All Chapters of PENYESALAN SEORANG LELAKI : Chapter 21 - Chapter 30
43 Chapters
Taruhan
Gilang sedang melajukan motor besarnya. Ia rutin ikut taruhan balap liar terus menerus untuk mengisi kekosongan waktu setelah pulang kuliah. Hal itu pula yang menyebabkan dirinya pulang pagi hari. Sinta hanya sesekali menanyai dirinya, bagi wanita angkuh itu, sudah biasa laki-laki berpetualangan sebelum menikah. Sedangkan Dika, tak terlalu ambil pusing dengannya. Bagi papanya pula, anak laki-laki harus bisa menjaga dirinya sendiri. Berbeda dengan anak perempuan yang harus dijaga. Padahal Dika sendiri sudah menelantarkan Mila dari kecil. “Sial!” umpat adik kandung Mila. Ia kalah lagi malam itu, sudah yang kelima dan uangnya sudah habis. Malahan dia berhutang sangat besar dengan temannya. “Gimana, Bro, masih mau ngulang?” tanya temannya. Gilang hanya melambaikan kelima jarinya. Ia tak punya cadangan devisa lagi. Uang jajannya sudah habis tak bersisa. Hanya tinggal untuk membeli bensin saja. “Gue pulang duluan, ya,” ucapnya ingin lari dari masalah. “Eits, tunggu dulu, nggak bisa gitu
Read more
Kesepian
Dua sepeda motor yang mengikuti Mila terus berusaha menggapai mobil itu. Yang di dalam sana sudah panik bukan kepalang lagi. Mereka takut sebab harus berurusan dengan orang-orang berseragam. Salah satu motor berhasil melampaui dan menghadang mereka. Satria langsung melompat turun. Tanpa basa basi, ia buka jaket dan tutupi tangannya dengan benda tersebut lalu memukul kaca mobil hingga pecah. Ia tak suka berbasa-basi, pecahan kaca itu sedikit mengenai pipi Mila yang sedang tertidur. “Keluar!” bentak pria muda itu.“Cepet telpon Gilang, bilang kita dalam bahaya,” ujar salah satu dari tiga penculik itu. Namun, belum sempat terjadi ponsel mereka telah dirampas lebih dahulu. Menyerah, satu-satunya cara yang tersisa. Dua tangan para penculik itu pun naik ke kepala, mereka tak berani melawan orang-orang yang memang ahli. “Urus mereka. Cari tahu siapa yang perintah, pasti ada dalangnya ini,” pinta Satria pada teman-temannya. Kunci mobil sudah diambil dan saatnya introgasi mencari otak pengg
Read more
Paket
Dika membeli sepasang sepatu baru dari luar negeri. Cantik dan elegan, sangat cocok untuk Amel dan wanita itu akan semakin anggun jika mengenakannya. Ia kemas sendiri benda mewah tersebut di dalam kantornya. Lalu ia minta sekretaris untuk mengirimkan ke alamat yang telah ia tulis.Kebetulan pula Sinta sedang menuju kantor suaminya. Ia melihat sekretaris Dika membawa paket ke luar dari ruangan suaminya. Rasa-rasanya selama menikah tak pernah Dika memberinya hadiah atau suatu kejutan. Sinta, jika ingin sesuatu akan ia minta sendiri baru suaminya akan memberikan uang. “Dari siapa, buat siapa?” tanya Sinta langsung pada sekretarisnya. Perempuan yang bekerja di sana menunjukkan alamat yang diberikan oleh bosnya. “Biar saya yang antar, sekalian juga mau ke rumah dia.” Wanita itu mengambil paket dari tangan seretaris Dika.“Sampai kapan kalian akan terus tutupi kenyataan itu. Anggap saja aku membantu Mila untuk tahu siapa ayah kandungnya. Tapi kalau masalah harta jangan harap aku mau berba
Read more
Foto Pernikahan
Paket yang dibawa Sinta waktu itu tertera pula alamat rumah Dika. Dengan mengumpulkan keberanian juga semua kepercayaan dirinya, Amel bersiap-siap menuju rumah mantan suaminya. Ia memakai gamis, jilbab, serta sepatu terbaik. Walau bisa dikatakan harganya sangat murah. Bukan Dika yang ditakutkan oleh Amel. Melainkan mantan mertuanya, sebab Sinta pernah mengisyaratkan wanita yang pernah mengusirnya dulu masih hidup dan sehat. Katanya lagi ada perawat yang mengurus Bu Inah sangat baik. Hari masih siang menjelang sore dan Mila bekerja di sana. Gadis itu sedang menuntun omanya untuk berjalan kaki lebih jauh lagi. Kondisi kesehatan Bu Inah semakin membaik, tensinya tidak tinggi lagi, begitu juga dengan gula darahnya. Biarlah ia menutupi kenyataan bahwa Mila adalah cucunya asal gadis itu tak pergi jauh darinya. “Kita masuk dulu, ya, Oma. Udah waktunya makan cemilan. Mila kukuskan pisang barusan, dimakan, ya, Oma. Biar perutnya nggak gampang lapar,” ujar gadis itu. Bu Inah pun menurut saja,
Read more
Kenyataan Pahit
“Mila, Nak, kita pulang sekarang, ya. Ini bukan rumah kamu.” Amel meraih foto di tangan putrinya. Ia letakkan di meja lalu menggamit tangan anak gadisnya untuk pulang. “Jangan kamu bawa cucu saya pergi, Amel. Biarkan dia tinggal di sini.” Bu Inah berdiri, tapi ia tak kuat menahan gemuruh di dadanya hingga wanita tua itu terduduk lagi di kursi. Mila yang telah hampir tiga bulan merawat Oma, tak tega dan membantu omanya untuk duduk baik-baik. Amel hanya membiarkan saja. “Gitu, donk, terang benderang semua tanpa rahasia lagi,” ucap Sinta tanpa ada beban. “Puas kamu?” tanya Dika pada istrinya. “Jelas. Udah, ah, aku mau shopping dulu.” Tanpa rasa bersalah sama sekali wanita angkuh itu pergi. “Mila, udah, Sayang. Kita pulang, Mama jelaskan di rumah nanti semuanya.” “Amel, tolong, kasih waktu anak kita sama Mama sebentar. Mama sudah terbiasa sama Mila.” Dika memohon. “Anak kita?” Ulang Amel juga Mila bersamaan. Gadis itu semakin bergetar tangannya. Ia mengambil kursi roda lalu memind
Read more
Nasehat
Mila memutar mi di dalam mangkuk bakso, lalu masukkan dalam mulutnya sampai penuh. Satria sampai takjub melihat nafsu makan gadis yang sedang emosi itu. Kurang pedas, Mila tambahkan cabai satu sendok, kurang, ia ingin tambahkan lagi tetapi mangkuk cabai itu diambil alih oleh Satria. “Nanti sakit perut, Tuan Putri. Jangan terlalu diikutin kalau lagi marah,” ucap pria di depan Mila, ia kemudian menyodorkan segelas air putih hangat ketika gadis tersebut mulai kepedasan. “Biar keluar semua keringat dan semua amarah, juga semua kenangan. Mila nggak mau hidup ada beban atau air mata atau hutang ini itu sama orang lain,” jawab Mila sambil memakan satu buah bakso langsung ke dalam mulutnya. Satria hanya tersenyum saja, justru tuan putri terlihat lucu ketika makan seperti orang kesurupan, bahkan masih tambah satu mangkuk lagi. Tak lupa pula ia membungkus untuk mama dan adiknya. “Pelan-pelan, Tuan Putri.” Satria menyodorkan tisu. Nyaris saja ia yang membersihkan noda kuah di tepi bibir Mila,
Read more
Telanjur Sayang
Amel kembali bangun di pagi buta. Ia sholat dulu baru mengemas dirinya. Wanita itu menahan batuk yang semakin menjadi, sudah tiga hari sejak kenyataan pahit terkuak rasa-rasanya fisik wanita itu semakin tak kuat, padahal ia belumlah berusia setengah abad. Ia tahan batuk semampunya, lalu mengambil kunci motor. Ia akan ke pasar untuk mulai lagi menjual nasi di warung sederhananya. “Mama mau ke mana?” tanya Mila yang baru bangun. “Ke pasar, mau jualan lagi hari ini. Kamu urus Fathan, ya, nanti pas Mama pulang dari pasar bisa antar dia sekolah,” jawab Amel. “Nggak, nggak boleh. Jangan jualan lagi, Ma. Biar Mila aja yang cari kerja baru di luar nanti.” Gadis itu menahan tangan mamanya. Ia sudah telanjur senang melihat mamanya hanya mengurus rumah saja dan tak perlu bersusah payah jualan. “Nggak usah, ah. Mama masih kuat, kok, lagian bosan juga bengong di rumah nggak ada kerjaan. Mama pergi dulu, ya.” Amel meraih kunci yang tergantung di paku. Mila ingin ikut, tapi ia harus mengurus adi
Read more
Maaf, Hanya Itu Saja
Dika sampai di rumah sakit, ia tak peduli lagi walau Sinta marah dengannya atau tidak. Yang jelas ia tak mau melihat Amel menderita, titik, tanpa bantahan lagi. Dari luar ia lihat Mila ditutupi selimut oleh Satria. Pria itu keluar, ia tahu seseorang telah datang. “Bagaiamana, Satria, keduanya?” Dika tak sabar ingin tahu. “Ibu Amel, sakitnya udah lama didiamkan seharusnya rutin konsumsi obat, jadi ya seperti ini. Terus Mila masih menangis, ngantuk baru berhenti.” Satria menjawab pertanyaan lelaki itu. “Kamu masih menjaga anak saya, walau udah berhenti kerja. Apa ada yang lain di antara kalian? Saya papanya, saya berhak tahu.” “Iya, seperti itulah, saya menjaga Amel walau nggak ada bayaran. Rencananya seumur hidup kalau memang berjodoh.” Terang benderang perasaan Satria bagai matahari yang bersinar.“Kalau memang jodoh saya minta kamu tidak bersikap pengecut seperti saya. Karena berada dalam tekanan Mama saya menelantarkan keduanya. Lucunya lagi, Mila memaafkan mama saya, tapi tidak
Read more
Tenang dan Damai
Bagian 26 Tenang dan Damai Peralatan di tubuh Amel telah dilepaskan, begitu juga dengan kondisinya yang semakin membaik. Wanita tersebut bahkan sudah keluar dari ruang ICU, ia dirawat di kamar VVIP. Meski demikian tak banyak orang yang boleh menunggunya. Mila merawat mamanya sangat telaten, ia di sana dan hanya saat mengurus adiknya saja baru pergi. Amel dapat merasakan napasnya sedikit lebih lega daripada beberapa hari lalu. Obat-obatan yang diberikan dokter juga selalu rutin diminum. Amel masih belum boleh pulang karena harus menjalani observasi. Dika ingin masuk, tapi dengan mantan istrinya menolak. Bagi wanita itu ia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Hanya sebatas urusan dengan Mila saja. Amel sadar, tubuhnya yang kini rapuh tak akan bisa menjaga Mila terus-terusan. “Ma, Mila pergi jemput Fathan dulu, ya. Mama sendirian di sini, nggak apa-apa, kan? Nanti kalau sakit atau kenapa, tekan ini, perawat pasti datang, kok,” ujar Mila. Amel hanya mengangguk saja. Wajahnya masih s
Read more
Keheningan
Bagian 27 Keheningan “Ma, bangun.” Mila mengguncang tubuh mamanya. Tak ada pergerakan sama sekali, bahkan pergerakan napas walau perlahan juga tak terlihat. Gadis itu menepis prasangkanya, ia guncang kembali tubuh Amel. Tak juga ada pergerakan ia pun menekan tombol bantuan berkali-kali hingga perawat dan dokter jaga langsung berdatangan. “Tolong, Mama nggak bernapas,” ujar Mila dengan meneteskan air mata. Ia pun diminta mundur sejenak hingga para petugas medis bisa mengambil tindakan. Mulai dari diperiksanya denyut jantung, denyut nadi bahkan sensitifitas mata terhadap cahaya, juga tindakan lainnya. Dan pada akhirnya dokter hanya menggeleng saja. “Amelia, usia 42 tahun waktu kematian diperkirakan dua jam lalu,” tegas dokter itu lalu dicatat oleh perawat. Camila menutup mulutnya. Ia bahkan meminta dokter untuk memastikan bahwa mereka tak salah periksa. Namun, pihak medis hanya mengatakan sesuai fakta saja, sambil meminta Mila untuk sabar.Gadis berparas manis itu hanya duduk, diam,
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status