Amalia kembali ke kantornya dengan jantung yang berdebar-debar tak karuan. Dia merasa takut.
Takut jika dia ketahuan telah makan siang dengan Pak Revan, pasti semua teman kantornya sangat heboh walau sebenarnya Pak Revan mengatakan kalau itu semua tidak masalah buatnya.
Apalagi kalau Novi sampai tahu, ahh... Lia tak berani membayangkannya.
Lia berusaha memasang wajah senormal mungkin saat masuk ke dalam ruang kerjanya dan duduk dengan manis di kursinya.
Lia merasa sangat konyol, memangnya dia melakukan kesalahan apa? Hanya makan siang dengan atasannya, itu bukan sebuah dosa kan? Hanya makan siang! Iya hanya makan siang!
Namun entah kenapa, hati Lia menginginkan lebih dari sekedar makan siang. Salah
Saat waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, Lia dengan terburu-buru menyelesaikan semua pekerjaannya dan bergegas untuk pulang.Hari ini, setelah magrib akan ada acara baca doa lagi di rumahnya, dia harus bergegas beberes rumah. Karena kedua kakaknya sudah pulang ke Jogja jadi semuanya harus Lia urus sendiri.“Lia! Lia!”Saat Lia hendak menyalakan motornya, Anita berlari tergopoh-gopoh mendekatinya. Lia pun menurunkan standar motor dan menunggu Anita hingga mendekat.“Ada apa Nit?”“Nanti acara baca doanya jam berapa?”“Habis magrib, makanya aku buru-buru mau pulang.”“Wah, mepet sekali! Sekarang kan sudah jam lima!” tanpa bicara lagi Anita langsung naik ke atas motor Lia.“Loh, Nit? Ngapain?”“Aku ikut ke rumahmu, bantu-bantu. Aku kira acaranya
“Kali ini kamu nggak bisa mengelak lagi! Ayo bilang, atau aku akan terus di sini menunggu!”Amalia duduk sambil menundukkan kepalanya persis seorang murid yang ketahuan mencontek saat ulangan oleh Guru yang galak. Dan Anita adalah guru galak itu.Anita menyilangkan tangannya di dada sambil menatap Amalia yang masih terus tertunduk. Posisinya yang berdiri membuat Amalia semakin terintimidasi.“Semalam kamu bisa mengelak dengan alasan sudah lelah, aku maklum karena aku juga merasa lelah. Tapi sekarang nggak ada alasan kan? Ayo cerita, mumpung kita hanya berdua di sini!" Ya, ruang klaim memang saat ini sedang kosong.Saat jam istirahat, admin klaim yang hanya terdiri dari dua orang yaitu Anita dan Pak Anhar tak
Lia memarkirkan motornya di pelataran sebuah restoran dengan bangunan yang bergaya belanda kuno.“Benar ini tempatnya kan?” ucap Lia bermonolog.Lia belum pernah datang ke sini sebelumnya, dia hanya mengikuti lokasi yang dibagikan oleh Revan lewat chat. Dia tak menyangka kalau tempat makan kali ini begitu lengang. Bahkan hanya ada dua mobil di halaman parkirnya.Lia jadi sedikit takut jika dia salah masuk tempat. Akhirnya dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Revan.“Pak... Saya sudah ada di depan,” ucap Lia saat panggilan teleponnya diangkat oleh Revan.“Ya, masuk aja Lia. Saya sudah ada di dalam.”“Oh... i
Lia berulang kali menatap pantulan dirinya di cermin. Malam ini, setelah acara baca doa selesai dan Anita pulang, Lia langsung mengganti bajunya dengan baju terbaik yang dia miliki. Tadi siang saat makan siang dengan Pak Revan, dia berjanji untuk makan malam di angkringan dekat rumahnya. Entah kenapa Lia selalu menurut dan tak bisa menolak permintaan atasannya itu. Revan ngotot minta makan malam bersama karena Lia tak bisa ikut makan siang esoknya. Lia tak bisa makan siang dengan Pak Revan karena dia sudah membuat janji makan siang bersama Anita. Besok adalah hari ulang tahunnya, tapi Lia enggan mengatakan yang sebenarnya pada Revan. Lia terdiam, dia teringat kembali saat Pak Revan mengatakan bahwa dia menyukainya, bahwa dia merasa nyaman saat di dekatnya. Tanpa Lia sadari senyum mengembang di bibi
"Selamat ulang tahun Lia.." Anita sengaja menyiapkan sebuah kue tart mungil dilengkapi dengan tiga lilin ulir warna pink."Ayo tiup lilinnya," Ucap Anita sambil bertepuk tangan."Stt! Malu ah, kaya ABG aja pakai tiup lilin segala," Lia menunduk malu. Ini adalah kali pertamanya dia merayakan ulang tahun di sebuah restoran. Selama ini, Lia selalu merayakan ulang tahunnya sendirian, karena tak pernah ada teman yang memperhatikan hari lahirnya itu. Jujur Lia sangat senang dan terharu atas perhatian Anita namun dia tetap merasa malu, dia merasa terlalu tua untuk melakukan ini semua.“Maaf aku datang terlambat,” Adam datang dengan sedikit tergopoh-gopoh.“Kerjaan di kantor banyak banget tadi,” lanjutny
"Jadi kamu nggak mau makan siang dengan Saya hari ini karena sudah janji makan siang dengan pacarmu?”Revan berdiri sambil menyandarkan bokongnya diujung meja kerjanya, sedangkan Lia duduk di kursi tepat di depan Revan.Lia merasa heran, tampak dari tatapan matanya saat melihat Revan.“Kok Pak Revan marah?”“Saya nggak marah, memangnya Saya terlihat marah? Saya hanya nggak suka di bohongi!”“Saya mau makan siang dengan siapa itu kan urusan Saya. Privasi Saya! kenapa Saya harus mengatakan semuanya kepada Bapak?”Revan menatap Lia sambil menyilangkan tangannya di dada. Setelah menarik n
Seharian ini Lia merasa kesal, bahkan terus terbawa perasaan itu hingga pulang kerja. Alhasil, Lia jadi malas untuk melakukan apa-apa di rumah. Dia hanya tiduran di atas ranjang milik almarhumah Ibu nya.“Ternyata, sepi sekali hidup sendirian di rumah ini. Rumah terasa terlalu besar dan kosong… apa lebih baik aku kos saja ya? biar punya teman kos dan nggak merasa sepi seperti ini…” gumam Lia.Sejak kepergian Ibu, baru kali ini Lia merasa kesepian. Biasanya selalu ada Pak Revan yang mengirimi pesan atau mengajak makan.“Sadarlah Lia, dia bukan siapa-siapa. Kenapa dia harus bertanggung jawab untuk perasaanmu,” gumamnya lagi sambil memejamkan mata.Kriing..Dengan
‘Klik. Klik.’Lia mengambil ponselnya karena ada notifikasi pesan masuk.“Pasti Mas Rohman,” gumamnya. Dari pagi Rohman memang sudah wanti-wanti agar Lia segera membuat dokumen permohonan order untuk Rumah sakit XX. Dia terlihat sangat khawatir Lia akan dimarahi lagi oleh Pak Revan sehingga dia terus mengingatkan Lia. Dia bahkan mengajukan diri untuk membantu dan berniat untuk pulang ke kantor lebih awal agar bisa membantu Lia menyelesaikan dokumennya.Rohman memang sangat baik pada Lia, dari dulu.‘Nanti siang kita makan bareng, Saya tunggu kamu di Obonk.’Lia terdiam sambil menatap pesan masuk itu dengan teliti. Benar ini Pak Revan yang kirim? bukankah dari kemarin dia masih marah-marah nggak jelas? tadi pagi pun saat bertemu di ruang absensi dia masih terlihat tak bersahabat. Kenapa tiba-tiba, nggak ada angin, nggak ada hujan dia mengirimi pesan dan mengajak makan siang?Lia mengusap matanya, takut kalau ini hanyalah halusinasinya saja.Atau mungkin Pak Revan salah kirim? mungkin