Semua Bab JEBAKAN CALON KAKAK IPAR: Bab 11 - Bab 20
67 Bab
BAB 11. Clay, Pergilah.
Kalau pagi itu menjadi bagian dari pagi yang buruk bagi Felisha, maka pagi itu juga menjadi sebuah mimpi buruk yang menjadi nyata bagi Clay. Tepat jam lima pagi mobil Ando Sigit beserta empat mobil pengawalan sudah menunggu Clay Santoso. Tidak ada informasi apapun yang diterima oleh Clay, hingga saat melihat kedatangan mereka Clay merasa curiga kalau dirinya pasti akan diungsikan dari negara ini. “Selamat pagi, Tuan,” sapa Ando sambil menunduk hormat kepada Tuan Muda Santoso yang tampak sangat kacau pagi itu. “Ada apa kalian ke sini? Pergilah, aku tidak butuh di jaga. Aku hanya butuh sendiri untuk saat ini,” usir Clay sambil menyugar rambutnya yang tampak tidak karuan pagi itu. “Tuan, ikutlah dengan kami. Anda ditunggu oleh Nyonya Besar di Jakarta,” ajak Ando menatap prihatin Clay yang sejak kecil sering bermain dengannya. “Katakan kepada Mama, aku tidak mau ke Jakarta. Biar aku istirahat di Bandung saja. Aku tidak mau kemana-mana.
Baca selengkapnya
BAB 12. Ikut Ke Bandara.
“Mama, tidak mengusirmu. Tapi, Mama mau mengantarmu ke London untuk menempuh Pendidikan. Lupakan Felisha dan hiduplah baru di sana. Kamu boleh pulang ke Indonesia kalau sudah lulus pasca sarjana di sana dan sudah melupakan Felisha. Sekarang naiklah, Mama tidak mau mendengar bantahan apapun. Clay, pergilah dengan Mama dan Ando.” Garini sadar jika keputusannya ini pasti akan menyakiti hati anak bungsunya. Tapi, mau bagaimana lagi. Dia tidak bisa berbuat banyak, kalau Clay tetap berada di Indonesia bisa dipastikan akan terjadi perang saudara. Semakin memikirkannya semakin Garini merasa benci kepada Felisha. Walau sebenarnya Felisha tidak bersalah dalam kasus ini. “Jadi benar dugaanku, kalian memang ingin menjauhkan aku dari Felisha. Minimal berikanlah aku waktu dan kesempatan untuk bertemu Felisha yang terakhir kali. Aku perlu penjelasan dan alasan mengapa dia membatalkan pernikahan ini secara sepihak. Aku harus minta penjelasan, Ma,” lirih Clay. Garini
Baca selengkapnya
 BAB 13. Lupakan Aku.
“Syaratnya, ketika kamu ikut denganku, pergi dan temuilah Clay. Katakan kalau kamu membatalkan pernikahan ini karena kamu memang mengkhianati Clay, tanpa harus menyebut siapa ayah dari bayi didalam kandunganmu itu! Kalau kamu melawanku dan berani menunjukkan rasa cintamu kepada Clay. Aku bersumpah akan menghancurkan seluruh keluargamu, Felisha!” ancam Garini. Luruh sudah air mata Felisha mendengar syarat dan ancaman yang bertubi-tubi menghancurkan harga diri serta harapannya. Bibirnya hanya bisa bergetar tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata apapun. Dibiarkannya kristal bening berjatuhan tiada henti membasahi lutut Garini. “Seka air matamu itu, aku tunggu kau di bawah! Cepatlah, kami tidak memiliki banyak waktu!” bentak Garini lalu melengos melihat Kevin yang menatap Felisha penuh kekhawatiran. Kevin lalu berdiri menghampiri Felisha yang masih mematung sambil berlutut di tempat Garini duduk tadi. "Feli bersiaplah, aku akan mengant
Baca selengkapnya
BAB 14. Kaulah Cinta Terakhirku
"Clay berhentilah berharap, Aku tidak perlu berbicara panjang lebar. Di foto ini tertera namaku dan tanggal pemeriksaan terakhir. Kamu tahu ini apa kan? Aku memang mengkhianatimu, pergilah, lupakan aku, seperti aku yang telah melupakanmu." Felisha menguatkan dirinya memberikan hasil USG yang kini telah berpindah tangan. Mata Clay berkaca-kaca, melihat nama dan tanggal pemeriksaan yang tertera di hasil USG tersebut. Ia lalu meremas kuat hasil USG itu dan mengusap wajahnya dengan kasar. “Apa kamu tidak mau menggugurkannya? Jika kamu mau menggugurkannya aku masih mau menerimamu apa adanya,” balas Clay penuh harap sambil melangkah mendekati Felisha. “CUKUP! Kamu minta bukti, Mama sudah tunjukkan bukti, sekarang segera naik ke atas pesawat dan kita pergi dari sini!” cegah Garini langsung menghadang Clay dengan berdiri di antara mereka. Clay hancur, ia tertawa miris dan frustasi tampak jelas di wajahnya. “Aku, akan kembali mencarimu. Suat
Baca selengkapnya
BAB 15. Bagaimana Kabar London?
Kedua tatap mereka saling bertemu, bukannya tersenyum dan menghampiri. Felisha justru membuang muka dan mengambil piring di meja makannya. “Aku, makan di kamar saja.” Sambil melipir tidak perduli. Kevin sudah biasa melihat tingkah Felisha. Sempat ia berpikir, apa perlu dirinya memakai cara keras lagi agar Felisha mau sedikit saja memandangnya sebagai suami? Tapi, setiap kali ia mau bertindak, Kevin selalu saja mengurungkan niatnya. Dia tau semuanya akan menjadi percuma, lagian ada bayi yang harus diprioritaskan saat ini. Kevin lalu mengangkat box bayi tersebut dan memasukkannya ke dalam kamar. Kali ini dia tidak lagi terlalu menghiraukan sikap Feli yah culas, baginya sudah menjadi biasaan dan sudah sewajarnya karena Felisha masih belum tau apa alasan dibalik tindakan gilanya. Tindakan yang dipilih untuk menjebak calon adik iparnya sendiri. Sambil membuka laptopnya Kevin melihat aktivitas yang dilakukan oleh Felisha di dalam kamar.
Baca selengkapnya
BAB 16. Omlet Buatan Kevin.
Kevin tidah habis pikir mendengar ucapan Garini. “Setelah semua bukti yang aku tunjukkan sebelum dia bertemu Felisha dan sesudah bertemu Felisha. Mama, masih bisa bersikap seperti? Sampai kapan Mama akan terus melindungi seorang monster seperti Clay?” tanya Kevin putus asa. “Tidak cukupkah kau merebut calon istrinya sampai harus mengatai adik kandungmu sendiri dengan sebutan monster?” amuk Garini dari balik speaker ponsel yang digenggamnya. Akhirnya Kevin memilih untuk menyerah dan menutup sesi perdebatan ini dari pada menjadi lebih panjang lagi. “Aku, hanya ingin Mama pulang, tapi kalau Mama memang masih mau dan nyaman di London yah sudah. Aku tidak akan memaksa, semua adalah hak Mama,” ucap Kevin dengan suara yang mulai melembut. “Hanya saja, sebentar lagi Felisha akan melahirkan. Apa, Mama tidak ada keinginan untuk kembali?” Kevin masih mencoba sekali lagi, siapa tau dengan ‘menjual’ nama calon cucunya Garini akan berubah pikiran.
Baca selengkapnya
BAB 17. Aku Mau Ke Rumah Makan Yang Menjual Omlet Kesukaanku.
“Sudah kenyang?” tanya Kevin sambil menyembunyikan senyumannya setipis mungkin. “Apa kau meminta resep kepada penjual Omlet tersebut juga dengan paksa?” sarkasme Felisha membuat Kevin hanya tersenyum begitu saja. “Atau? Apakah selama ini, kau yang? Ah! Tidak mungkin, sangat mustahil,” ucap Felisha sambil memandang remeh Kevin. Tatapan Felisha tidak mengganggu Kevin sama sekali. Bagi Kevin, tidak penting Feli tau siapa yang masak omlet itu selama ini. Yang paling penting adalah Felisha menyukai Omlet buatannya lebih dari makanan apapun yang selama ini dikonsumsinya. “Tidurlah, tidak perlu banyak berpikir, kalau kamu mau lagi tengah malam. Kamu tau di mana pintu kamarku.” Kevin lalu mengantar Felisha sampai di depan kamarnya walau harus kembali terjadi perdebatan kecil kembali diantara mereka. Felisha mengerjabkan matanya sambil memandang platfom kamar dan mati-matian tidak mau menerima kenyataan bahwa rasa omlet buatan Kev
Baca selengkapnya
BAB 18. Abidah Khairiyah.
Ia tau kalau ada beberapa titipan pengusaha dari salah satu kantor kementrian yang bersikeras untuk turut berinvestasi di sini. Hanya karena pihak kementrian pertambangan lebih percaya dengan pandangan bisnis Kevin, Pak Menteri Pertambangan lantas mengusulkan Muhammad Alzam untuk menjadi investor yang dibutuhkan negara. “Terima kasih, untuk kepercayaannya Tuan Kevin,” ucap Abidah Khairiyah sambil menatap kagum Kevin. Kevin tidak menyangka jika sekertaris sekaligus anak dari pengusaha kilang minyak terkaya di UEA ini bisa fasih berbahasa Indonesia. “Sama-sama, saya bahkan belum selesai menyelesaikan persentase saya,” kekeh Kevin. “Khai, come on … Let His finish, His job,” kekeh Tuan Alzam, sambil mepersilahkan kembali Kevin menunjukkan perhitungan anggaran biaya yang akan digelontorkan untuk keberhasilan proyek ini. “Kira-kira kebutuhan yang akan kita butuhkan kurang lebih saat ini adalah dua puluh milyar US dollar. Berikut bahan ba
Baca selengkapnya
BAB 19. Pertengkaran Kembali Terjadi.
“Ayolah, aku bisa menjemputmu di depan pintu penthousemu kalau kamu menolak,” kekeh Khai dengan nada setengah mengancam walau berupa sebuah candaan. “Malam ini aku sebenarnya ada janji makan malam juga,” ucap Kevin. “Kalau begitu ajak saja temanmu itu, untuk makan malam bersama kita.” Khai kembali setengah memaksa sambil meneguk minuman di dalam gelas kristal yang dipegangnya. Apa seantusias itu Abidah Khairiyah, ingin berelasi dengannya. Tampaknya ia harus mengambil jalan tengah untuk acara makan malam ini. Sudah benar lokasi yang dipilih oleh Abidah Khairiyah, tapi kalau untuk mengajak Felisha keluar, rasanya tidak mungkin. Status pernikahan Kevin saja masih belum diumumkan di public untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Ia ingin agar public tau dengan sendirinya, walau terkenal Kevin tidak pernah merasa kalau dia adalah seorang selebrita atau artis yang kehidupan pribadinya bisa dikonsumsi public. “Rasanya i
Baca selengkapnya
BAB 20. Apa Alasannya?!              
Kevin merasa Feli masih tidak bisa diajak berbicara dengan baik. Ia lantas menghela nafas dengan berat. “Sudahlah, maafkan aku. Aku tidak akan mengajakmu berdebat lagi, istirahatlah … nanti malam tepat jam tujuh aku akan memanggil orang yang selama ini memasakan omlet untukmu.” Kevin lalu keluar meninggalkan Felisha yang kembali mengambil Novel sambil membacanya kembali. Saat Kevin keluar dari kamarnya, saat itulah ia tidak lagi bisa menahan gejolak amarah di hatinya. Seluruh air matanya tumpah begitu saja, rasanya percuma berusaha menjadi kuat selama ini. Felisha berusaha menjaga amarah di dalam dirinya untuk terus bisa bertahan dalam pernikahan yang tidak dikehendakinya itu. Sesuai dengan janjinya, kini Felisha sudah siap dan sedang menunggu di dalam kamarnya. Untunglah Bi Darmi datang membuka pintu kamarnya. “Nyonya, koki yang biasanya masak omlet untuk Nyonya sudah datang. Omletnya juga sudah disiapkan di meja,” lapor Bi Darmi. Feli langs
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status