"apa aku salah dengar? bisa kau ulangi?"Zico seketika gelapan, "ti-tidak, aku tidak sengaja mengumpat begitu, umpatan itu bukan untukmu itu hanya spontan keluar dari mulutku saja," elak Zico."bukan untukku?" aku tersenyum kecut mendegar elakkannya yang bodoh, jelas-jelas barusan ia mengumpat padaku."be-benar sayang bukan untukmu, aku salah. maafkan aku ya. lagipula itu juga kalau bukan karenamu melempar ponsel ke luka ku. aku tidak akan mengumpat begitu." Zico menggerakkan tubuhnya, dia mengganti posisi dengan setengah bersandar."tanganku licin saat mengambil ponselmu dan tak sengaja terlempar dan mengenaimu," kilahku berbohong, dia pikir dia saja yang jago bersandiwara."tanganmu licin?""ya, apa kau tidak percaya?""oh ternyata begitu, aku mengerti jadi maaf ya, anggap saja aku mengumpat pada pelayan," lanjutnya melirik pelayan yang selesai berkemas.mengumpat pada pelayan? Zico yang ku tahu tidak pernah sekalipun mengumpat pada siapapun. aku benar-benar tertipu dengan topengnya.
"Nyo-Nyonya." suara Ayu bergetar, sorot matanya menggambarkan ketakutan."apa kalian pikir aku tidak akan tahu? selama ini kalian sudah menyembunyikannya dengan sangat baik, seakan aku adalah seonggok boneka bodoh dirumah ini. bukankah kalian teralu berani?" aku menatap tajam ayu.ayu tercengang, spontan ia berlutut di kakiku "Nyo-nyonya ka-kami bersalah, ampuni kami Nyonya," ucap ayu bersujud. melihat itu, pelayan lain pun ikut berlutut dan bersujud. mereka berteriak bersamaan memohon maaf.lihatlah betapa kompak sekali mereka, satu mengaku semua ikut mengaku.aku melipat tangan menatap dingin mereka."berani sekali kalian menyembunyikan perselingkuhan suamiku di rumah ini!" ucapku meninggikan suara. "apa kalian pikir tindakan kalian bisa dimaafkan hah!"“hukum kami Nyonya, ka-kami pantas dihukum. tapi tolong maafkan kami." Ayu memohon sembari memeluk kakiku."kalian sudah bersengkongkol dengan suami dan adikku untuk menipuku selama ini, sama saja kalian telah meremehkanku bukan?" ku
Aku tiba dirumah sakit dan langsung bertanya pada suster dimana letak kamar VIP adik dan suamiku.susterpun memberiku arahan, aku pergi sesuai arahan suster tersebut. kutemukan ruangan VIP tempat adikku dan sebelahnya ruang VIP suamiku.Yaa kamar mereka terpisah karena penyakit kulit yang mereka alami terdapat pada area selangkangan dan kelamin sehingga, mereka akan sering terlihat setengah bertelanjang hingga mereka bisa menggunakan celana lagi. Jadi tidak mungkin mereka sekamar.sekarang posisiku tepat berada depan pintu kamar Tania.ku lihat ia sudah berganti baju pasien, dan ada ayah yang duduk menemaninya disisi ranjang.aku menutup mata dan meranik nafas lalu dengan tenang menggeser pintu ruang. “Tania, Ayah,” sapaku membuka pintu.ayah spontan menoleh mendengar suaraku. "putriku, kamu sudah tiba.""iya ayah, maaf aku terlambat." ku langkahkan kaki menuju ayah dan Tania.ayah beranjak berdiri dan memelukku. "Kau baik-baik saja nak? Ayah sungguh sedih mendengar adik dan suamimu te
Aku pergi meninggalkan Zico yang masih tertidur pulas.langkah demi langkah aku berjalan di lorong sembari melihat kebawah.setelah meyakinkan diri untuk menceraikan Zico diam-diam aku mencoba fokus memikirkan rencana selanjutnya.'bugh!' tanpa sengaja kepalaku menghantam sesuatu. "aduh,” rintihku memegang jidat.“Kau tidak apa-apa?” tanya suara bariton yang familiar .Aku mendongakkan, "Edward?" pekikku spontan.aku langsung menutup mulut karena reflek menyebut namanya secara langsung. padahal kita tidaklah dekat.“Ah, maksud saya maafkan saya pak Edward, saya tidak melihat jalan,” ujarku meminta maaf."keningmu tak apa?" tangan Edward terangkat hendak memegang jidatku.kepalaku menghindar, "saya tidak apa-apa pak. sekali lagi saya minta maaf tidak melihat jalan.""syukurlah, Tak perlu minta maaf. bukan kau yang menabrakku, tapi aku yang mendatangimu," ucap Edward.hening sejenak, Edward masih berdiri di depanku.karena canggung, aku mencoba untuk pamit pergi."kalau begitu, saya perm
sesampainya dirumah.sesuai janjinya Edward mengantarku hingga depan rumah, "Terimakasih sudah mengantarku," ucapku didalam mobil.“Tidak, aku yang harus berterimakasih karena telah meminjam waktumu untukku." Edward menoleh dan tersenyum.mendengar dan melihat senyumnya membuatku sedikit gugup. aku belum terbiasa berhadapan dengan sifatnya berbeda ini.“ya-yaudah, kalau begitu aku masuk dulu Edward. Hati-hati dijalan, selamat malam." ku buka pintu mobil dan pamit undur diri."tunggu," cegah Edward. aku spontan terhenti."iya?" tanyaku tersenyum canggung.“Berikan ponselmu." tangan kanannya menadah padaku.aku menyerit, ponsel? untuk apa Edward meminta ponselku?tanpa berfikir panjang aku mengambil ponsel di sakuku dan memberikan padanya.kini ponselku berpindah ke tangannya, ku lihat ia mengetik nomor dan menghubungi seseorang.mungkinkah Edward lagi gak punya pulsa? makanya dia minjem ponsel ku.“Ini, terimakasih." Edward mengembalikan ponselku.aku membalas mengangguk."masuklah dan
Hari berganti. aku kembali ke kantor seperti biasa, duduk sembari mengecek dokumen di ruanganku.ketukan pintu mengalihkan perhatianku.“Bella,” sapa Vio membuka pintu.“Vio, masuklah," kataku sembari menutup dokumen. kebetulan aku memang sedang menunggunya."apa kau sudah menghubungi pengacara Nowela?” lanjutku bertanya.“Sudah Bel, aku juga sudah membuat janji untukmu dengannya di kafe Bintang besok," jawab Vio.“baguslah, terimakasih."Vio melangkah mendekat sambil memperhatikan dokumen yang ku kerjakan, "Bella, bagaimana dengan semua berkas yang dibutuhkan untuk perceraianmu?”“Sudah Vio, semua berkas untuk perceraian sudah aku siapkan, aku tinggal mendapatkan tanda tangan Zico saja siang ini jadi ..." kalimatku menggantung, mataku melirik Vio.Vio menyerit heran, "jadi?"“Jadi abis jam makan siang aku ga lanjut ngantor ya, tolong lemburlah dan wakilkan aku hari ini,” kataku memasang senyum memohon.wajah Vio seketika mengerut, “arghhhh lembur lagi,” cibirnya melipat tangan.aku be
"kakak kenal kak Edward?” tanya Tania penasaran."tentu, dia adalah CEO dari perusahaan Albern Royal Group. dan saat ini perusahaan kami sedang bekerjasama dalam project penting. wajar kami saling mengenal." jawabku.“benarkah? berarti selain tampan dia juga kaya raya, bodoh sekali kakak menolaknya dulu." Tania tertawa dengan tatapan meremehkan."jodoh siapa yang tahu Tania, lalu apa kau akan menerima perjodohan itu?" tanyaku penasaran.Jika Tania mencintai Zico, mungkin dia akan menolak rencana perjodohan itu.Tania berfikir sejenak, tangannya menempel didagu, "ehm, aku berencana menerima perjodohan itu kak," ucapnya tersenyum.aku tertegun sesaat, bagaimana bisa dia berencana menerima perjodohan itu?"aku berencana akan menemuinya setelah sembuh nanti. tak sabar melihat setampan apa dirinya secara langsung." wajah Tania merona, kedua tangannya menitupi pipinya yang memerah."sepertinya kau sangat menyukainya ya? apa foto itu membuatmu jatuh cinta pada pandangan pertama?" aku menyipit
setengah jam setelah berbincang ria bersama ayah, aku pamit pulang.didalam mobil aku langsung menghubungi Edward.setelah dering kedua, Edward mengangkat telponku. [“halo Edward!”][“Bella, tumben kau menghubungiku duluan?”] suara bariton gagah itu terdengar santai.[“ehm begini, ada sesuatu penting yang ingin ku bicarakan padamu, bagaimana kalau kita bertemu sekarang?”] ajakku penuh harap.[“...”] sunyi ... tidak ada jawaban. aku menggigit bibir karena gugup, mungkinkah Edward ingin menolak ajakanku?[“Tidak bisa. untuk sekarang aku sibuk,”] jawabnya datar.Aku terdiam kecewa, sudah kuduga. tak heran jadwalnya memang padat.[“Oh, baiklah. maaf mengganggu.”] suaraku merendah.[“Tapi malam ini aku tidak sibuk, jadi bagaimana kalau bertemu nanti malam saja, kita makan malam di restoran Rich Secret jam 7 nanti."] spontan aku kembali bersemangat, tak ku sangka Edward mau berbaik hati meluangkan waktuk untukku nanti malam.["baiklah! terimakasih!"] kataku tersenyum cerah.[“dandan yang can