Semua Bab Ifat: Bab 21 - Bab 30
137 Bab
Bab 21: Gigi Tiga
Bab 21: Gigi Tiga Sekonyong-konyong, Ucon menepikan sepeda motornya, keluar dari aspal dan berhenti di bawah pohon mahoni peneduh jalan.Cepat ia mematikan mesin, menurunkan tuas stander, bertolak pinggang menghadapku, dan menatapku tajam.Aku yang masih duduk di jok motornya tak tahu harus bagaimana menerjemahkan tatapan Ucon itu.Segala jenis kendaraan berlalu lalang tak jauh di samping kami, menyemarakkan jalan Sukarno Hatta dengan lampu-lampunya. Sesekali lampu kendaraan itu menerangi wajah Ucon yang terus menatapku dengan tajam.“Aaaaakh!” Pekiknya tiba-tiba, seraya menepukkan tinjunya ke tangan yang lain.“Sudah sampai di situ?? Haahh?? Sudah sampai di situ??!!”Dengan ceritaku tentang Mira tadi, mungkin Ucon marah padaku. Atau mungkin kecewa, karena aku sahabatnya ini ternyata sempat tergoda juga mencicip dosa. Dia dan dan Buruak Kamba memang sama. Sama-sama menjaga diri dari perbu
Baca selengkapnya
Bab 22: Di Sparta Praha
Bab 22: Di Sparta Praha Sementara itu, di toko buku Sparta Praha.., “Terima kasih,” kata Jihan saat menerima karcis parkir dari petugas di dalam loket.Sebelum membawa motornya ke tempar parkir, terlebih dulu ia membetulkan jaket yang ia tutupkan ke bagian kaki yang tak tercakup roknya yang pendek dan ketat.“Tuh, kan? Ribet jadinya. Sudah aku bilang tadi pakai saja celana panjang kalau takut kulitmu kotor kena debu di jalan,” kata Ika di boncengan belakang.“Ih, kamu ini, seperti mamaku saja, suka merepet.”Selesai memarkirkan motornya pada tempat yang ditunjuk petugas parkir, Jihan meminta helm yang dipakai Ika dan menguncinya pada motor bersamaan dengan helm yang tadi dipakainya.Jihan mematut-matut diri sebentaar di depan kaca spion untuk membetulkan rambutnya. Menyusul kemudian Ika yang membetulkan jilbabnya pula.“Yuk.” Jihan menarik tangan Ika sa
Baca selengkapnya
Bab 23: Challenge 40 Hari
Bab 23: Challenge 40 Hari “Berapa?” Tanya Ucon pada waxria itu.“Mau short atau long, Bang?” Sahut seorang waxria genit. Mereka berdua lantas mendekati kami.“Kalau short?” Tanya Ucon lagi.Ia sengaja tidak mematikan mesin motor. Sementara aku semakin panik ketika seorang waxria berpostur kecil menjawil daguku.“Lima puluh ribu saja, Bang.”“Bah, mahal sekali!”“Ada diskon kok, Bang. Hi..hi..hi..,”Dalam hati aku menyumpahi Ucon. Dasar, santri kesasar. Ia masih belum berhenti bertransaksi.“Berapa diskonnya?”“Lima puluh persen, tapi untuk Abang yang di belakang ini..” waxria kecil kembali menjawil daguku, “Gratissss… hi..hi..hi..!”“Besok-besoklah ya?” Sahut Ucon enteng.“Abang-abang ini niat tidak sih mau make’ &
Baca selengkapnya
Bab 24: Tentang Surat
Bab 24: Tentang Surat  Surat? Surat apa? Dalam hati aku bertanya-tanya.Aku memang tidak pernah menerima surat apa pun dari Leony. Oh ya, mungkin ia salah kirim SMS, pikirku. Maka kubalas;“Leony, kamu salah kirim sms ya?”Balasannya segera masuk; “Gak! Aku kirim sms ke Muhammad Fatih, dan aku bertanya tentang surat!’”Kembali kukernyitkan kening.“Surat apa?” Balasku cepat.“Surat yang aku titip lewat Faisal!”“Gak ada tuh.”“Jadi, selama ini kamu tak pernah dapat surat yang aku titip lewat Faisal..??” “Gak ada.”Aku semakin penasaran dengan SMS-SMS Leony ini. Tanda tanya dalam kepalaku semakin membesar. Aku berusaha mencerna hal-hal seputar surat, Faisal, titip menitip dan kemungkinan kesalahan yang aku lakukan dalam bekerja.Faisal si room boy itu dititipi su
Baca selengkapnya
Bab 25: Tes Pertama
Bab 25: Tes Pertama  “Jadi, kapan saya bisa bekerja, Pak?”“Eiiitt..! Jangan panggil saya ‘bapak’.. no.. no.. no..!” potongnya. Dua jarinya mewakili kepalanya menggeleng.“Jadi, saya harus panggil., “ Aku sengaja berhenti.“Panggil saja Josep. Pakai ‘J”, bukan ‘Y’..”Aku tersenyum sungkan. “Saya kira itu tidak pantas, Pak.”“Oke, kalau begitu. Sebagai calon atasanmu, saya perintahkan kamu agar tidak memanggil saya dengan ‘bapak’, dan sebagai orang yang nanti akan sangat akrab denganmu, saya mohon jangan dipanggil ‘bapak’. Setuju?”Aku mengangguk, kemudian kuulangi lagi pertanyaanku.“Jadi, kapan saya bisa bekerja, Jos?”“Nah, bagus itu! ‘Jos’..  Jee.. Oo.. eS… mmhm.. I like it.. “Aku kiku
Baca selengkapnya
Bab 26: Reward
Bab 26: Reward  Malam harinya..,Semua tulang-tulangku rasanya seperti hendak patah. Nyeri dan ngilu kurasakan di hampir semua bagian tubuhku.Mungkin rasa sakit itu yang membuatku tidak bisa tidur malam ini. Jika aku menggerakkan tubuh, menggeliat misalnya, seolah ada beberapa bagian tubuhku yang akan tanggal.Pertandingan melawan Bombi tadi siang benar-benar membuatku babak belur. Setelah pertarungan itu usai, baru aku tahu bahwa Bombi itu bukan nama sebenarnya. Itu adalah julukan, diambil dari kata Bomber. Benar saja, julukan itu sesuai dengan gaya bertarungnya. Serangannya bertubi-tubi. Kombinasi pukulan dan tendangannya nyaris tanpa jeda.Semua itu didukung pula dengan kecepatan dan kegesitan tubuhnya. Hampir semua serangan Bombi mendarat sempurna di seluruh bagian tubuhku. Hanya sebagian kecil saja yang berhasil kuhindari atau kutangkis. Sepertinya Bombi mengan
Baca selengkapnya
Bab 27: Kemarahan Leony
Bab 27: Kemarahan Leony  “Fat!” Panggil seseorang.Aku berbalik. Irham menghampiriku tergopoh-gopoh. Teman seprofesi sekaligus leader di bagian maintenance ini menyampaikan berita yang langsung membuat hatiku berdebar-debar.“Kamu dipanggil Bu Rose.”Bu Rose? Manajer HRD? Itu artinya aku akan mendapat teguran. Syukur-syukur bukan pemecatan.  Aku segara naik ke lantai dua. Sembari berjalan aku mencari alasan yang logis untuk keterlambatanku beberapa hari ini. Tapi aku sulit menemukan itu, karena pikiranku kembali tersita oleh SMS Leony kemarin.Surat apa yang ia maksud? Apa kaitannya dengan Faisal? Mungkinkah itu memang surat teguran untukku? Atau mungkin surat resmi untuk ‘merumahkan’ aku? Tapi jawaban Leony yang terakhir kemarin semakin membuatku bingung.Harap-harap cemas kuketuk pintu Bu Rose.
Baca selengkapnya
Bab 28: Syarat Untuk Jihan
Bab 28: Syarat Untuk Jihan  Begitu kubuka pintu..,“Ya Tuhan, wajah Abang kenapa?” Tanya Jihan sontak cemas.“Mmm, tidak apa-apa, kok. Cuma kecelakaan kerja.”“Kecelakaan kerja? Cleaning service kecelakaan kerja? Gimana caranya menyapu, ngepel atau ngelap kaca bisa kecelakaan??”Jihan langsung masuk dan meletakkan kotak kue di meja kecil. Tanpa permisi ia langsung memegang dan memperhatikan wajahku.Tiba-tiba, aku merasa ada yang aneh dengan Jihan.Jika kemarin malam aku melihatnya dengan rok jins pendek dan berkaus ketat, sekarang memang masih sama. Mungkin itu mode yang ia suka.Tapi, ah, ya! rambutnya dipotong pendek menyerupai lelaki dan.., pirang!Rambutnya dicat meniru bule dan ia menanggalkan identitasnya sebagai wanita Melayu yang berambut hitam. Pesona Putri Junjung Buih yang pernah kulihat darinya s
Baca selengkapnya
Bab 29: Mencari Diri Yang Hilang
Bab 29: Mencari Diri Yang Hilang “Kamu di rumah, Con?”“Yup, aku di rumah.”“Aku datang.”“Silahkan.”   Setelah Ucon membalas SMS-ku itu, aku bergegas keluar. Aku akan ke rumahnya, mengembalikan uang yang dulu pernah aku pinjam dan mengelakkan diri dari Mira yang mulai ‘menggatal’ lagi.SMS dari Mira belakangan ini seperti jadwal minum obat, tepat waktu; pagi, siang dan malam, bahkan terkadang over dosis.Itu berarti sejak seminggu lalu Bang Rony belum pulang dari Jakarta. Aku khawatir Mira datang lagi, menawarkan madu dan racun sekaligus. Aku khawatir tak sanggup bertahan lagi mendengarnya berkata ‘pliiiiss’.Setelah dua kali menaiki oplet, aku pun sampai di kediaman Ucon yang masih terletak di suatu komplek perbengkelan.“Ya amplop! Kenapa wajahmu, Fat?” Tanya
Baca selengkapnya
Bab 30: Terminal
Bab 30: Terminal Waktu adalah sesuatu yang misterius!Ketika pertama kali bertemu dulu, Joni pernah berkata padaku, bahwa kemarin adalah sejarah, esok adalah misteri, dan hari ini adalah anugerah.Anugerah, sebuah kata yang ia alamatkan padaku. Ketika itu aku sedang jenuh. Aku keluar menikmati udara malam, menyusuri jalan Subrantas hingga hampir ke Simpang Tabek Gadang.Pada salah satu warung tenda tepi jalan, aku melihat mereka berdua sedang mengamen. Mereka sedang melayani request dari seorang pengunjung di warung itu. Mulanya aku tak acuh.Tapi selanjutnya aku tertarik dengan lagu yang mereka bawakan; Bengawan Solo. Mereka membawakan lagu itu dengan rambas dan petikan gitar yang diadaptasikan ke gaya keroncong. Luar biasa!Aku terpesona. Vokal Johan yang halus mendayu menarik-ulur kerinduanku pada kampung halaman. Bengawan Solo adalah lagu yang selalu disenandungkan oleh Ibu sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status