“Sudah kenyang?” tanya Kevin sambil menyembunyikan senyumannya setipis mungkin. “Apa kau meminta resep kepada penjual Omlet tersebut juga dengan paksa?” sarkasme Felisha membuat Kevin hanya tersenyum begitu saja. “Atau? Apakah selama ini, kau yang? Ah! Tidak mungkin, sangat mustahil,” ucap Felisha sambil memandang remeh Kevin. Tatapan Felisha tidak mengganggu Kevin sama sekali. Bagi Kevin, tidak penting Feli tau siapa yang masak omlet itu selama ini. Yang paling penting adalah Felisha menyukai Omlet buatannya lebih dari makanan apapun yang selama ini dikonsumsinya. “Tidurlah, tidak perlu banyak berpikir, kalau kamu mau lagi tengah malam. Kamu tau di mana pintu kamarku.” Kevin lalu mengantar Felisha sampai di depan kamarnya walau harus kembali terjadi perdebatan kecil kembali diantara mereka. Felisha mengerjabkan matanya sambil memandang platfom kamar dan mati-matian tidak mau menerima kenyataan bahwa rasa omlet buatan Kev
Ia tau kalau ada beberapa titipan pengusaha dari salah satu kantor kementrian yang bersikeras untuk turut berinvestasi di sini. Hanya karena pihak kementrian pertambangan lebih percaya dengan pandangan bisnis Kevin, Pak Menteri Pertambangan lantas mengusulkan Muhammad Alzam untuk menjadi investor yang dibutuhkan negara. “Terima kasih, untuk kepercayaannya Tuan Kevin,” ucap Abidah Khairiyah sambil menatap kagum Kevin. Kevin tidak menyangka jika sekertaris sekaligus anak dari pengusaha kilang minyak terkaya di UEA ini bisa fasih berbahasa Indonesia. “Sama-sama, saya bahkan belum selesai menyelesaikan persentase saya,” kekeh Kevin. “Khai, come on … Let His finish, His job,” kekeh Tuan Alzam, sambil mepersilahkan kembali Kevin menunjukkan perhitungan anggaran biaya yang akan digelontorkan untuk keberhasilan proyek ini. “Kira-kira kebutuhan yang akan kita butuhkan kurang lebih saat ini adalah dua puluh milyar US dollar. Berikut bahan ba
“Ayolah, aku bisa menjemputmu di depan pintu penthousemu kalau kamu menolak,” kekeh Khai dengan nada setengah mengancam walau berupa sebuah candaan. “Malam ini aku sebenarnya ada janji makan malam juga,” ucap Kevin. “Kalau begitu ajak saja temanmu itu, untuk makan malam bersama kita.” Khai kembali setengah memaksa sambil meneguk minuman di dalam gelas kristal yang dipegangnya. Apa seantusias itu Abidah Khairiyah, ingin berelasi dengannya. Tampaknya ia harus mengambil jalan tengah untuk acara makan malam ini. Sudah benar lokasi yang dipilih oleh Abidah Khairiyah, tapi kalau untuk mengajak Felisha keluar, rasanya tidak mungkin. Status pernikahan Kevin saja masih belum diumumkan di public untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Ia ingin agar public tau dengan sendirinya, walau terkenal Kevin tidak pernah merasa kalau dia adalah seorang selebrita atau artis yang kehidupan pribadinya bisa dikonsumsi public. “Rasanya i
Kevin merasa Feli masih tidak bisa diajak berbicara dengan baik. Ia lantas menghela nafas dengan berat. “Sudahlah, maafkan aku. Aku tidak akan mengajakmu berdebat lagi, istirahatlah … nanti malam tepat jam tujuh aku akan memanggil orang yang selama ini memasakan omlet untukmu.” Kevin lalu keluar meninggalkan Felisha yang kembali mengambil Novel sambil membacanya kembali. Saat Kevin keluar dari kamarnya, saat itulah ia tidak lagi bisa menahan gejolak amarah di hatinya. Seluruh air matanya tumpah begitu saja, rasanya percuma berusaha menjadi kuat selama ini. Felisha berusaha menjaga amarah di dalam dirinya untuk terus bisa bertahan dalam pernikahan yang tidak dikehendakinya itu. Sesuai dengan janjinya, kini Felisha sudah siap dan sedang menunggu di dalam kamarnya. Untunglah Bi Darmi datang membuka pintu kamarnya. “Nyonya, koki yang biasanya masak omlet untuk Nyonya sudah datang. Omletnya juga sudah disiapkan di meja,” lapor Bi Darmi. Feli langs
Felisha menatap ragu tapi, ia sangat penasaran dan segera membuka amplop coklat tersebut dengan tergesa. Matanya terbelalak saat melihat adanya tumpukkan foto yang jatuh berserakan. Itu adalah foto para wanita dengan luka di sekujur tubuh dan wajah yang lebam. "Apa ini, Bi Darmi? Aku tidak mengerti mengapa engkau memberikan semua foto-foto ini kepadaku," tanya Felisa menatap ngeri wajah Darmi. "Bukankah Nyonya ingin tahu alasan Tuan Felix melakukan hal ini kepada Nyonya? Itulah jawabannya, silakan Nyonya lihat foto-foto itu dan baca semua keterangannya," ucap bi Darmi lalu mulai membuka satu persatu amplop-amplop kecil yang berisikan laporan visum lebih dari tiga wanita. Felisha membacanya dengan mata yang berkaca-kaca, jantungnya berdegup sangat kencang. Ia tidak percaya, ia bahkan tidak ingin percaya dengan apa yang dilihatnya. Di situ tertera tulisan yang menyatakan bahwa mereka semua adalah korban penganiayaan dari Clay, juga a
"Tentu saja! Saya bersedia menghabiskan waktu malam ini bersama dengan Anda, Tuan Sanjaya," ucap Khai dengan senyum menggoda, sambil kembali mengaitkan tangannya bergelenyut manja di lengan Kevin. Mereka lantas segera naik ke atas roof top. Di sana terlihat sebuah meja yang berada di paling sudut ruangan, dengan satu vas keramik bunga mawar putih di bagian tengah mejanya. Taplak meja yang putih serta dua piring yang tertutup rapi dan juga alat makan berwarna emas. Jangan lupakan lilin yang menambah kesan romantis pada malam itu. "Kenapa piringnya hanya dua?" tanya Kevin kepada salah seorang pelayan. Pelayan itu langsung melirik wajah nona Khai. "Kami mendapatkan konfirmasi jika salah satu tamu tidak jadi datang, oleh sebab itu kami mempersiapkan piring hanya ada dua di atas meja ini, Tuan.” Pelayan tersebut mendapatkan lirikan tajam dari Kevin. “Tetapi jika memang Anda ingin mengundang seorang tamu lainnya, maka kami akan
"Tentu saja aku akan mengajaknya makan malam bersama denganmu suatu saat nanti." Kevin lalu kembali segera menghabiskan makanannya. Sedangkan Adiba sedang memutar otak. Bagaimana caranya ia untuk bisa segera bertemu dengan wanita yang dikatakan adalah istrinya Kevin. Sejujurnya Adiba masih tidak percaya kalau misalnya Kevin ini memang memiliki seorang Istri, bisa saja itu hanya akal-akalannya Kevin untuk menghindar darinya. Adiba tahu kalau memang dia terlalu frontal untuk mendekati Kevin. Tetapi, mau bagaimana lagi perasaan cinta ini tidak bisa dibendung oleh Adiba. Ia ang terbiasa memiliki segala yang dia inginkan, lalu harus mendapatkan sebuah penolakan halus dari Kevin seperti ini? Tentu saja Adiba tidak akan diam begitu saja. "Kevin aku juga sudah selesai makannya, mungkin hidangan penutup bisa kita santap di lain waktu. Ini sudah jam 09.30 malam, aku rasa pikiranmu juga tidak mungkin ada bersama denganku saat ini. Pasti kamu sudah mengkhawatirk
"Felisha?! Apakah nama istrimu, Felisha?" tanya Abida. "Ya Felisha adalah nama istriku," jawab Kevin sudah grogi. Ia takut jika Felisha keluar lalu bersikap seperti biasanya. Tentu saja Kevin tidak ingin urusan rumah tangganya diketahui oleh orang asing, apalagi oleh seorang Adiba yang merupakan rekan kerjanya. "Aku rasa malam ini kita tidak akan bisa makan tiramisu itu bersama dengan istriku, Khai. Ini juga sudah hampir jam 10.30 malam, tidak pantas bagi seorang wanita terhormat sepertimu berada di rumahku,” ucap Kevin. “Walaupun kau bukan berasal dari Indonesia, tetapi saat ini kita tetap tinggal di Indonesia." Kali ini Kevin tidak ingin memberikan kesempatan kepada Adiba untuk memporak-porandakan rumah tangganya dengan kedatangan yang mendadak ini. Adiba akhirnya berpikir, jika ia membuat Kevin marah saat ini maka kesempatannya untuk mendekati Kevin tentu saja akan buyar begitu saja. Ia tidak ingin melepaskan Kevin beg