Share

Jejak Merah Di Leher Adikku

"Nis, semalam kamu enggak pergi kemana-mana kan?" tanyaku pada Anisa. Melihat tanda merah di lehernya tiba-tiba mengingatkanku pada ucapannya semalam bahwa mulai sekarang dia bisa dapatkan uang sendiri tanpa bantuanku. Sumpah saat ini aku sangat takut kalau dia benar-benar membuktikan ucapannya. Di luar sana banyak sekali lelaki hidung belang, hidup Anisa bisa benar-benar hancur jika dia salah melangkah sedikit saja.

"Pergi kemana sih, Mbak. Mbak tahu sendiri kan setelah bertengkar dengan Mbak aku langsung mengurung diri dalam kamar!"

Bohong, Anisa pasti sedang mencari alasan untuk menutupi kesalahannya. Kalau dia tak keluar bagaimana bisa jejak merah itu bisa ada di lehernya.

"Nis, sekarang jujur sama Mbak. Setelah Mbak tidur kamu mengendap-endap pergi dari rumah kan?"

Sarapan belum di mulai tapi aku sudah merusak mood semua orang karena emosiku mendengar kebohongan Anisa.

"Kamu kenapa sih, La. Dari kemarin kayaknya kok emosi terus sama adikmu!" protes ibu tiriku. Aku tak segera menjawab pertanyaannya melainkan mendekat ke arah putriku lebih dulu.

"Elsa sayang, sekarang pergi ke kamar dulu ya. Nanti biar Mamah yang anter makanan ke kamar kamu!"

Meski terlihat berat hati Elsa hanya mengangguk tanpa banyak bertanya. Dia bergegas lari menuju kamarnya.

"Kamu kenapa, La. Dari kemarin sepertinya cari masalah terus sama Anisa!"

Kini suamiku ikut berbicara membela adikku.

"Mas aku cuma takut Elsa melakukan hal yang tidak-tidak di luar sana. Dia adikku Mas, meski bagaimanapun juga aku merasa bertanggungjawab dengan masa depannya!"

"Mbak ngomong apaan, sih. Sumpah Mbak, aku sama sekali enggak keluar rumah semalam!" Anisa terdengar mulai membela diri.

"Bohong! Kalau kamu enggak keluar rumah bagaimana bisa ada jejak merah di lehermu!" Aku mendekat kearah Anisa untuk menunjukan jejak merah yang aku maksud.

"Ini mungkin cuma karena aku menggaruk terlalu kuat saja Mbak." Anisa masih ingin membela diri.

"Mbak enggak bodoh Anisa. Mbak tahu bedanya luka akibat garukan dengan jejak merah yang seseorang tinggalkan di lehermu!"

Anisa terlihat kebingungan. Dia menoleh kearah ibunya seperti sedang memberi kode pada ibunya untuk membelanya.

"Anisa sudah besar, La. Dia tahu mana yang baik mana yang enggak. Kamu mendingan berhenti ngurusin urusan dia. Kayak kamu enggak pernah muda saja!"

Aku menoleh kearah suamiku yang dari tadi terus-terusan mencoba membela Anisa.

"Kalau dia tahu mana yang baik dan mana yang enggak, tidak mungkin dia berani mengendap-endap keluar rumah malam-malam hanya untuk menemui pasangan mes*mnya, Mas. Anisa adikku, kenapa kamu selalu melarangku mengatur hidupnya? Kalau sampai Anisa hamil di luar nikah, kamu mau ikut tanggung jawab?"

Wajah suamiku terlihat merah menyala, namun kali ini dia memilih diam tak menyahut lagi ucapanku.

"Ibu percaya Anisa enggak mungkin ngelakuin hal di luar batas, La. Jadi berhenti mencurigai Anisa lagi."

"Ibu...Ibu...Bukti Anisa telah melakukan hal di luar batas sudah di depan mata pun ibu masih bilang percaya dia tak melakukan apa-apa. Lihat Anisa dari tadi diam, berarti apa yang aku tuduhkan tidak sepenuhnya salah kan?"

Anisa menatap marah kearahku, matanya sedikit berair. Tak berapa lama kemudian wanita itu bangkit lalu pergi dengan menghentakan kakinya. Ibu tiriku mengikutinya, sepertinya pagi ini mereka akan kompak mogok makan lagi.

"Mas malu sama ibu dan Adikmu, La. Sebelum kamu mau minta maaf sama mereka jangan harap Mas mau makan bareng kamu lagi!"

Loh-loh, kok suamiku ikut-ikutan pergi. Aneh, kenapa akhir-akhir ini dia terlalu membela Anisa secara berlebihan. Padahal sebelumnya dia juga ikut kesal melihat sikap arogan Anisa. Apalagi kalau dapat surat peringatan dari sekolah Anisa ketika wanita itu membuat masalah.

Melihat semua orang pergi, mood makanku sudah hilang. Akhirnya aku hanya makan beberapa suap lalu mengantarkan sepiring nasi beserta lauk ke kamar anakku Elsa.

"Elsa, sayang. Maaf ya kalau Mamah telat antar makanan kamu. Kamu pasti sudah sangat lapar kan?" tanyaku setelah mendekat kearah Elsa.

"Enggak apa-apa, Mah. Sini Elsa makan sekarang saja!"

Elsa mulai melahap makanan yang ku bawa dengan rakus. Sepertinya dia sudah benar-benar lapar tadi. Sesaat rasa bersalah padanya muncul. Karena tak bisa menahan emosiku pada Anisa, aku jadi membuat Elsa kelaparan seperti ini.

"Pelan-pelan makannya sayang, nanti kamu bisa tersedak!" ucapku sambil mengelus rambut anakku.

"Hehe...Elsa lapar banget, Mah." balasnya sembari mengunyah makanan dalam mulutnya.

Aku kemudian memberinya segelas air putih setelah anakku  selesai makan.

"Mah, Mamah bertengkar lagi sama Tante Anisa ya?" tanya putriku setelah meletakan gelasnya diatas meja kamar.

"Enggak kok, tadi Mamah cuma ingin bertanya kemana dia semalam!" jawabku.

"Loh kok Mamah bertanya kemana Tante Elsa semalam. Bukannya dia ada di kamar Mamah semalaman tadi ya?"

Degh!

Aku sontak terkejut mendengar ucapan Elsa. Bagaimana dia bisa mengatakan kalau semalam Anisa ada di kamarku.

"Mamah tidur setelah makan malam sayang, enggak mungkinlah Tantemu ada di kamar Mamah semalam!"

"Mah, beneran Tante Anisa ada di kamar Mamah kok semalam. Subuh tadi Elsa bangun karena pengin pipis. Saat Elsa baru buka pintu kamar, enggak sengaja Elsa lihat Tante Anisa keluar dari kamar Mamah. Elsa pikir Tante Anisa tidur bareng sama Mamah!" cerita putri luguku yang masih berusia tujuh tahun itu.

Tidak mungkin, tidak mungkin Anisa ada di kamarku semalam. Elsa pasti semalam cuma mimpi, dia tak benar-benar melihat Anisa keluar dari kamarku. Aku terus berharap apa yang barusan Elsa katakan tidaklah benar.

Saat aku mencoba mengelak kebenaran cerita Elsa, tiba-tiba aku teringat kejadian saat aku menemukan ikat rambut Anisa yang ada di sofa kamarku. Melihat bukti itu, mau tak mau aku harus lebih percaya ucapan putri kecilku di banding Mas Dani. Kalau benar apa yang Elsa katakan barusan, berarti jejak merah di leher Anisa yang ku lihat itu ulah dari Mas Dani bukan dari lelaki lain?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
kalau udah selingkuh..pasti diikuti oleh kebihongan2
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status