Share

Berbaikan

Hari menjelang sore, aku membantu Bik Yuli menyirami bunga di halaman rumah ini. Saat kami sedang asik berbincang, aku melihat sebuah taksi berhenti di depan pagar. Aku dan Mbok Yuli kompak melihat kearah taksi tersebut.

Seorang wanita dengan dres seksi yang di kenakannya membuat moodku yang awalnya baik-baik saja seketika berubah menjadi buruk. Wanita itu adalah Anisa, adik tiriku yang tak tau terimakasih itu.

"Mbok, bukain gerbangnya dong!" mohon Anisa sambil berdiri tepat di depan pagar.

 

"Mbok Yuli sedang sibuk, kamu kan punya tangan. Mending langsung buka saja dengan tanganmu. Enggak usah ngerepotin orang yang lagi sibuk!"

"Aku bawa banyak barang, Mbak. Susah!" ucapnya sambil memamerkan beberapa papper bag yang ada di tangannya.

"Susah gimana, Nis. Kamu loh tinggal letakin papper bag itu lalu geser gerbangnya. Apa susahnya?"

Wajah Anisa cemberut, namun meski begitu wanita itu tetap melakukan seperti apa yang ku suruh. Setelah selesai, dia berjalan melewatiku, aku membiarkannya lewat begitu saja tanpa mau menanyainya soal barang belanjaannya. Malam ini aku tak mau bertengkar dengan suamiku, jadi sebisa mungkin sementara waktu aku akan menahan diri untuk tidak mencari keributan dengan Anisa.

Selang tiga puluh menit dari kepulangan Anisa, Mas Dani pun pulang. Aku menyambut kepulangannya dengan senyuman. Semoga dengan sambutan ramahku saat ini bisa meredakan kemarahan Mas Dani tadi pagi.

"Mau aku siapkan air anget buat mandi, Mas?" tanyaku pada suamiku setelah kami berada dalam kamar.

"Enggak perlu, Mas mau lansung tidur saja. Mas cape banget!"

Apa katanya tadi? Cape? Dia tidak bekerja hari ini, kenapa malah dia mengeluh cape?

"Ini sudah mau maghrib loh, Mas. Enggak baik tidur di jam-jam seperti ini!"

"Udah enggak usah banyak ngomong kamu, Mas cape jadi Mas mau tidur sekarang juga!"

Aku hanya diam memandangi suamiku yang langsung bisa terlelap setelah membentakku. Entah apa yang sudah di lakukannya sampai wajahnya terlihat sangat letih seperti itu.

Ku dekati tubuh suamiku lalu ku buka sepatu yang belum sempat di lepaskannya. Setelah selesai baru aku selimuti tubuhnya.

Sudah adzan maghrib, aku mencoba membangunkan suamiku tapi dia sama sekali tak mau bergerak. Akhirnya aku membiarkannya tidur saja tanpa menjalankan kewajibannya dulu sebagai seorang muslim.

Waktu sudah menunjukan  pukul delapan malam, suamiku belum juga terbangun. Akhirnya aku memutuskan untuk makan malam tanpanya.

Di ruang makan terlihat sangat sunyi, hanya ada aku dan anakku Elsa saja. Adik dan ibu tiriku memilih mengorder makanan online daripada satu meja makan denganku. Aku sama sekali tak berniat membujuk kedua wanita itu, takutnya mereka makin besar kepala jika aku melakukan itu.

 Kita lihat saja sampai kapan pacar Anisa mampu memberi wanita boros itu uang. Semoga kehidupan pacar Anisa tidak berakhir seperti Almarhum Ayahku yang awalnya kaya namun harus terlilit hutang karena terlalu memanjakan ibu tiriku.

"Loh kok makan enggak bangunin, Mas?" tiba-tiba suamiku datang mendekat kearahku juga Elsa. Dia mencium pipi Elsa kemudian menarik kursi yang ada tepat di sebelah kiriku.

Aku sempat mengernyitkan kening saat dia bertanya seperti itu, bukannya tadi pagi dia sempat bilang kalau dia takan mau makan bersamaku jika aku belum minta maaf sama Anisa?

"Aku takut buat Mas marah saja karena sebelumnya Mas bilang padaku kalau Mas tak mau makan bersamaku selagi belum minta maaf sama Anisa." jawabku jujur.

"Mas tadi pagi cuma lagi emosi saja. Maaf, ya sayang. Akhir-akhir ini Mas memang kurang bisa mengontrol diri!" ucapnya sambil menyendok nasi ke atas piringnya.

Berbeda dari sebelum tidur, aku melihat raut wajah suamiku yang sangat ceria kali ini. Aku merasa senang karena dia sudah kembali menjadi suamiku yang baik dan lembut.

"Mas mau lauk apa?" tanyaku pada lelaki disampingku.

"Mau Ayam goreng sama sayur buncis itu!"

"Ok!" Aku langsung mengambilkan Ayam goreng beserta sayur buncis sesuai permintaan suamiku.

Malam ini kami banyak mengobrol dan becanda. Elsa terlihat sangat senang karena melihat kami kembali harmonis seperti sebelumnya.

Setelah selesai makan, aku mengantarkan Elsa ke kamarnya. Elsa bilang dia langsung mau tidur saja jadi aku tak perlu membacakan dongeng seperti yang sudah-sudah.

Saat masuk dalam kamar, ku lihat Mas Dani sedang cekikan berbalas pesan dengan teman-temannya. Aku mendekat kearahnya lalu duduk tepat disamping kirinya.

"Mas enggak mau lanjut tidur?" tanyaku pada lelaki itu.

"Mas masih belum ngantuk sayang!" jawabnya sambil mengetik.

"Mas sudah beberapa hari aku selalu ketiduran dan tak sempat melayanimu. Apa ini alasan kamu selalu marah-marah sama aku?" tanyaku memberanikan diri.

Mas Dani menoleh kearahku kemudian meletakan ponselnya diatas meja.

"Mas enggak marah karena masalah itu kok, sayang. Mas cuma mau kamu akur sama Anisa dan ibumu. Mas cape lihat kalian bertengkar terus."

Aku menghembuskan nafas panjang setelah mendengar jawaban dari Mas Dani.

"Aku bersikap keras seperti ini karena aku sayang Anisa, Mas. Aku enggak mau masa depan Anisa rusak karena pergaulan bebasnya."

"Iya, Mas mengerti. Tapi kamu harus bisa membimbingnya dengan cara yang lembut bukan dengan cara yang kasar seperti yang sudah-sudah!"

Sekali lagi aku menghembuskan nafas panjang, mencoba mengontrol emosi karena takut bertengkar lagi dengan Mas Dani.

"Aku akan mencoba bersikap lembut pada Anisa, tapi kalau wanita itu tak mempan juga aku peringati, jangan salahkan aku kalau aku kembali bersikap kasar padanya!"

"Yang penting kamu sudah mencoba sayang. Soal bagaiamana respon Anisa itu urusan nanti!"

Suamiku kembali mengambil ponselnya setelah selesai berbincang denganku. Setelah melalui banyak pertimbangan, aku memberanikan diri untuk bertanya tentang kedatangan Anisa subuh tadi ke kamar ini.

"Mas, kata Elsa. Subuh tadi dia melihat Anisa keluar dari kamar ini. Benarkah Mas?" 

Mas Dani terlihat sangat terkejut mendengar pertanyaanku.

"Elsa mimpi mungkin. Mana mungkin Anisa subuh-subuh ada disini!" balas suamiku. Wajahnya terlihat tegang, aku rasa dia memang sedang berbohong.

"Elsa enggak mimpi kok, Mas. Dia benar-benar lihat Anisa keluar dari kamar ini."

"Ya ampun sayang, masa ucapan anak kecil kamu percaya sih. Ingat enggak beberapa hari lalu dia tidur sambil berjalan. Kalau Anisa enggak mergokin dia, sudah jatuh anak itu dari tangga!"

Aku mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Memang Elsa beberapa kali pernah berjalan sambil tidur, jadi aku tak bisa mutlak mempercayai ucapannya.

"Karena ucapan Elsa itulah aku jadi punya pikiran buruk sama kamu dan Anisa Mas. Aku pikir kalian berdua menjalin hubungan diam-diam di belakangku!" ucapku jujur. Ada rasa cemburu beecampur amarah saat mengucapkan hal itu.

"Kamu ini bisa-bisanya berpikiran seperti itu. Mas masih waras, enggak mungkinlah Mas mau macarin adikmu sendiri. Apalagi usianya masih 18 tahun." Mendengar jawaban suamiku seketika raut wajahku berubah menjadi malu.

"Hehe..Aku minta maaf sudah curiga sama kamu ya, Mas." ucapku sembari menahan rasa malu. Melihat reaksi wajahku yang seperti ini suamiku terlihat gemas. Dia meletakan ponselnya kemudian membopongku ke atas ranjang. Dia terlihat sangat liar malam ini, aku benar-benar kewalahan di buatnya. Beberapa jejak merah Mas Dani tinggalkan di leherku, aku sempat marah padanya tapi dia malah terkikik mendengar omelanku.

Jam menunjukan pukul empat pagi, aku membersihkan dan menyucikan diri sebelum aku menjalankan kewajibanku sebagai seorang muslim.

Setelah selesai solat, aku turun ke dapur untuk membantu Mbok Yuli memasak. Kami asik mengobrol hingga tak terasa semua pekerjaan telah selesai dengan cepat.

Saat aku naik kembali ke kamarku, tak sengaja berpapasan dengan Anisa yang sudah mengenakan seragam sekolahnya.

"Kamu enggak sarapan dulu, Nis?" tanyaku mencoba bersikap lembut pada Anisa. Sesuai janjiku pada Mas Dani kalau aku akan bersikap baik pada Anisa mulai hari ini.

Bukan menjawab Anisa malah melirik jengkel kearah leherku. Dia pergi begitu saja dengan raut wajah sangat marah. Aku hanya menggelengkan kepala melihat kelakuannya.

Sampai dalam kamar ku lihat suamiku sudah rapih mengenakan baju kerjanya. Aku pun menggandengnya keluar kamar menuju ruang makan.

Di ruang makan sudah ada Elsa, aku duduk di sebelah putri kecilku yang sedang mengolesi rotinya dengan selai strowbery kesukaannya.

Elsa memang kalau pagi tak pernah mau makan nasi, untuk itulah aku selalu menyediakan roti untuknya.

"Loh kok sepi, tadi kamar Anisa sudah gelap kenapa dia tak ikut sarapan?" tanya suamiku.

"Tadi aku sudah tawari dia makan Mas, tapi dia malah pergi begitu saja tanpa membalas ucapanku!"

Sesaat kemudian ponsel Mas Dani berbunyi. Setelah membuka pesan dia langsung bangkit dari duduknya.

"Sayang, Mas enggak ikut sarapan ya. Mendadak di kantor akan diadakan meeting pagi ini. Mas takut telat." ucap suamiku.

"Loh Mas, ini masih jam enam. Kamu makan kan cuma berapa menit jadi enggak mungkin akan telat!" ucapku.

"Sayang, Mas beneran enggak bisa ikut makan. Mas berangkat dulu ya. Tolong kamu antarkan Elsa pagi ini ke sekolah." suamiku terlihat buru-buru sekali, bahkan dia tak sempat mencium kening putrinya seperti kebiasaan yang fi lakukannya saking karena takut terlambat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status