Share

03. Menyambut Kekasih Suami

“Oh ya Pa, di sekolah nanti ada acara, Raina ditunjuk membacakan karangan Raina di depan orang banyak, papa bisa hadirkan?” tanya Raina setelah mereka selesai sarapan.

“Raina, Papa ada meeting, sama Oma atau Tante Sari, saja ya?” bujuk Ardi tanpa melihat ke wajah putrinya sendiri.

“Maaf Raina sayang Oma ada urusan penting sama Tante Sari, kamu ditemani sama Mbak Sarah saja ya, Mbok Darmi pulang kampung selama dua Minggu. Dan kamu Aluna tetap di rumah saja jangan pergi ke mana-mana, Mama nggak mau kalau keluarga kita menjadi bahan topik  perbincangan di luar sana karena mempunyai menantu cacat seperti kamu!” ancam Bu Rini ketus.

Ardan diam saja tidak membela istrinya yang selalu di hina oleh ibunya sendiri.

“Oh ya  Ma, Delia akan datang dari luar negeri dan Ardan akan menjemputnya di bandara, dan bolehkah Delia menginap sementara di sini, kebetulan rumahnya sedang renovasi dan dia tidak biasa tinggal di hotel terlalu lama,” jelas Ardan mengalihkan pembicaraan.

“Apa! Delia pulang? Boleh dong Sayang, kapan pun dia mau tinggal di sini bahkan kalau perlu kamu nikahi saja Delia, bagaimana?” usul Bu Rini  dengan tersenyum puas melihat  Aluna  terdiam dengan mata yang berkaca-kaca.

“Oke Ma, Ardan pergi kantor dulu ada meeting pagi dan tolong siapkan hidangan untuk menyambut kedatangan Delia, Mama tahu kan kesukaannya?” tanya Ardan sekilas melihat wajah Aluna.

“Sudah kamu tenang saja, begitu kalian pulang semuanya akan sudah siap di meja makan,” sahutnya bersemangat.

“Ardan tahu kalau Mama bisa diandalkan, Ardan pergi Ma.”

Pria tampan itu berlalu tanpa memperhatikan Aluna dia pergi begitu saja dan membuat hati Aluna bertambah perih.

Sebisa mungkin Aluna bersikap cuek, tidak ingin menanggapinya walaupun kedua tangan seperti mati rasa dan bergetar,  tetapi hatinya hampir tergoyahkan saat nama wanita lain terucap manis di bibir pria bertubuh tinggi itu. Ardan kembali menggoreskan luka bahkan luka lama pun belum sepenuhnya tertutup kini terbuka kembali  tetapi kenapa yang tak berdarah hanya terasa perih dan sakit?

Hatinya kembali bergemuruh menahan amarah dan tangis yang ingin diluapkannya, tetapi seperti ada yang menahannya.

“Hei, kamu kenapa Aluna? Apakah kamu cemburu ?” tanya Bu Rini merasa puas melihat menantunya berwajah muram.

“Ayolah jangan sedih gitu tambah jelek tahu,  kamu tahu Delia itu sangat sempurna, seharusnya Ardan menikah dengan Delia, dia  tunangan Ardan sebelum kamu masuk di  dalam hidupnya Ardan. Kalian menikah hanya karena perjodohan yang tidak masuk akal ini, kamu itu sebenarnya tidak pantas menjadi menantu di rumah ini, kamu itu anak sopir kami yang kata papa  telah

menyelamatkan papa dan Ardan saat pergi ke puncak. Jadi tidak udah cemberut gitu, kamu akan lihat dia begitu sempurna menjadi seorang wanita ,” ejek Sari  dengan tersenyum sinis diikuti oleh Bu Rini membalas senyuman Sari.

“Oh ya Mbak,  apakah Mbak Sari  termasuk wanita sempurna itu? Buktinya Mbak sudah dua kali menjanda tetapi tidak ada pun satu anak yang Mbak lahirkan? Mereka kabur karena tidak tahan dengan kelakuan Mbak, mungkin kalian masih beruntung bisa sekaya ini tetapi bagaimana jika  kalian tiba-tiba bangkrut karena ulah kalian sendiri  yang suka menghambur-hamburkan uang begitu mudahnya,” ejek Aluna  dengan nada sinis.

“Plak!” Sebuah tamparan berhasil mendarat  di pipi  Aluna sehingga menambah perih lukanya.

“Lancang sekali kamu Aluna, begini kamu bicara dengan orang yang lebih tua dari kamu, dia itu kakak ipar kamu, jangan lupa itu!” hardik Rini terlihat emosi.

“Dan kalian harus tahu juga kalau aku adalah menantu di rumah ini, aku memang cacat tetapi bukan berati kalian seenaknya membuatku menderita.”

“Dan jika papa tahu akan kelakuan kalian seperti ini pasti kalian akan di usir dan hidup di kolong jembatan!” ancam Aluna dengan nada gemetar.

Seketika mereka terdiam sejenak, tetapi tiba-tiba tawa menggelegar keluar dari mulut mereka. "Kamu dengar sendiri Sari, dia mulai banyak bertingkah dan banyak bicara."

“Silakan Aluna, silakan Mama tidak peduli, dengan begitu kamu mempermudah Mama untuk menghabisi Papa, dan Mama dengan bebas bisa menikah lagi.” Jawaban dari Bu Rini  membuat Aluna terkejut dan tidak percaya kalau ternyata Bu Rini sudah tidak membutuhkan lagi Pak Ardi  yang selalu mencintai dirinya.

“Sari Sayang ambilkan kertas dan pulpen, hari ini kita kedatangan tamu spesial dan kita harus menyambutnya dengan berbagai macam hidangan untuk dia,” ucapnya sambil menatap Aluna.

Sari  membawa kertas dan pulpen, dia lalu memberikan kepada mamanya. Rini  lalu menuliskan beberapa hidangan untuk dibuat oleh Aluna. Dia tahu Aluna sangat pandai memasak, semua itu diturunkan dari bakat ibunya yang dulunya  pernah bekerja di sini rumah  ini juga  sebagai tukang masak di rumah ini.

Namun, baik Pak Sugeng dan Mbok Narsih tidak mau nasib anak gadisnya sama dengan mereka, sehingga mereka membawa Aluna  menuntut ilmunya di kota lain. Sebagai orang tua Aluna, mereka ingin Aluna menjadi wanita sukses dan mandiri, mengejar cita-citanya yang diinginkan tanpa harus mengikuti jejak mereka.

Semua tidak direncanakan, hanya takdir yang menentukan ke mana kita pergi, begitu juga dengan Aluna yang tidak mengerti akan takdirnya menikah dengan anak majikan orang tuanya, padahal kedua orang tua itu tidak pernah membayangkan hal ini terjadi di keluarga mereka.

Peristiwa itu  sudah setahun berlalu saat semua keluarga Ardan berlibur ke puncak , di waktu bersamaan Aluna juga mempunyai kegiatan kerja di daerah sana, sampai akhirnya saat di pertengahan jalan wanita itu  melihat terjadinya sebuah kecelakaan beruntun. Bersama temannya Aluna berniat untuk menolong korban kecelakaan di sana. Hal ini mengejutkan bagi dirinya ternyata korban kecelakaan itu diantara mereka adalah bapaknya. Panik dan histeris melihat sekujur tubuh orang tua itu yang dipenuhi dengan luka dan darah.

Saat ingin mengevakuasi bapaknya, Aluna melihat seorang pria berjalan tertatih-tatih dengan tubuh penuh luka ingin menghampiri dirinya, disaat bersamaan pula ada sebuah mobil pick berlawanan arah melaju kencang, tanpa berpikir panjang wanita itu segera berlari dan menangkap tubuh tinggi pria itu sekuat tenaga dan mendorongnya ke samping badan jalan, tetapi tiba-tiba salah satu kaki Aluna mengalami keram sehingga tidak sempat menghindar sehingga mobil pick up itu pun melindas kakinya. Aluna pun tak sadarkan diri dia pun dibawa lari ke rumah sakit.

***

Sore ini di rumah besar itu akan kedatangan tamu istimewa bagi mereka khususnya untuk  Ardan, tetapi tidak untuk Aluna, perih dan sakit hati hal itu lagi yang harus di ia  dirasakan. Selain menyambutnya kini Aluna harus memberikan suguhan yang istimewa dengan menyenangkan perutnya.  Walaupun tidak sulit untuk menyiapkan masakan yang diminta karena dia pun pintar memasak tetapi waktu yang terlalu singkat untuk memasak apalagi mertuanya hanya ingin Aluna mencicipi masakan dari tangan menantu yang tidak dianggap itu.

Apakah ini sebuah tantangan atau hanya ingin membuat malu Aluna, bagaimana dia bisa menyelesaikannya sendiri dalam keadaan fisik seperti dia?

Sebisanya kedua pembantu itu ingin menolong Aluna  tetapi ancaman Bu Rini telah menciutkan nyali mereka sehingga mereka pun tidak berani untuk melanggar apa yang menjadi keputusan majikannya itu. Di saat masih  diliputi kegundahan hatinya,  tak lama kemudian terdengar ponsel Aluna berbunyi, dia lalu mengambil dari saku gamisnya dan menatap layar ponsel itu, seketika matanya berbinar  dan sedikit terbit sebuah senyuman kecil dari sudut bibir mungilnya.

“Siapa Neng?”

“Mas Ardan, Mbok.”

“Cepat angkat siapa tahu penting,” ucap Sarah bersemangat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status