Beberapa hari kemudian Wujin datang ke rumah Anaya dengan membawa banyak orang. Wujin segera masuk lalu memanggil-manggil semua orang, Wujin berteriak-teriak dengan sangat keras.
Saat itu semua keluarga besar Anaya sedang bersantai meminun teh di ruang istirahat Sontak semua orang menjadi terkejut, lalu segera pergi bergegas menemui Wujin."Tuan Wujin, Mengapa engkau berteriak-teriak di rumahku? Apakah kita memiliki masalah, Katakan Tuan Wujin ada apa ini?" Wiradi berkata dengan suara lembut. Wiradi tahu Wujin adalah Ketua Mafia Mawar Hitam, Wiradi yakin ada sesuatu yang tak beres. Wiradi menjadi sangat khawatir akan keselamatan mereka semua."Wiradi, Hari ini aku ingin menagih hutang menantumu sebanyak 300 juta hep!" Wujin segera menjawab seraya menunjuk Ansen."Apaa, Dasar kurang ajar!" Wiradi segera menatap Ansen dengan sangat dingin.Begitupun dengan mereka semua, mereka menatap Ansen semakin murka. Hanya Anaya yang menatap Ansen dengan penuh keheranan."Tuan Wujin, Ini adalah urusan hutang Ansen. Tidak ada hubungannya dengan kami! Silahkan tagih pada orangnya langsung!" Wiradi menjawab dengan kesal."Hehehehehehe! Ini memang bukan urusanmu Wiradi!" Wujin berkata lalu mendekati Ansen dan Anaya."Ansen, Silahkan bayar hutangmu. Jika tidak kami akan membawa Anaya sebagai gantinya!" Wujin berkata dengan senyum kemenangan."Apaaa, Apa maksudnya dengan membawa Anaya! Ansen, Apa yang kau lakukan! Awas yah, Aku akan membunuhmu!" Wiradi berkata dengan sangat kesal."Wujin, Jangan macam-macam kau yah! Aku yang berhutang kepadamu, Tidak ada hubungannya dengan Anaya" Ansen berkata dengan sangat marah. Dia memang memiliki hutang 300 juta hep, tapi tidak pernah mengaitkannya dengan Anaya."Hahahahahaha, Aku tahu kalian tidak akan percaya. Tapi aku punya beberapa surat yang langsung ditandatangani oleh Ansen sendiri. Disitu tertulis bila Ansen tidak dapat membayar utangnya maka aku akan membawa Anaya sebagai gantinya!" Wujin berkata dengan penuh kelicikan."Tidak mungkin, Tidak mungkin suamiku menjadikanku sebagai jaminan!" Anaya berkata dengan sangat yakin.Wujin segera mendekat kepada Wiradi. Lalu memberikan tiga buah surat kepada Wiradi. Wiradi segara membaca surat-surat itu lalu tangannya bergetar hebat. Dia menatap Ansen dengan murka, lalu Dia mengumpat dan segera memukuli Ansen, "Dasar binatang, Kau tega menjadikan Anaya sebagai jaminan. Awas kau yah, Aku akan membunuhmu!"Melihat hal itu kedua adik kembar Anaya segera ikut menghajar Ansen, mereka memang sudah lama ingin memukuli Ansen. Akhirnya saat yang mereka tunggu-tunggu telah tiba.Anaya juga membaca surat-surat itu, setelah itu badannya langsung lemas dan dia terjatuh dengan sedih. Air matanya mulai menetes dan dia berkata dengan terbata-terbata, "Suamiku melakukannya, Suamiku melakukannya!""Bukan, Bukan seperti itu! Tolong hentikan, Aduh sakit sekali!" Ansen berkata seraya membungkuk melipat badannya untuk melindungi dirinya. Wiradi dan kedua adik kembar Anaya tak henti-hentinya memukuli Ansen, mereka semua sudah sangat murka."Hei, Hei! Hentikan dulu sebentar! Kita masih punya urusan disini kan! Sekarang, Kalo kalian tidak membayar maka aku akan membawa Anaya!" Wujin berkata berteriak dengan keras.Wiradi segera menoleh, lalu berhenti memukuli Ansen. Wiradi lalu bersujud memohon kepada Wujin, "Tuan Wujin, Aku mohon berilah kami waktu. Aku akan memberi dulu 100 juta hep, Bulan depan aku akan segera membayar sisanya. Kumohon Tuan Wujin, Jangan bawa Anaya!""Tidak bisa, Karena kalian tidak mampu membayarnya maka aku akan membawa Anaya!" Wujin berkata seraya memberi tanda kepada anggotanya.Erlan segera mengangguk lalu bergerak maju bersama beberapa orang anak buahnya. Melihat hal itu Wiradi dan kedua adik kembar Anaya mencoba melawan mereka."Buk, Buk! Jeb, Jeb, Akhhh! Aduh, sakit sekali!" Wiradi dan kedua anak kembarnya jatuh mengerang kesakitan. Tampaknya mereka bukan lawan sepadan bagi Erlan dan anggotanya."Anaya, Pergilah! Pergilah anakku!" Wiradi menjerit kuat dengan histeris.Anaya segera mencoba berlari, namun sayang Dia sudah terkepung. Tidak ada lagi jalan keluar baginya, Anaya melihat sekelilingnya dan disebelahnya ada tergeletak sebuah pisau di meja.Anaya mengambil pisau itu dan mengancam Erlan dan anak buahnya, "Jangan mendekat, Jangan mendekat!" Tangannya bergetar memegang pisau itu.Tapi Erlan bersama anak buahnya tidak perduli, mereka tetap mendekat perlahan."Tetap disitu, Jangan mendekat! Aku akan bunuh diri, Jangan mendekat" Anaya berteriak-teriak dengan putus asa. Air mata mengalir di pipinya, Dia tidak menyangka Ansen tega melakukan itu.Suasana menjadi sangat hening dan mencekam, wajah semua keluarga besar Anaya sangat tegang. Mereka semua amat ketakutan, air mata menetes diwajah mereka semua."Hentikannnn!!!" Terdengar sebuah jeritan kuat sekali.Keluarga besar Anaya sempat berharap ketika mendengar teriakan itu, namun ketika mereka menyadari itu adalah teriakan Ansen maka mereka semua kembali ketakutan.Mereka hanya bisa menangis dan pasrah melihat keadaan Anaya, Mereka tidak tahu harus melakukan apalagi. Mereka lalu menatap Ansen dengan sangat murka dan mengutuki Ansen didalam hatinya. Erlan dan anak buahnya juga tidak mempedulikan teriakan Ansen. Mereka tetap mendekati Anaya dengan perlahan, suasana menjadi sangat mencekam sekali. Nasib Anaya saat ini sudah berada di ujung tanduk. Ansen menatap Wujin dengan sangat marah, Ansen tidak menyangka Wujin akan menipunya. Ansen menjadi sangat murka. "Hehehehehe, Apa yang ingin kau lakukan!" Wujin tertawa terkekeh-kekeh. Wujin sangat senang rencananya berhasil, Wujin memang sudah lama menginginkan Anaya. Wujin sudah membayangkan keindahan tubuh Anaya, tanpa sadar Wujin menelan ludahnya sendiri. Ansen lalu segera berdiri, senyumnya mengembang dengan sinis. Ansen menyeringai seraya
Kejadian ini memang sangatlah aneh, kenapa Wujin tiba-tiba bersikap aneh? Padahal tadi Wujin sudah sangat bersemangat ingin menangkap Anaya. Belum lagi tindakan Wujin yang segera mengoyakkan surat-surat hutang Ansen dan bersikap seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi. "Tuan Wujin, Ada apa denganmu? Mengapa engkau bertindak sangat aneh, Kenapa tiba-tiba engkau berubah?" Wiradi bertanya dengan sangat penasaran. Wiradi benar-benar kebingungan, dalam hatinya kemudian Dia bertanya-tanya, "Ada apa ini? Siapa sebenarnya Ansen?""Hahahahahaha, Tuan Wiradi! Aku tadi sudah mengakui bahwa kami telah silap, Dan itulah memang yang telah terjadi tadi! Sekali lagi aku benar-benar mohon maaf yah! Sekarang kami pamit pulang dulu yah, Besok pagi anak buahku akan mengantar uang kemenangan Tuan Ansen! Maaf sudah mengganggu kalian, Terimakasih!" Wujin berkata dengan hormat kepada mereka seraya pamit pulang. Ansen berjalan mendekati Anaya, Ansen berkata dengan sedih seraya mengusap air mata Anaya, "Maa
Ansen sangat senang sekali bertemu sosok yang sudah lama tidak Dia lihat. Fenghui adalah Paman Ketiga. Fenghui adalah salah satu adik ayahnya, jadi mereka semua 4 bersaudara. yang paling besar adalah Fengchai yakni ayah Ansen, lalu yang kedua yakni paman pertama adalah Fengsou, lalu yang ketiga yakni paman kedua adalah Fengbin dan yang terakhir yakni paman ketiga yang sekarang duduk dihadapan Ansen adalah Fenghui. Ansen sangat senang lalu segera memeluk pamannya, dari semua pamannya Ansen memang paling dekat dengan Fenghui. Bagi Ansen Fenghui adalah ayah keduanya. Ansen lalu ingin bertanya dengan keheranan.Fenghui langsung berkata cepat, "Ansen, Tadi Wujin menghubungi kami dan telah menjelaskan semuanya. Kebetulan paman berada dekat dari sini, Makanya paman segera kemari! Oh iyah, Kamu kenapa tidak bilang-bilang kalau sudah menikah?" "Ayah dan ibumu sangat senang sekali mendengarkan berita itu, Minggu depan mereka akan datang kemari. Jadi mereka mengutus paman terlebih dahulu untuk
Pagi hari merekah cerah, Anaya terbangun dari tidurnya. Anaya heran Dia sekarang sudah berada diatas tempat tidurnya, lalu ada sepasang tangan yang mendekapnya mesra. Anaya berbalik dan melihat wajah suaminya, Anaya sangat senang sekali. Ansen mulai berubah, Ansen tidak lagi kasar padanya dan bahkan sudah mulai memanggilnya "Istriku". Anaya mengelus sebentar wajah suaminya, lalu dengan perlahan melepaskan dekapan suaminya dan keluar dari kamarnya. Anaya duduk bergabung bersama keluarga besarnya di ruang makan, sebelum Anaya duduk tiba-tiba Ayahnya mengatakan sesuatu. "Anaya, Coba tanyakan dulu kepada Ansen mengenai latar belakangnya! Ayah sungguh sangat penasaran, Nanti setelah itu ajak Ansen sarapan bersama dengan kita!" Anaya menghela napasnya, namun karena mendengar niat baik ayahnya yang akan mengajak Ansen sarapan bersama maka Anayapun segera pergi kekamarnya. Diwaktu bersamaan Sudiro datang dengan wajah sumringah, sebelum Sudiro mengatakan apapun Dia melihat semua orang tel
Sebuah mobil mewah masuk dan berhenti didepan pintu rumah Anaya. Keluarga besar Anaya tidak berani datang menyambut tamu itu. Mereka hanya memperhatikan dengan waswas, Masih ada sedikit ketakutan dengan kejadian sebelumnya. Dua pria berpakaian rapi turun dari mobil dan berjalan dengan cepat mendekati mereka. Salah seorang dari mereka membawa sebuah koper berwarna hitam yang lumayan besar. Mereka berjalan sampai didepan Ansen, lalu mereka berdua menyapa Ansen dengan membungkukkan badannya.. "Salam Hormat, Tuan Ansen! Kami adalah anak buah Tuah Wujin. Maafkan kedatangan kami mengganggu Tuan Ansen, Kami datang pagi ini diperintahkan untuk mengantarkan uang kemenangan Tuan Ansen. Terimalah uang sebesar 500 juta hep ini Tuan Ansen, Ini adalah uang Tuan!" Mereka berdua berkata dengan sopan, Lalu salah seorang dari mereka membuka koper hitam itu seraya mengulurkannya ke hadapan Ansen. "Apaaa,.....! Wujin benar-benar serius yah!" Wiradi seketika langsung terkejut, Dia sebelumnya berpikir W
Jansen berjalan bergandengan tangan dengan mesra bersama Anaya. Anaya menyandarkan dirinya ke dada Ansen. Jantung Anaya berdetak dengan kencang, Senyumnya mengembang sangat manis. "Istriku sayang! Katakan padaku, Sayang mau sarapan apa!" Ansen bertanya dengan mesra kepada Anaya. "Aku pengen makan bubur ayam saja suamiku sayang!" Anaya menjawab Ansen sambil tersenyum. Mereka lalu pergi ke sebuah warung pinggir jalan yang menjual bubur ayam. Setelah memesan bubur ayam lalu mereka berdua duduk di kursi yang disediakan. Tak lama kemudian mereka makan dengan sangat lahap, Sesekali mereka saling pandang dengan malu-malu. Beberapa saat kemudian datang beberapa pemuda berpakaian lusuh ke warung itu. Salah satu dari mereka lalu berkata dengan marah, "Bono! Mengapa sudah sampai satu minggu engkau belum memberikan uang keamanan? Apa kau bermaksud tidak membayar nya yah?" Pak Bono menjawab dengan ketakutan, "Maaf Tuan Willy! Jualanku selama ini sepi sekali, Aku belum mampu memberikannya kepa
Seorang teman Willy tiba-tiba berbisik kepada Willy, Dia curiga Ansen telah menipu mereka. Apakah benar-benar tadi Ansen menghubungi Wujin? Dia merasa sebenarnya mereka dikerjai oleh Ansen? Willy mengernyitkan dahinya, Di satu sisi memang ada benarnya kecurigaan temannya. Wujin bukan orang sembarangan, Tidak semua orang kenal kepadanya. Willy tersenyum lebar, Dia benar-benar percaya dengan ucapan teman-temannya. Willy lalu menatap Ansen dengan marah, sebelum Dia berkata apapun tiba-tiba handphonenya berdering. Willy melihat Tanzie menghubungi dirinya. Willy terkejut, Sebab Tanzie adalah Boss Willy. Willy mengangkatnya dan terdengar suara Tanzie menggelegar penuh emosi. "Willy,....! Apakah benar engkau mengganggu Tuan Ansen? Apakah engkau ingin menghabisinya dan memperkosa Nyonya Anaya!" Tanzie marah-marah memaki Willy. "Aaa,......!" Willy menjawab dengan kelu. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi, ternyata Ansen benar-benar kenal dengan Wujin. "Dasar bodoh! Kau mau mati yah!
Ansen kembali ke rumah bersama Anaya, Begitu sampai diteras rumah ternyata keluarga besar Anaya sudah menunggu mereka berdua dan langsung menyambut mereka dengan semangat. Kini mereka semua sangat ramah kepada Ansen, Semua sikap mereka berubah drastis kepada Ansen. Mereka sekarang memandang Anden dengan sangat sopan dan hormat. "Ekh,..! Kalian sudah pulang yah? Ayo, Silahkan makan dulu! Mama sudah masakin makanan yang enak loh!" Marina berkata dengan sangat senang. Ansen telah begitu baik memberikan semua uang kemenangannya kepada Marina. Itu bukanlah uang sedikit, itu adalah uang yang sangat besar sekali. Sekarang Ansen telah menjadi menantu kesayangan Marina. "Ibu,...! Kami baru makan tadi, Masih kenyang loh!" Anaya menjawab cepat seraya tersenyum. "Hei,...! Gak boleh begitu donk, Mama sudah cape-cape masak loh! Ayo dimakan donk, Mama jamin pasti enak deh!" Marina kembali merayu mereka berdua. "Istriku sayang! Mama sudah begitu repot mempersiapkan makanannya! Ayo kita cobain yu