemu, Mas! Seiko!" Suara Kayana meninggi terdengar jelas panik. "Jangan diterima, Mas, nanti saja. Aku nggak suka." 

 

Agit malah menjulurkan tangannya meminta gawainya. Kanaya memberikan dengan bibir mencebik yang membuatnya makin menawan. Agit tersenyum lalu mencium pipi montok Kanaya. "Aku cuma mencintai kamu Kanaya..." Agit menenangkan Kanaya yang sedang sangat cemburu. 

Agit mengangkat gawainya ke telinga, satu jari telunjuk yang lain memberi isyarat telunjuk di bibir agar Kanaya diam. 

"Ya halo." Agit lalu menjawab salam. "Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarakatuh. Ya Sei.. Ada apa tumben siang-siang telepon."

"Aku baru saja menabrak hancur pagar rumah Kanaya. Istri sirimu. Aku cuma mau bilang itu saja. Maaf mengganggu acara kalian berdua. Aku baru saja melewati mobilmu di parkiran hotel bintang lima." 

Lalu hubungan telepon diputus. 

Agit dan Kanaya saling bertatapan. Kanaya jelas mendengar karena speakernya dia minta aktifkan tadi. 

"Ah bagus itu. Jadi dia sudah mengaku sendiri. Tapi tetap akan aku bikin laporan, biar istri tuamu itu kapok dan nyesel. Kali ini dia salah pilih lawan."

"Jangan Aya. Seiko sudah mengaku. Dia pasti sedang emosi sekali padamu. Aku saja nyaris pingsan waktu tahu kamu posting foto kita di Maldiv. Apalagi Seiko."

"Itu hak aku dong Mas. Kan aku memang istrimu, walau belum resmi."

Agit tidak membantah. Ia memilih diam. Lalu segera masuk ke kamar mandi. Perasaannya aneh menjalar di dalam dadanya. 

Tadi Agit mendengar suara Seiko yang tenang, kalem, lembut. Nada suara Seiko terdengar begitu menghormati Agit, tidak ada nada marah. Nada yang sama seperti biasanya kalau Seiko berbicara kepadanya. Agit tiba-tiba merasa rindu. Apa kabar istrinya yang super sabar itu. 

Agit tiba-tiba merasa berdosa sekali kepada Seiko.

Agit dan Kanaya berpegangan tangan menuju ke pelataran parkir hotel menuju kendaraan masing-masing. 

"Mas mau kembali ke kantor kan?" Tanya Kanaya yang sedang membuka pintu mobilnya. Agit mengangguk sekali, keningnya berkerut. "Mas kok jadi berubah setelah Seiko menelepon, jangan bilang kamu lagi rindu sama si pelaku anarkis itu. Huh!"

"Aku sedang memikirkan proyek, Aya. Kan aku bilang tadi pagi ada masalah. Aku sebenarnya mau ketemu dengan tim tadi pagi, tapi kamu menelepon." 

"Mas gak biasa begini, seperti sedih, seperti memikirkan sesuatu." Kanaya tetap memaksakan pikirannya. 

"Aku tidak mau berdebat. Pulanglah. Nanti kita bicara lagi. Aku harus segera kembali ke kantor." Agit menutup pintu mobil Kanaya. 

Kanaya cemberut, hatinya geram. Biasanya kalau berpisah Agit akan memeluknya erat-erat dan menciumnya berkali-kali, seperti tidak mau berpisah. Kali ini Agit malah seperti ingin segera berpisah dengannya. Wajahnya tegang, tak ada senyum sedikitpun. 

Kanaya merasa akan ada sesuatu yang hilang. Dia sedih sekali melihat Agitnya berubah. Kanaya tidak menyangka postingannya yang viral akan membuat istri Agit menjadi murka seperti itu. Dia sebenarnya berharap sebaliknya. Dia berharap perempuan tua itu mundur dengan kesadaran penuh. Bukan membuat keonaran di rumahnya. 

Rencana Kanaya Abella gagal. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status